GELORA.CO - Nama Anies Baswedan selalu mewarnai perbincangan terkait Pemilu Presiden 2019. Rumor yang muncul sejak ia dicopot dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan oleh Jokowi, hingga kini menjadi Gubernur DKI Jakarta melalui partai oposisi--Gerindra dan PKS.
Anies yang kini dekat dengan Prabowo Subianto, promotor kemenangannya di Jakarta, dianggap memiliki kans untuk menjungkirkan sang petahana. Tak heran jika Prabowo sempat meminang Anies untuk menemaninya bertarung di Pilpres 2019.
Pendapat berbeda datang dari Presiden PKS Sohibul Iman. Kawan lama Anies semenjak ia masih menjabat Rektor Paramadina ini menilai sosok penggagas Indonesia Mengajar itu lebih tepat maju sebagai calon presiden ketimbang hanya menjadi wakil.
Sebab, menurut Sohibul, “Pak Anies kita dorong menjadi Gubernur DKI kan dengan ikhtiar yang luar biasa. Kalau kemudian Pak Anies dimajukan ke tingkat nasional (hanya sebagai cawapres), saya kira ini tidak equal.”
Direktur Pencapresan PKS Suhud Alynudin berkata bahwa PKS memang mendorong Anies hanya jika tawarannya adalah calon presiden. Tawaran untuk posisi cawapres, menurut PKS, haruslah menjadi milik kader mereka.
“Kami bilang, ‘Pokoknya Pak Anies maju kalau tawarannya capres. Kalau tawarannya cawapes, lebih baik di DKI’,” ujarnya saat ditemui kumparan di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Rabu (25/7).
Setiap kali ditanya, Anies tak pernah menolak atau mengiyakan. Penasaran atas sikap Anies, kumparan menemui Gubernur DKI Jakarta itu di kediamannya di Cilandak, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/7).
Senyuman hangat Anies menyambut kami ketika pintu rumahnya dibuka. Mengenakan batik bermotif megamendung berwarna hijau, Anies menjawab sejumlah pertanyaan kami dengan tenang dan meyakinkan.
Baginya, “Terlalu cepat untuk menjawab ketika undangan itu belum datang.” Berikut petikan obrolan kami dengan Anies Baswedan.
Belakangan nama Anda sering masuk dalam bursa capres. Bagaimana tanggapannya?
Belakangan nama Anda sering masuk dalam bursa capres. Bagaimana tanggapannya?
Saya saat ini sedang bertanggung jawab untuk bekerja di Jakarta. Jadi saya akan fokus atas apa yang menjadi tanggung jawab saya.
Dan pembicaraan mengenai calon presiden dan lain-lain itu sebenarnya di wilayah yang (tidak) bisa saya sentuh. Karena wilayah saya adalah DKI, job desc saya adalah urusan gorong-gorong sampai urusan gedung tinggi, mulai dari urusan kelahiran sampai kematian.
Bagaimana dengan dorongan beberapa kelompok masyarakat terhadap Anda untuk nyapres?
Saya ini kedatangan (masyarakat) beda-beda. Ada yang datang meminta supaya “Pak Anies jangan meninggalkan Jakarta”. Dari kampung miskin dan para pengemudi becak, itu macam-macam.
Di sisi lain saya juga ketemu orang yang bilang, “Pak Anies, (tolong) ikut memikirkan negara”. Mereka tidak menyebutkan jadi calon presiden dan lain-lain, tapi (mereka bilang intinya) jangan hanya memikirkan Jakarta.
Jadi saya jawab pada semuanya, “Aspirasi ini harusnya diantarkan kepada para pimpinan partai’. Yang bisa mengusung calon adalah partai politik. Sehingga ketua-ketua partai-lah sebetulnya alamat dari aspirasi itu, baik aspirasi mereka yang menginginkan saya di Jakarta maupun aspirasi yang lain.
Apakah ada komunikasi dengan partai politik terkait pencapresan ini?
Saya ditemui oleh beberapa (Ketua Parpol), (mereka) menyampaikan keinginan dan menyampaikan aspirasi. Tapi saya sampaikan kepada semua begini, “Saya menjadi Gubernur DKI Jakarta itu dicalonkan oleh Gerindra dan PKS, Pak Prabowo dan Pak Salim Segaf Al-Jufrie. Mereka berdua dan dua partai inilah yang mencalonkan saya”.
