Soal Lampu Kuning Ekonomi RI, Ini Kata Darmin hingga Sri Mulyani

Soal Lampu Kuning Ekonomi RI, Ini Kata Darmin hingga Sri Mulyani

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Banyak kalangan termasuk ekonom memandang ada yang salah dengan ekonomi nasional dan patut diperhatikan. Apalagi belakangan ini, ekonomi dihantam liarnya pergerakan nilai tukar dolar AS.

Jauh sebelumnya, perekonomian nasional juga didera perlambatan konsumsi masyarakat. Namun, pemerintah selalu mengatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih baik.

Padahal rupiah sudah anjlok cukup dalam. Bayangkan dari awal tahun ini dolar AS masih tenang di level sekitar Rp 13.500, tiba-tiba menguat tiada henti hingga kemarin dolar AS tembus Rp 14.200. 

Ekonom menyebut kondisi perekonomian saat ini sudah pada tahap "lampu kuning". Layaknya rambu lalu lintas itu artinya harus berhati-hati.

Lantas, bagaimana tanggapan para menteri ekonomi dalam menyikapi permasalahan ini?

1.Darmin Sebut Penilaian Lampu Kuning Berlebihan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai anggapan lampu kuning terhadap perekonomian Indonesia cukup berlebihan.

"Sebetulnya kalau ngomongnya lampu kuning ya agak berlebihan lah," kata Darmin ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Menurutnya, kondisi nilai tukar yang sedang bergejolak tak serta-merta dapat disimpulkan bahwa Indonesia sedang mengalami krisis.

"Jangan (karena) kurs dolar bergerak, kemudian disimpulkan sudah mau krisis. Kalau krisis itu sektor rillnya juga harus goyang. Yang kemudian memberi dampak pada sektor moneter, masih belum lah," jelasnya.

Walau demikian Darmin tak memungkiri bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini harus terus diperhatikan. Pemerintah harus terus berhati-hati dalam menjaga kondisi perekonomian Indonesia.

"Tapi memang situasinya ya harus tetap diperhatikan, harus tetap dimonitor. Ya itu sepakat," tuturnya.

2. Sri Mulyani: Kita Waspada dan Hati-hati

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan terus mewaspadai dan hati-hati dengan gejolak yang terjadi di dunia.

"Kita tetap akan melihat ekonomi secara waspada dan hati-hati, kita melakukan seluruh policy kita, respons terhadap situasi yang berkembang," kata Sri Mulyani di gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Dilihat secara umum, kata Sri Mulyani, kondisi makro ekonomi Indonesia seperti pertumbuhan berada di atas 5%, defisit anggaran pada tahun ini sudah menuju di bawah 2%, sedangkan tingkat inflasi berada di level rendah.

"Oleh karena itu kita perlu melakukan adjusmentterhadap situasi yang sekarang berkembang," ungkap dia.

Untuk menjaga momentum perekonomian nasional, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku terus bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas sektor keuangan.

"Pokoknya kita jaga terus ya, yang penting kita jaga terus secara keseluruhan, kalau kita bicara ekonomi banyak tidak hanya faktor growth, tidak hanya masalah fiskal, tidak hanya masalah moneter, tidak hanya masalah neraca pembayaran, kita akan lihat keseluruhan dan juga kualitasnya, seperti kemiskinan," tutup dia.

3. Luhut: Tak Ada Indikasi Ekonomi RI Lampu Kuning

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa kondisi perekonomian Indonesia stabil dan baik-baik saja. Dia bilang Indonesia tidak sedang memasuki tahap 'lampu kuning' terhadap krisis ekonomi.

"Ah nggak ada (lampu kuning), sama sekali nggak ada tuh. Sama sekali nggak ada indikasi ke situ," kata Luhut di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Kamis (24/5/2018).

Bahkan, Luhut dengan tegas menantang pihak-pihak yang menyebut perekonomian Indonesia sudah memasuki tahap 'lampu kuning' tersebut untuk datang menemuinya. 

Dia mengatakan pemerintah memang harus terus berhati-hati dalam menjaga kondisi perekonomian agar tetap stabil. Namun, hal itu tak membuktikan bila kondisi perekonomian Indonesia masuk dalam tahap krisis.

"Mana ekonomnya suruh ke saya! Yang bilang ekonomnya itu siapa. (Jadi) bahwa kita hati-hati iya. Kita prudent di sana-sini, iya. Tapi nggak dibilang kita takabur juga, enggak. Tapi kalau bilang lampu kuning krisis, suruh ke saya dia," tegasnya.

