Ali Fauzi (kiri), mantan kombatan dan pentolan JI bersama Ahmad Azhar Basyir, mantan Napiter yang divonis 8 tahun warga Karanggeneng yang baru sepekan bebas, Sabtu (12/5/2018). |
www.gelora.co - Aksi bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018) menjadi perhatian banyak kalangan.
Ada yang meyakini, aksi teror bom tersebut merupakan aksi balas dendam terkait dengan peristiwa di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jabar, Rabu kemarin.
Hal ini ditegaskan Ali Fauzi, mantan pentolan Jamaah Islamiyah (JI) yang juga adik kandung sang Trio Bomber Bali, saat menyampaikan tanggapan dan analisanya.
Ditemui Tribunjatim.com Minggu (13/5/2018) siang ini, Manzi, panggilan lapangan Ali Fauzi saat di medan tempur mengungkapkan, bahwa insiden bom meledak di tiga gereja di Surabaya itu adalah bagian dari balas dendam terkait dengan peristiwa di Mako Brimob.
Munuculnya rekaman di video, instagram yakni, nampak jelas bagaimana seorang anggota polisi menyuapi makan dengan kedua tangan diborgol pada napiter dalam bus perjalanan menuju Nusakambangan, itu menjadi penyulut kemarahan mereka yang sejalan dengan para napiter.
"Jadi kelompok ini sangat terprovokasi dengan video yang beredar luas itu," ungkap Ali Fauzi.
Kelompok teroris mana yang beraksi di Surabaya meledakkan bom di tiga gereja? Ali Fauzi memantapkan keyakinannya bahwa pelakunya adalah kelompok yang bergerak dalam medio 4 hingga 5 tahun yang lalu.
"Kelompok ini berafiliasi dengan ISIS," tandasnya.
Tapi mengapa yang jadi sasarannya gereja, Ali membeberkan, sesungguhnya aksi serupa pernah tahun 2000.
Dimana gerakan serentak saat itu ada di sembilan kota termasuk diantaranya di Batam, Pekanbaru, Mojokerto, Bandung, dan Jakarta dengan pengiriman 25 paket bom.
"Yang beda, modelnya antara dulu dan sekarang," katanya.
Dalam kejadian ini, menurut Ali Fauzi, polisi tidak berarti kecolongan.
Karena pada dasarnya polisi tahu akan ada balasan, hanya tidak diketahui pasti kapan dan dimana akan terjadi.
Negara manapun seperti bisa terjadi, termasuk di Amerika Serikat.
Jika kelompok teroris mendapat tekanan, maka yang dibawah akan bergerak.
"Mungkin polisi tahu, tapi dimana dan kapan," imbuhnya.
Kelompok pengebom ini, menurutnya tidak masuk dalam perakit bom besa. Kalaupun ada kebakaran itu hanya efek samping.
Bukan karena efek residunya. Yang muncul api dan terbakar itu ban, tangki bensin dan lainnya.
Sedangkan asap yang membumbung tinggi itu juga akibat efek samping benda-benda seperti ban yang terbakar.
Asap tinggi itu bukan efek residu, makanya warna asapnya hitam buka putih. Sementara dominan warna asap yang muncul tadi itu hitam.
"Kalau warna asap juga bisa dipelajari bahan peledaknya dari apa. Tergantung bahannya," ungkap pria yang juga Ketua Yayasan Lingkar Perdamaian ini.
Polisi yang olah TKP akan bisa melihat benar apakah itu dampak residu atau bukan.
Dan bisa dicocokkan dengan bahan-bahan yang terbakar di sekitar kejadian.
Jika ada kesamaan pola, maka dengan mudah untuk mengidentifikasinya.
Apakah sama dengan yang dulu (kelompok insiden tahun 2000, red) yang berafiliasi dengan ISIS atau tidak.
"Bom dari kelompok baru atau lama," katanya.
Ali Fauzi menambahkan analisa mendalam yang bisa dipakai jalan dalam proses penyelidikan oleh polisi.
Dari pengamatannya video yang terjadi, bahwa nampak seorang ibu yang mengajak anaknya untuk melakukan aksi itu.
Kesimpulan yang bisa diambil adalah, seorang ibu yang sampai berani beraksi mengajak anak ada beberapa kesimpulan.
Kemungkinan si ibu ini anggota keluarganya, mungkin suaminya masih dalam tahanan, atau anaknya juga dipenjara.
Bisa juga suaminya meninggal di Syiria atau di Irak. "Perlu dicari tahu," tegasnya.[tn]