Saya ingin garis bawahi pada semua yang menemui saya, bahwa apapun harapan terkait pilpres, jangan bicarakan dengan saya. Tapi bicarakan dengan para pimpinan partai.
Saya tidak ingin menjadi bagian dari daftar orang yang mengkhianati promotornya. Saya tidak ingin menjadi orang yang menjegal promotornya. Pak Prabowo hari ini adalah calon presiden dari Partai Gerindra. - Anies Baswedan
Saya sampaikan berkali-kali bahwa saya tidak ingin menjegal (Prabowo), saya tidak mau menjadi orang yang dibawa untuk berhadapan dengan Pak Prabowo dan menghentikan Pak Prabowo, saya tidak mau. Saya katakan itu kepada siapapun yang datang kepada saya untuk berbicara tentang calon presiden.
Kenapa saya sampaikan ini? Karena PKS dan Gerindra itu adalah dua partai yang memutuskan untuk mencalonkan seseorang yang bukan anggota mereka.
Bahkan di 2014, saya ini sempat berseberangan posisinya. Saya ini juru bicaranya Pak Jokowi, dan Pak Sandiaga Uno itu juru bicaranya Pak Prabowo. Itu dua pihak yang berseberangan di 2014.
Mengapa Anda tidak mau mengkhianati Prabowo?
Tahun 2016, dua tahun lalu, saya diundang untuk menjadi calon gubernur. Saya diundang dan dipanggil oleh Pak Prabowo. Sore itu, sebelum pendaftaran ke KPU, Pak Prabowo menyampaikan begini.
“Pak Anies, saya akan mencalonkan Anda menjadi calon gubernur. Ini tugas besar.” Kira-kira begitu pernyataannya, lalu beberapa hal disampaikan.
Selanjutnya dia bilang, "Saya bukan hanya lihat Anda. Saya melihat kakek Anda dan kakek saya. Kakek Anda dan kakek saya sama-sama bekerja mendirikan Indonesia. Dan hari ini, cucunya--saya dan Anda--harus kerja sama untuk menyelamatkan Indonesia. Ini bukan sekadar Anda dan saya. Kita meneruskan apa yang dikerjakan orang tua-orang tua kita.”
Saya tidak terlalu mengetahui, bahwa almarhum kakek saya, dan almarhum Pak Margono--kakeknya Pak Prabowo, ternyata mereka berteman, bersahabat di BPUPKI. Mereka sama-sama anggota BPUPKI.
Saya menyatakan di sini, saya siap jadi alat untuk perubahan. Saya siap untuk jadi alat umat dan rakyat Indonesia. Tapi kalau saya tidak dibutuhkan dan ada orang lain, saya pun siap mendukung. - Prabowo Subianto
Poin utamanya bukan soal kedekatan pribadi dan lain-lain, bukan. Poin utamanya adalah saya sedang bertugas di Jakarta. Dan kalau ada yang mendorong, maka saya akan sampaikan terus, bicaralah pada Pak Prabowo, bicara dengan Pak Salim. Sampaikan aspirasi itu kepada mereka.
Dan saya tidak ingin menjadi orang yang dicatat (sebagai pengkhianat), yang nanti anak-anak saya dan anak dari anak saya akan ingat. Saya tidak mau menjadi orang yang mengkhianati, menikam, pada orang yang dulu sudah bekerja membantu dan berjuang bersama.
Dalam pidato sambutan di acara Ijtima Ulama GNPF Ulama, Prabowo bilang siap mendukung sosok lain jika dirinya sudah tidak dibutuhkan. Sosok itu, menurut banyak orang, adalah Anda.
Saya melihat bahwa seringkali tugas dan amanat itu datang dengan rute yang tidak diduga. Saya juga tidak pernah membayangkan, hari ini tanggal 28 Juli. Pada 27 Juli, dua tahun yang lalu saya di-reshuffle.
Ketika saya di kementerian, saya tidak pernah membayangkan bahwa saya akan berurusan dengan Jakarta. Jadi saya selalu berkata, Allah menggariskan takdir kita, dan kita bagian untuk menjalaninya.
Karena itu, saya berikhtiar untuk Jakarta dengan sebaik-baiknya. Apa yang kita bisa kerjakan, kita harus bisa menuntaskan semua rencana-rencana.
Nah, saat ini posisi saya di DKI. Jika kemudian ada aspirasi, maka itu disampaikan kepada para pimpinan partai. Saya tidak akan meminta, saya nggak akan meminta.
