
www.gelora.co - Rekaman pembicaraan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir yang direkayasa isi pembicaraannya dan disebarkan di media sosial merupakan cara-cara kotor yang dilakukan untuk mendiskreditkan Menteri BUMN.
Demikian disampaikan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu Arief Poyuono dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (5/5).
“Tidak ada yang istimewa dalam percakapan telepon antara Menteri BUMN dan Dirut PLN sekalipun dalam rekaman tersebut menyebut nama kakak dari Menteri BUMN (Ari Soemarno),” terang Arief Poyuono.
Menurutnya, sudah jelas dan clear bahwa rekaman tersebut adalah membahas kerjasama antara PT BSM dengan PLN dan Pertamina untuk membangun Terminal Gas Bojanegara yang hingga saat ini belum terealisasi.
Ia menambahkan, pembicaraan dalam rekaman itu wajar-wajar. Sebab, keduanya hanya membahas besaran share/saham yang harus dikuasai oleh PLN yang nantinya sebagai konsumen dari Terminal Gas Receiving Bojanegara.
Terminal ini nantinya mensupply gas ke PLTU Muara Tawar. PLN meminta saham hingga 15 persen dalam joint venture antara PT BSM, PLN dan Pertamina dimana Pertamina bertindak sebagai offtaker.
Selain menjadi offtaker, saat ini Pertamina juga ikut di manajemen untuk menjamin kualitas produk sebelum sampai ke konsumen. Dalam skema kerja sama ini, BSM menyerahkan sepenuhnya offtaker LNG kepada Pertamina.
“Offtaker merupakan pembelian hasil-hasil minyak dan gas bumi serta turunannya untuk kemudian didistribusikan kembali ke konsumen,” kata Arief Poyuono.
Terminal regasifikasi yang digagas sejak 2013 ini menguntungkan semua pihak karena dia melihat kerjasama ini murni business to business demi mengantisipasi defisit gas di Jawa Barat.
Namun hingga sekarang belum terealisasi karena belum ada kesepakatan besaran kepemilikan saham antara ketiga korporasi tersebut.
“Sementara sangat jelas Ari Soemarno bertindak sebagai lead coordinator PT BSM sejak 2013. Artinya tidak ada konflik of interest dalam kerjasama ini,” imbuhnya.
Dijelaskan Arief Poyuono, wajar saja terjadi negoisasi dalam menentukan besaran saham terkait beban dan modal yang disetor dalam proyek tersebut. Dan jelas-jelas Menteri BUMN tetap meminta agar PLN bisa memiliki saham yang signifikan hingga akhirnya tidak ada kata sepakat dalam kerjasama tersebut.
“Jadi plintiran rekaman menjadi bagi bagi fee merupakan fitnah. Dan mulai terlihat ada operasi senyap dari pihak-pihak tertentu yang ingin menggantikan posisi Menteri BUMN yang akhirnya nanti akan menjadikan BUMN sebagai bancaan,” ujarnya.
Masih kata Arief Poyuono, kalau dari pengakuan Sofyan Basir yang mengetahui pembicaraannya dengan Menteri BUMN direkam, artinya patut diduga ada seseorang yang disuruh merekam pembicaraan tersebut yang kemudian suatu hari bisa digunakan untuk mendiskreditkan Menteri BUMN.
“Karena saya sudah mengecek ke kawan-kawan di Telkomsel bahwa tidak bisa dan tidak mungkin percakapan bisa direkam oleh operator seluler, kecuali oleh aparat penegak hukum dan BIN. Tapi kok rasanya enggak mungkin penegak hukum dan BIN ya?” katanya.
Ia menambahkan, patut diduga justru ada kepentingan Sofyan Basir yang dijanjikan jadi menjadi Menteri BUMN oleh grup mafia BUMN.
Sofyan Basir diduga berperan seakan-akan bertahan meminta besaran saham yang kepentingan PLN kemudian rekaman tersebut dipelintir menjadi seperti bagi-bagi fee untuk mendiskreditkan Menteri BUMN.
“Dan anehnya lagi banyak organisasi LSM jadi-jadian yang digerakkan untuk melakukan aksi demo dengan dasar rekaman tersebut,” katanya.
“Ini pasti ada grup mafia BUMN yang selama ini kesulitan melakukan bancaan di BUMN selama era pemerintahan Joko Widodo yang mana BUMN lebih dikelola secara profesional,” demikian Arief Poyuono yang juga Waketum Gerindra ini.[psid]