SBY: Ada Oknum BIN, Polri, TNI Tidak Netral di Pilkada

SBY: Ada Oknum BIN, Polri, TNI Tidak Netral di Pilkada

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Ketum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono menuding BIN-Polri-TNI tidak netral. Ia juga kemudian mengungkit kekalahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilgub DKI saat membahas ketidaknetralan aparat.

SBY menyampaikan hal tersebut sebelum kampanye pasangan yang diusung PD di Pilgub Jawab, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, digelar. Dia meminta aparat netral menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 pada 27 Juni mendatang.

"Mengingatkan agar negara, pemerintah, aparat BIN, Polri, dan TNI bersikap netral. Saya diserang oleh partai politik tertentu, katanya SBY panik. SBY tidak panik! Biasanya orang yang panik itu cenderung curang, insyaallah kami tidak curang, tetapi kami waspada," ujar SBY saat konferensi pers di Hotel Santika, Bogor, Sabtu (23/6).

SBY menyatakan tudingan yang disampaikannya itu bukan isapan jempol semata. Dia mengatakan ada oknum-oknum aparat yang memperlihatkan ketidaknetralannya.

"Yang saya sampaikan ini cerita tentang ketidaknetralan elemen atau oknum dari BIN, Polri, dan TNI. Itu ada nyatanya, ada kejadiannya, bukan hoax, sekali lagi ini oknum, namanya organisasi Badan Intelijen Negara atau BIN, Polri, dan TNI itu baik," sebut dia.

SBY mengaku menyampaikan hal ini karena tak ingin nama baik ketiga lembaga itu tercemar. Bahkan ia menyatakan siap ditangkap atas pernyataannya ini.

"Mungkin rakyat tidak berani menyampaikan hal-hal yang menurut mereka kok begini, kasar sekali, kok terang-terangan, biarlah saya SBY, warga negara biasa, penduduk Cikeas, Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yang bicara. Kalau pernyataan saya ini membuat intelijen dan kepolisian kita tidak nyaman dan ingin menciduk saya, silakan," tuturnya.

Lalu SBY mengungkit kekalahan sang putra sulung di Pilgub DKI. Meski mengaku ikhlas, dia meyakini AHY kalah karena ada kecurangan yang melibatkan ketidaknetralan aparat.

"Mengapa saya sampaikan, agar BIN, Polri, dan TNI netral, karena ada dasarnya, ada kejadiannya. Pilkada Jakarta, baru sekarang ini saya bicara. Meskipun kami ikhlas menerima kekalahan, ikhlas. AHY dan Demokrat sudah move on, kami sudah menerima kekalahan itu, dan kami tidak pernah patah meskipun kalah, tapi nyata sekali keganjilan-keganjilannya," kata SBY.

Presiden RI ke-6 ini berbicara soal wakil AHY di Pilgub DKI, Sylviana Murni, yang sempat dipanggil pihak kepolisian karena terseret dalam kasus dugaan korupsi bansos ketika masih menjadi pejabat Pemprov DKI. Saat itu, suami Sylviana, Gde Sardjana, juga sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan permufakatan makar oleh Polda Metro Jaya.

"Selama masa kampanye calon wakil gubernur, Ibu Silviana murni berkali-kali bahkan rutin dipanggil kepolisian, bayangkan, suaminya pun juga di begitu pun, bayangkan. Dan lain-lain yang tidak patut saya sampaikan dalam forum ini," ujarnya.

"Termasuk kurang sekian jam sebelum pemungutan suara, yang namanya Antasari mengeluarkan statement yang merusak kredibilitas SBY, sudah saya adukan ke Polri, hingga hari ini tidak ada kelanjutannya. Kalau seorang mantan presiden mengadukan menggunakan hak hukumnya tidak ditanggapi, apalagi rakyat jelata," tambah SBY.

Tak hanya Pilgub DKI, SBY juga menilai ada ketidaknetralan polisi ketika kadernya, Lukas Enembe, didatangi Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan KaBIN Budi Gunawan pada September 2017. Menurut SBY, Tito dan BG datang untuk meminta Lukas maju kembali di Pilgub Papua dengan mengajak Irjen Paulus Waterpauw (saat itu Kapolda Papua) menjadi wakilnya. Lukas juga diminta maju tidak lewat Demokrat.

"Insiden Lukas Enembe, oleh petinggi-petinggi BIN, Polri di situ, diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya, dibegitukan. Seorang gubernur, kebetulan seorang Ketua Partai Demokrat, diminta untuk menerima seorang jendral polisi untuk jadi wakilnya, cawagub, dan memenangkan partai tertentu dan bukan Partai Demokrat. Saya kira keterlaluan," beber SBY.

SBY juga kembali mengeluhkan soal dugaan kriminalisasi yang terjadi menjelang Pilgub Jatim. PD sempat menyatakan bakal cagub yang hendak diusungnya mendapat kriminalisasi. Syaharie Jaang, menurut mereka, 'dikriminalisasi' elemen negara lantaran menolak berpasangan dengan Kapolda Kaltim Irjen Safaruddin.

"Kaltim, calon kami hampir tidak bisa maju, karena diperkarakan oleh pihak kepolisian lantaran, ini informasi saya dengar, langsung testimoninya ada, pengakuannya, lantaran dia tidak mau menerima cawagub dari pihak kepolisian. Di Jatim, dengar langsung saya dari pasangan kita, ada serikat pekerja menyampaikan dukungan," sebut SBY.

"Sesaat kemudian para deklaratornya dipanggil oleh pihak kepolisian setempat, yang bersangkutan akan berkunjung ke suatu pabrik di Jawa Timur batal sesaat karena menurut informasi yang saya terima, yang punya ditelepon oleh kepolisian setempat," tambah dia.

Terakhir, SBY bicara soal Pilgub Riau. Dia menuding ada petinggi TNI dan BIN yang diminta memenangkan pasangan tertentu.

"Di Maluku kejadian, di Aru semua sudah ikut mendengarkan. Terlalu banyak, ini hanya sebagian kecil dari apa yang rakyat ketahui, yang pasangan lain ketahui, yang saya mendapatkan laporannya," ucapnya.

SBY pun mengimbau para aparat benar-benar netral menjelang berlangsungnya pilkada serentak. Rakyat juga diminta aktif bila menemukan adanya keberpihakan aparat kepada pasangan calon.

"Demi jujur dan adilnya pilkada serentak, saya mohon dengan segala kerendahan hati, netrallah negara, netralallah pemerintah, netrallah BIN, TNI, dan Polri. Saya juga berharap semua kita berani menolak semua tindak kecurangan, termasuk ketidaknetralan," tutup SBY. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita