www.gelora.co - Data pertumbuhan ekonomi alias PDB kuartal I-2018 yang lebih tinggi dibandingkan periode tahun lalu, gagal menopang rupiah.
Mata uang Garuda bahkan menembus level psikologis Rp 14.000 per dollar AS.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot pada pukul 17.00 WIB mencapai Rp 14.001 per dollar AS atau melemah 0,41% dibandingkan penutupan pekan lalu.
Kurs tengah Bank Indonesia juga mencatat rupiah terdepresiasi 0,09% menjadi Rp 13.956 per dollar AS.
Hari ini, Badan Pusat Statistik mengumumkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 sebesar 5,06% year on year (yoy). Angka itu lebih tinggi dari kuartal pertama 2017 yang hanya 5,01%. Namun, mata uang Garuda terus tertekan terhadap dollar AS.
Ahmad Mikail Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia mengatakan, pelemahan rupiah pada sore ini kemungkinan lebih dipicu faktor eksternal.
"Trump kemungkinan akan memperpanjang sanksi terhadap Iran, yang bisa membuat harga minyak naik ke US$ 80 per barel.
Ini kemungkinan akan menaikkan defisit migas kita," kata Mikail, Senin (7/5).
Mikail memproyeksikan, besok, rupiah masih akan cenderung melemah di rentang Rp 13.950-Rp 14.000 per dollar AS.
Namun, seiring tekanan terhadap rupiah yang semakin kuat, Bank Indonesia akan terus lakukan intervensi di pasar.
Butuh obat paten
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) membuat gusar banyak kalangan.
Perlu obat paten untuk mengembalikan stamina dan kekuatan otot rupiah.
Berbagai upaya juga tengah digagas pemerintah untuk menjaga rupiah. Salah satunya adalah wacana mengubah sistem kurs rupiah dari saat ini mengambang menjadi tetap.
Menurut sumber KONTAN di Istana, mengubah sistem kurs rupiah menjadi tetap merupakan pilihan yang sedang dikaji pemerintah.
Namun belum jelas bagaimana kebijakan ini akan diterapkan. Yang jelas, sistem kurs tetap sudah pernah terjadi di Indonesia.
Pada tahun 1970-an, Indonesia menganut sistem kurs tetap untuk dollar AS. Namun mulai 1978, sistem kurs itu berubah menjadi mengambang terkendali.
Wijayanto Samirin, Staf Khusus Wakil Presiden RI bidang Ekonomi dan Keuangan mengakui ada pembahasan di internal pemerintah terkait pelemahan rupiah. Namun, opsi perubahan sistem kurs tetap tidak ada.
"Strategi pemerintah menekan current account deficit, dengan mendorong investasi berorientasi ekspor, meningkatkan ekspor dan menggalakkan tourism," jelas Wijayanto, Minggu (6/5).
Pakar ekonomi dan Direktur CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai, selain menjalankan sistem kurs tetap, Indonesia bisa saja menetapkan kurs mata uang sendiri seperti layaknya China.
Menurutnya, hal itu bisa menjadi angin segar untuk investor dan pengusaha karena ada kepastian nilai tukar.
Namun Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah mengatakan, pelemahan rupiah masih di batas wajar.
Untuk periode 1 Januari 2018-4 Mei 2018, volatilas rupiah sebesar 5,7%, ini lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara lain yang mencapai 11%. "Jangan panik," jelas Nanang, Jumat (4/5).
Untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, BI menyatakan telah menyiapkan empat resep.
Pertama, senantiasa berada di pasar untuk memastikan ketersediaan likuiditas valas dan rupiah dalam jumlah memadai.
Kedua, memantau perkembangan perekonomian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik.
Ketiga, memperkuat cadangan devisa dan second line of defensebersama dengan institusi dari eksternal.
Keempat, jika tekanan nilai tukar berlanjut serta berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi, BI menaikkan suku bunga. [tribun]