www.gelora.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mengungkap siapa “dalang” kongkalikong pembelian lahan di Cengkareng, Jakarta Barat di masa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang merugikan negara Rp668 miliar. Apalagi, ada putusan pengadilan yang memperkuat posisi Pemprov DKI.
"Gugatan pihak ketiga, kan, ditolak PN Jakpus (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat). Pemprov DKI pun berhak menagih terhadap pihak ketiga itu terkait uang yang dibayarkan untuk pembelian lahan. Artinya, sudah terang ada oknum di lingkungan Pemprov DKI dalam pengadaan lahan ini," ujar Direktur Eksekutif Jakarta Monitoring Network (JMN), Ahmad Sulhy, di Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Sandi sebelumnya, melaporkan kasus pembelian lahan di Cengkareng pada 2015 senilai Rp668 miliar ke KPK. Alasannya, banyak pembelian lahan 'gila-gilaan' di penghujung tahun demi mengejar penyerapan anggaran.
Terlebih, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2016, menyebutkan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI merugi akibat pembelian lahan 4,6 hektare ini. Soalnya, lahan yang dibeli Dinas Perumahan tersebut tercatat sebagai aset Pemda DKI cq Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan.
Sayangnya, tambah Sulhy, sampai kini tak jelas kabar pengusutannya. Begitu pula proses pengusutannya oleh Bareskrim dan Kejaksaan Agung. "Nilai transaksinya, kan, luar biasa fantastis. Masa enggak jelas progresnya?" kritik dia.
Apalagi, yakinnya, proses pembelian lahan dari Toeti Noezlar Soekarno itu melibatkan banyak pihak. "Saya enggak yakin, pemainnya cuma orang dinas. Pasti ada orang besar di belakangnya, kayak pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras," ucapnya.
"Apa karena ada 'orang besar' di belakang, maka aparat hukum kehilangan nyali untuk mengusutnya?" tanya Sulhy mengakhiri.
DPRD DKI
Terkait kasus ini, pihak DPRD DKI Jakarta berencana memanggil satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait pembelian lahan Cengkareng. Sebab, belum ada tindak lanjutnya atas putusan pengadilan yang memperkuat posisi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.
"Kemungkinan kita akan memanggil. Tetapi, lagi bulan puasa," ujar Anggota Komisi C DPRD DKI, Ruslan, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Disisi lain, Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI, Prabowo Soenirman, menerangkan, internal fraksinya akan segera membahas masalah tersebut. Tujuannya, mengembalikan kerugian daerah.
"Kita juga ingin menjadikan ini sebagai trigger perbaikan manajemen aset DKI, karena banyak aset yang enggak jelas ke mana larinya. Kalau dibiarkan, kasus serupa bukan enggak mungkin terulang," jelasnya.
Gila-gilaan
Sebagai informasi, Wakil Gubernur DKI, Sandiaga Uno telah melaporkan kasus pembelian lahan di Cengkareng pada 2015 senilai Rp668 miliar ke KPK. Alasannya, banyak pembelian lahan 'gila-gilaan' di penghujun tahun demi mengejar penyerapan anggaran.
Apalagi, temuan BPK di 2016, menyebutkan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI merugi akibat pembelian lahan 4,6 hektare ini. Karena, lahan yang dibeli Dinas Perumahan tersebut tercatat sebagai aset Pemda DKI yaitu Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan.
Disisi lain, Bareskrim dan Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memulai proses penyelidikan perkara tersebut. Tapi, hingga kini belum jelas perkembangannya.
Untuk diketahui, pada tanggal 6 Juni 2017, Pemprov DKI Jakarta dinyatakan menang atas kasus gugatan sengketa lahan 4,6 hektar di Cengkareng, Jakarta Barat. Atas kemenangan itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada masa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah merugikan keuangan negara sebesar Rp668 miliar.
Kasus ini bermula dari temuan BPK yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap Laporan Anggaran Tahun 2015 silam. Dalam LHP BPK tersebut, ditemukan adanya pembelian lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Artinya, lahan sendiri dibeli sendiri. Hal ini diketahui setelah adanya keterangan dari lurah dan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta.
Menurut Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah pada Kamis (21/7), pembelian lahan Cengkareng Barat melalui APBD 2015 diputuskan berdasarkan disposisi Ahok kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono dan Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta Ika Lestari Aji.
Dinas Perumahan DKI Jakarta mengaku membeli lahan tersebut sebesar Rp668 miliar. Akan tetapi, pengakuan tersebut disangkal oleh pemilik lahan, Toeti Noezlar Soekarno. Ia mengaku hanya menerima Rp448 miliar. Singkat kata, ada penyunatan atau korupsi dana sebesar Rp220 miliar. [htc]