www.gelora.co - Insiden tewasnya dua bocah dalam acara bagi-bagi sembako maut di Monas akhir pekan lalu masih menjadi perhatian publik.
Banyaknya warha miskin yang memenuhi acara tersebut, menunjukkan bahwa Indonesia masih dalam kondisi krisis ekonomi.
Selain itu, juga menjadi bukti bahwa jumlah penduduk miskin kini semakin banyak.
Demikian disampaikan Ketua Umum Himpunan Masyarakat Profesional Muslim Alumni Universitas Indonesia yang tergabung dalam Solidartitas Muslim Alumni (Solusi) UI, Sabrun Jamil, Jumat (4/5/2018).
Dalamacara tersebut, setiap pengantri mendapat dua liter beras dan beberapa mi instan.
“Ini menunjukkan kondisi ekonomi masyarakat turun drastis. Apalagi sampai ada anak masyarakat yang ikut antre meninggal dunia,” kata Sabrun dalam keterangan tertulisnya.
Atas kejadian nahas itu, lanjutnya, Jokowi juga turut andil sebagai pihak yang bersalah dan berdosa.
Karena itu, sebagai penebus dosa dan rasa bersalah, presiden seharusnya mendatangi keluarga korban.
“Tujuannya memberi dukungan mental dan moral serta bantuan ekonomi, termasuk perlindungan hukum,” jelasnya.
Kepada aparat penegak hukum, Sabrun meminta agar tidak mengambil kesimpulan sendiri sebelum mendapatkan hasil pemeriksaan medis.
Sebab, apapun penyebab dari kematian tersebut bukan berdasarkan asumsi atau common sense.
Hal itu demi menghindari penilaian publik yang menyebut polisi berupaya melindungi kelompok tertentu, menghalangi kebenaran dan membuat kesimpulan sendiri tanpa pemeriksaan medis.
“Padahal orang tua si anak sudah memberikan kesaksian bahwa anaknya meninggalkan akibat ikut antre bukan karena sakit,” ujarnya.
Sebaliknya, jika pihak panitia penyelenggara pembagian sembako lalai sehingga timbul korban nyawa, maka aparat penegak hukum harus segera memeriksa dan meminta pertanggungjawaban pihak panitia.
“Dari manapun ketua panitia itu berasal, hukum harus ditegakkan dengan adil, bukan sebaliknya,” tegas dia. [psid]