Dan bila ada aspirasi, sampaikan saja ke Pak Prabowo, sampaikan saja kepada Pak Salim, kepada Pak Zulkifli Hasan. Karena mereka bertiga yang kemarin aktif di Pilkada DKI Jakarta.
Kalau kemudian sampai mereka bertiga memutuskan untuk memiliki pandangan berbeda ya nanti saya lihat. Hari ini saya tidak mau mengatakan 'Yes atau No'.
Karena terlalu awal untuk mengatakan yes di saat tidak ada undangan, juga terlalu awal mengatakan no di saat tidak ada undangan.
Saat ini saya fokus di Jakarta.
Negosiasi antarpartai tampaknya cukup alot. Apakah itu menjadi hambatan bagi Anda untuk maju di Pilpres?
Memang proses ini agak panjang. Tapi, di mana-mana yang namanya proses pencalonan itu selalu tidak sederhana.
Lihat aja pilkada. Di mana ada pilkada yang pencalonannya simpel? Pencalonannya simpel, bila ada incumbent. Kalau tidak ada incumbent, pasti prosesnya panjang.
Pemilu juga begitu. Ketika ada incumbent baru prosesnya cepat, karena incumbent-nya akan memasuki periode kedua. Tapi kalau tidak ada petahana, untuk jadi penantang, itu selalu panjang.
Jadi kita lihat saja prosesnya seperti apa, dan kita berharap nanti muncul kombinasi yang akan bisa ikut membawa perubahan di Indonesia.
Bagaimana jawaban Anda ketika ditawari menjadi calon wakil presiden oleh Prabowo?
Pernah ada obrolan memang. Tapi saya rasa waktu itu, saya sampaikan masih terlalu awal untuk membahasnya. Saya juga masih urus Jakarta. Jadi nanti saja kita bicarakan berikutnya.
Banyak orang menduga PP No. 32 Tahun 2018 menghambat Anda untuk maju ke Pilpres.
Kalau saya melihat aturan dan lain-lain, sebenarnya itu batas-batas maksimal yang selalu ada. Batas maksimal durasi kapan harus menjawab.
Di pemerintahan memang selalu begitu. Di pemerintahan itu kalau mengirimkan surat dan belum dibalas selama 15 hari, bisa diterjemahkan sebagai ‘telah disetujui’. Itu aturan umum dalam pemerintahan.
Jadi bagi kami yang berada di pemerintahan, bukan barang baru melihat kalimat yang ada di situ. Ya memang kewajarannya begitu.
Kalau saya terima surat dari instansi lain, saya punya waktu 15 hari untuk menjawab. Tapi bukan berarti saya harus menjawabnya setelah 15 hari.
Saya bisa jawabnya besok, saya bisa jawabnya lusa, saya bisa jawabnya hari ini juga. Di pemerintahan memang begitu, tapi saya diberi waktu 15 hari.
Apa target politik Anda untuk jangka pendek dan jangka panjang?
Target politik saya hari ini adalah Jakarta bisa mendapatkan semua yang kami janjikan. Dari mulai soal lapangan pekerjaan, kemudian soal kualitas pendidikan, tentang program perumahan, kemudian program transportasi. Jadi ini semua adalah keputusan politik. Itu yang menjadi target saya hari ini.
jadi saya berharap itu semua bisa dituntaskan.
Target di 2019 atau 2024?
Kalau posisi saya (sekarang) sedang jadi gubernur. Kalau sedang jadi gubernur, ya jalani aja tugas gubernur.
Jadi salah kalau udah jadi gubernur kemudian justru berinisiatif untuk mencari-cari jabatan. Baru (juga) memulai.
Karena itu saya selalu sampaikan kepada semua, 'Ingat ya, saya tidak pernah menginisiasi pembicaraan soal capres, cawapres. Saya tidak pernah menginisiasi.’
Saya posisinya selalu merespons. Karena ditanya media saya jawab, jadi ramai. Tidak dijawab juga ramai, jadi saya harus menjawab. Tapi apakah saya menginisiasi? Tidak. Karena saya sedang menjalankan sebuah tugas.
Misal nanti datang tawaran capres dan cawapres. Pilih yang mana?
Nanti saya jawab kalau tawarannya sudah datang. Tawaran belum datang masa dijawab.
[kumparan]