GELORA.CO - Pasangan Deddy Mizwar - Dedi Mulyadi kalah dalam hitung cepat pilihan kepala daerah (pilkada) Jawa Barat (Jabar) yang digelar oleh sejumlah lembaga survei.
Demiz (Deddy Mizwar) - Dedi diusung oleh partai Golkar dan Partai Demokrat.
Atas kekalahan dalam hitung cepat tersebut, Politikus Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Teddy Gusnaidi menyebutkan kekalahan Demiz - Dedi dalam hitung cepat ini disebabkan karena blunder dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Tanggapan tersebut dituliskan Teddy Gusnaidi melalui akun Twitter-nya, @TeddyGusnaidi, Rabu (27/6/2018).
Teddy menganggap kekalahan Demiz - Dedi dari pilkada Jabar adalah hal yang mengejutkan, terlebih mereka menempati posisi ketiga.
Menurut Teddy, pertarungan Pilkada Jabar mulanya adalah milik Ridwan dan Demiz sedang kedua calon lain adalah 'penggembira'.
Namun, dalam analisisnya, warga tidak ingin memilih Demiz karena faktor SBY, dan SBY dianggap kembali melakukan blunder.
Disebutkan Teddy, hal ini hampir sama seperti di Pilkada DKI Jakarta.
Dalam pilkada DKI, mulanya Anies berada di urutan paling buncit.
Namun, di penghujung menuju pilkada, SBY membuat 'masalah', sehingga surat suara yang mulanya untuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terbagi ke Ahok dan Anies.
SBY dianggap Teddy memiliki sikap yang berlebihan sehingga masyarakat tidak ingin SBY bahagia dan jumawa.
Sementara kekalahan Demiz - Dedi disebut bukan karena faktor masyarakat tidak menyukai tokoh tersebut, melainkan masyarakat tidak suka dengan SBY.
Blunder SBY adalah ketika dirinya menjadi bahan bully saat terus-terusan setelah menyerang Komjen Iriawan.
Sebelum SBY blunder, Teddy menganggap Ridwan dan Demiz akan bersaing di urutan pertama dan kedua, namun justru nama Sudrajat dan Akhmad Syaikhu lah yang muncul berada di urutan kedua dalam hitung cepat.
Berikut ini tanggapan Teddy yang dirangkum Tribunwow.com dari akun Twitternya.
"Pilkada DKI menempatkan Anies Baswedan urutan paling buncit dan yang maju ke tahap selanjutnya adalah Ahok dan AHY. Di penghujung menuju pilkada, SBY membuat "masalah" sehingga suara buat AHY terbagi ke Ahok dan Anies.
Dengan sikap SBY yang dianggap berlebihan, Masyarakat tidak ingin SBY bahagia, mereka tidak ingin SBY jumawa, sehingga mereka menggeser pilihan ke yang lain.
Faktornya bukan karena mereka tidak suka terhadap Deddy Mizwar, tapi mereka tidak suka dengan SBY.
SBY jadi bahan bullyan secara massal, ketika Komjen M. Iriawan terus2an diserang SBY.
Komjen Iriawan orang yang sangat dekat dengan masyarakat Jawa barat, beliau orang Jawa barat dan pernah jadi Kapolda jawa barat. Tentu sikap SBY sangat tidak disukai masyarakat.
Siapa yang tahu Sudrajat dan Akhmad syaikhu? gak banyak yang tahu.
Mereka dapatkan urutan kedua bukan karena PKS atau Gerindra hebat, tapi karena suara buangan dari Deddy Mizwar.
Suara pindah karena blundernya SBY.
Kenapa analisa yg saya buat kemarin Ridwan kamil yg menang? ya karena blunder yg dibuat SBY.
Sebelum SBY melakukan blunder, saya kesulitan menganalisa siapa yg unggul, karena Ridwan dan Deddy Mizwar sama2 kuat.
Tapi ketika SBY blunder, saya langung katakan Ridwan kamil menang.
Tapi saya cukup kaget ketika Deddy mizwar diurutan ketiga, ini diluar dari ekspektasi saya. Terjadi perpindahan suara besar-besaran. Terjadi eksodus suara. Suara Deddy Mizwar berpindah ke 3 calon lainnya pasca blunder yang dilakukan SBY. Masyarakat bersikap.
Tentu akan berbeda jika SBY tidak melakukan blunder. Bisa saja Deddy Mizwar yang menang, karena persaingan Ridwan dan Deddy sangat ketat.
Analisa saya kemarin bisa saja salah. Tapi bisa jadi tepat karena faktor SBY. Ridwan kamil harus berterima kasih ke SBY.
Sekali lagi, siapapun yang menang saya tidak punya kepentingan, karena saya pribadi tidak mendukung siapapun di Pilkada. Ini riil analisa secara objektif, dan kebetulan saja analisa saya di Jabar betul. Di tempat lain analisa saya melesat," tulis Teddy.[tn]