GELORA.CO - Ketergantungan terhadap tokoh populer tanpa didukung mesin partai yang kuat dalam memenangkan Pemilihan Gubernur Jawa Barat tidak akan berdampak pada pemilih.
Menurut pengamat politik Jajat Nurjaman, Pilkada DKI Jakarta dan Banten adalah bukti hancurnya stigma tokoh populer adalah kunci kemenangan.
"Tokoh populer tanpa didukung mesin partai yang kuat tidak akan berarti layaknya kapal tanpa kru, sebaliknya jika mesin partainya berjalan dengan baik itulah yang akan menentukan kemenangan di Jawa Barat. Sebagai provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak di Indonesia, saya kira pertarungan politik Jabar akan berbeda dengan pilkada di tempat lain karena Jabar adalah kunci sebagai modal mengadapi Pemilu 2019 yang akan datang," tuturnya kepada wartawan, Senin (25/6).
Jajat menjelaskan, dari empat pasangan calon yang maju dalam Pilgub Jabar yang secara jelas didukung oleh mesin partai kuat hanya tiga yaitu pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan (Hasanah) yang diusung PDI Perjuangan, Sudrajat-Syaikhu (Asyik) oleh Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi oleh Partai Golkar dan Partai Demokrat.
Dengan bekal pengalaman dua kali menang di Jabar menjadi bukti jika mesin PKS paling efektif. Ditambah koalisi dengan Gerindra yang juga dikenal mempunyai mesin partai yang militan akan sangat sulit disaingi partai lain.
"Calon kepala daerah populer bukanlah jaminan akan memenangkan Pilkada Jabar dengan mudah, berbeda dengan dukungan kepada calon. Sebaliknya suara Jabar justru ditentukan oleh ketokohan seperti alim ulama, mengingat sudah banyaknya tokoh ulama yang mulai turun gunung dan ikut berkampanye. Siapapun calon yang paling banyak mendapat dukungan dari para tokoh ulama jabar dialah yang akan menjadi pemenang," papar Jajat yang juga direktur eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID). [rmol]