MUI Kritik Rencana Tarawih di Monas, Ini Tanggapan Tegas Sandi

MUI Kritik Rencana Tarawih di Monas, Ini Tanggapan Tegas Sandi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis mengkritik rencana Pemprov DKI menggelar tarawih berjemaah di Monas pada 26 Mei mendatang. Wagub DKI Sandiaga Uno menegaskan rencana itu akan tetap berjalan.

"Ya itu masukan yang baik. Jadi tentunya kita juga menentukannya tidak semena-mena, kita minta pandangan daripada para ulama, dan salah satu concern kemarin... itulah bagaimana kalau kita membludak keinginannya, ada masjid yang ditentukan seperti masjid Istiqlal tidak mencukupi," kata Sandiaga kepada wartawan usai meresmikan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jl Sunter Baru, Jakarta Utara, Minggu (20/5/2018).

Sandi mengatakan pemilihan Monas sebagai tempat salat tarawih sudah dikonsultasikan dengan para ulama. Dia juga mengatakan sudah berkoordinasi dengan Polda Metro.

"Kan sudah sering juga dipakai untuk maulid, sudah sering juga dipakai untuk istigasah, jadi kita tentukan sama-sama. Untuk buka puasa bersama juga kita turuti kemauannya, jadi kita memutuskan untuk dilakukan di Jakarta Islamic Center," ujar Sandi.

Rencana salat tarawih itu di soal oleh Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Cholil Nafis. Berikut ini pernyataan lengkap Cholil:

Shalat Tarawih di Monas ?

Oleh. Cholil Nafis
Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat
Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok

1. Saya kok ragu ya kalau alasannya tarawih di Monas utk persatuan. Logikanya apa ya? Bukankah masjid Istiqlal yang megah itu simbol kemerdekaan, kesatuan dan ketakwaan. Sebab sebaik-baik shalat itu di masjid karena memang tempat sujud. Bahkan Nabis saw. selama Ramadhan itu i'tikaf di masjid bukan di lapangan.

2. Marilah yang sehat menggunakan logika kebangsaan dan keagamaan. Jangan menggunakan ibadah mahdhah sebagai alat komunikasi yang memunculkan riya' alias pamer. Shalat Ied aja yang untuk syi'ar masih lebih baik di Masjid kalau bisa menampungnya. Meskipun ulama ada yang mengajurkan di lapangan karena syi'ar tapi Masjid masih lebih utama.

3. Shalat tarawih itu menurut sebagian ulama sebagai shalat malam, maka lebih baik sembunyi atau di masjid. Makanya Nabi saw hanya beberapa kali shalat tarawih bersama sahabat di Masjid. Makanya kalau shalat di Monas karena persatuan sama sekali tak ada logika agamanya dan kebangsaannya. pikirkan yang mau disatukan itu komunitas yang mana?

4. Duh, yang mau disatukan dengan shalat tarawih itu komponen yang mana? dan yang tak satu yang mana? kalau soal jumlah rakaat yang berbeda sudah dipahami dengan baik oleh masjid-masjid bahwa yang 8 atau yang 20 bisa shalat bareng berjemaah hanya yang 20 kemudian meneruskan. Ayolah agama ditempatkan pada relnya jangan dibelokkan.

5. Saya berharap pemprov DKI mengurungkan niat tarawih di Monas. Cukuplah seperti maulid dan syiar keagamaan aja yang di lapangan. Tapi shalat di lapangan sepertinya kurang elok sementara masih ada masjid besar sebelahnya yang bisa menampungnya. Ayo pemprov DKI lebih baik konsentrasi pada masalah pokok pemerintahannya yaitu mengatasi banjir dan mecet yang tak ketulungan dan merugikan rakyat.

Tak hanya MUI, Muhammadiyah juga mengkritik rencana itu. Salat tarawih di Monas dikhawatirkan menimbulkan kesan politis.

"Salat tarawih di Monas bisa menimbulkan kesan politis. Dalam konteks luas dan jangka panjang, bisa menjadi preseden untuk kegiatan serupa oleh pemeluk agama lainnya," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada detikcom, Sabtu (19/5/2018) malam. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita