www.gelora.co – Mantan Kepala Staf Umum TNI Letjen (Purn) Johannes Suryo Prabowo melontarkan kritiknya kepada Pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.
Diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi bertemu dengan keluarga korban pelanggaran HAM atau peserta aksi Kamisan di Istana Merdeka, Jakarta pada Kamis (31/6/2018).
Pertemuan tersebut adalah pertemuan kali pertama peserta Kamisan dengan presiden sejak mereka menggelar aksi di seberang Istana sejak 2007 lalu.
Dalam pertemuan tersebut, peserta aksi Kamisan meminta Presiden Jokowi mengakui telah terjadinya sejumlah pelanggaran HAM masa lalu, khususnya yang sudah ditangani Komnas HAM.
Misalnya seperti tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa 13-15 Mei 98, Talangsari, Tanjung Priok, dan tragedi 1965.
Dalam pertemuan itu Presiden Jokowi pun berjanji akan meminta Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto dan Jaksa Agung M Prasetyo untuk berkoordinasi dengan Komnas HAM.
“Bapak Presiden berjanji akan segera memanggil Jaksa Agung dan Menko Polhukam untuk membicarakan permintaan perwakilan korban beberapa kasus HAM masa lalu,” kata Juru Bicara Presiden Johan Budi, seperti dikutip dari Kompas.com.
Menanggapi niat pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM itu Suryo Prabowo mengatakan jika dirinya pesimis.
Dilansir TribunWow.com, hal itu dikatakannya melalui akun Twitter, @marierteman, yang diunggah pada Selasa (5/6/2018).
Suryo Prabowo menilai upaya untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu itu sangatlah tidak mungkin untuk dilakukan.
Dirinya berkaca pada kasus Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan yang baru berusia satu tahun namun tak kunjung selesai.
“sangat TIDAK MUNGKIN,
pemerintah sekarang ini bisa mentuntaskan kasus pelanggaran HAM.
menyelesaikan kasus Novel Baswedan yg baru berusia 1 tahunan saja gak bisa, apalagi menyelesaikan dugaan kasus pelanggaran HAM yg terjadi puluhan tahun lalu,” tulis Suryo Prabowo.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan, membawa perkara pelanggaran HAM berat masa lalu ke ranah hukum adalah langkah yang sulit.
Bahkan, ia yakin siapapun yang menjadi presiden dan jaksa agung, tetap akan sulit melangkah ke arah itu.
“Kita harus jujur, siapapun yang memimpin negeri ini, siapapun jaksa agungnya, siapapun Komnas HAM-nya, pasti sulit untuk melanjutkan (perkara pelanggaran HAM berat masa lalu) ke proses hukum atau ke peradilan,” ujar Prasetyo saat dijumpai di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (1/6/2018) seperti dilansir dari Kompas.com.
Dirinya berpendapat, tidak mungkin melakukan penyelidikan atas kasus-kasus tersebut saat ini.
Sebab, peristiwa tersebut sudah berlangsung lama. Pihak-pihak yang diduga terlibat di dalamnya banyak yang sudah meninggal dunia.
Oleh sebab itu, pemerintah menawarkan jalan non yudisial bagi penyelesaian sejumlah kasus tersebut.[tn]