www.gelora.co - Presiden Joko Widodo mencopot Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin terkait polemik 200 nama penceramah yang direkomendasikan Kementerian Agama (Kemenag). Menag disebut telah melanggar hak asasi manusia.
“Pak Presiden harus cepat mengambil sikap dan tindakan untuk mencopot atau memecat menteri agama Lukman Hakim Saifuddin dari jabatannya,” kata Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Ali Lubis melalui pesan elektronik yang dipancarluaskannya, Sabtu (26/5).
Dia mengatakan Lukman Hakim Saifuddin patut diduga telah melakukan pelanggaran HAM karena melakukan perbuatan diskriminasi terhadap ulama atau mubaligh lain yang tidak termasuk dalam daftar rekomendasi Kemenag tersebut.
Masalah perlakuan diskriminatif, kata Ali Lubis sudah jelas diatur dalam konstitusi. Pasal 28 I ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif.” Selain itu juga diatur di dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 3 ayat 1,2 dan 3.
“Maka berdasarkan ketentuan perundanga-undangan, Kemenag RI harus mencabut rekomendasi tersebut. Selain karena bersifat diskriminatif, rekomendasi tersebut juga dapat menyebabkan perpecahan antar ulama atau mubalig dan umat Islam,” katanya.
Rekomendasi mubaligh dikeluarkan Kemenag dengan berpedoman pada tiga kriteria, yaitu mempunyai keilmuan agama yang mumpuni, reputasi yang baik dan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi. Dengan demikian, kata Ali Lubis, Kemenag mengartikan hanya 200 ulama atau mubalig saja yang masuk kriteria, sementara yang lain tidak termasuk.
“Sangat dikhawatirkan akan timbul sebuah persepsi atau penilaian dari masyarakat bahwasanya ulama atau mubaligh yang tidak masuk kedalam rekomendasi Kemenag bersifat tidak baik atau berbahaya serta tidak cinta terhadap NKRI. Presiden Jokowi harus bersikap, jangan sampai terjadi kecenderungan terbelahnya cara pandang masyarakat sehingga menyebabkan sikap yang antipati terhadap pemerintahan,” tukas Ali Lubis.[psid]