Seharusnya, kata Luhut, semua pihak tak bisa hanya melihat pelemahan mata uang rupiah terhadap nilai tukar dolar AS menjadi patokan terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Sebab, tambah Luhut, pelemahan mata uang juga terjadi di negara lain.

"(Jadi) Anda nggak boleh melihat rupiah sendiri, jadi musti lihat currency dengan yang lain. Depresiasinya bagaimana kan sama. Lihat bagaimana dengan Filipina, bagaimana dengan yang lain-lain," jelas Luhut.

4. Pihak Istana Ikut Bicara

Staf Khusus Presiden Ahmad Erani Yustika menegaskan perekonomian Indonesia masih dalam koridor yang baik. Dia juga menegaskan ekonomi Indonesia masih jauh dari kata krisis.

Erani menjelaskan pemerintah dalam melakukan pembangunan ekomoni fokus pada 3 komitmen besar. Pertama pemerintah membangun perekonomian bukan hanya jangka pendek 5 tahun tapi sampai 30 tahun ke depan.

Hal itu bisa dilihat dari pembangunan infrastruktur yang marak dilakukan oleh pemerintah. Politik anggaran pemerintah juga tertuju pada penguatan infrastruktur.

"Sekarang bisa dicek dengan segala macam pembangunan ranking index infrastruktur kita naik luar biasa. Tentu saja apa yang bisa diperoleh infrastruktur dalam jangka panjang," ujarnya kepada detikFinance, Kamis (24/5/2018).

Komitmen pemerintah yang kedua, lanjut Erani, adalah menurunkan jurang antara si kaya dan si miskin alias gini ratio. 

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio sampai September 2017 sebesar 0,391. Angka itu turun 0,003 poin jika dibandingkan periode yang sama di tahun 2016, dan turun 0,002 poin jika dibandingkan Maret 2017.

"Gini ratio kita sebelum 2015 itu selalu meningkat, contoh pada 2004 angkanya 0,34 lalu di 2014 0,43. Nah itu perlahan dicoba diperbaiki dengan aneka kebijakan," terangnya.

Salah satu yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan gini ratio dengan melakukan pembangunan ekonomi dari wilayah pinggiran. Terbukti dari dana desa yang telah dikucurkan mencapai Rp 187 triliun.

Selain itu pemerintah juga menyiapkan bantalan bantuan bagi masyarakat miskin melalui kartu-kartu saktinya.

"Kemudian penambahan aset dan akses bagi warga paling miskin seperti petani dan nelayan. Ada reforma agraria memberikan lahan bagi mereka. Pemerintah juga sudah menghentikan pemberian lahan kepada perusahaan," tambahnya.

Fokus ketiga adalah menyiapkan instrumen untuk mengendalikan harga-harga pangan dengan cepat. Caranya dengan menyiapkan sistem agar bisa memantau ketersediaan pasokan.

Hasilnya, kata Erani, inflasi Indonesia masih bisa terjaga di bawah 4%. Tahun lalu bahwa inflasi hanya mencapai 3,61%.

"Itu yang terendah inflasi ada di bawah 4%. Selama ini inflasi 6% saja kita sudah bersyukur," ujarnya.

Menurut Erani strategi itu cukup berhasil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab ekonomi Indonesia masih tumbuh dengan rata-rata 5%. 

Sementara untuk pelemahan nilai tukar, Erani memandang banyak nilai tukar mata uang negara lain yang melemah jauh lebih parah akibat dolar AS menguat. Pelemahan rupiah menurutnya masih dalam tahap wajar.

"Argentina itu pelemahan nilai tukarnya sampai 23%. Begitu juga Brazil dan Peru. India yang dianggap negara ekonomi terkuat setelah China mata uangnya melemah 5,8%, Indonesia hanya 3,7%," terangnya.

Sedangkan tentang defisit neraca perdagangan yang melebar pada April 2018 sebesar US$ 1,63 miliar, menurutnya itu hanya siklus. Biasanya pada awal tahun banyak perusahaan yang belanja bahan baku produksinya dari luar negeri untuk 6 bulan sampai 1 tahun ke depan.

Hal itu membuat impor Indonesia membengkak, sehingga defisit neraca perdagangan terbilang besar.

Namun dia percaya defisit neraca perdagangan RI di kuartal selanjutnya akan mengecil. Sebab industri tidak akan melakukan impor bahan baku sebesar di awal tahun.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita