www.gelora.co - Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) seperti momok bagi masyarakat juga bagi penguasa.
Momok bagi masyarakat karena saking susahnya memdapatkan KTP-el, lain lagi bagi penguasa yang terlihat ketakutan jika ada masalah sedikit saja terkait KTP-el. Ketakutan penguasa ini menyiratkan adanya tabir tersembunyi di balik benda kecil yang tipis itu.
Demikian disampaikan Koordinator Investigasi Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman dalam keterangan tertulis kepada redaksi sesaat lalu, Rabu (30/5).
Misalnya kasus yang baru-baru ini menggegerkan publik. Di Simpang Salabenda, Kemang, Kabupaten Bogor, malah ditemukan KTP yang tercecer dengan jumlah yang banyak.
"Sangat wajar publik merespon negatif dengan kejadian ini, karena selain begitu sulitnya mengurusi KTP-el masyarakat masih sakit hati dengan kasus mega korupsi KTP-el yang belum juga tuntas," terang Jajang.
Berdasarkan pantauan CBA, program Kementerian Dalam Negeri terkait KTP-el memang masih banyak masalahnya.
"Selain KTP yang tercecer di Bogor kami mencatat ada lima proyek terkait KTP-el yang dijalankan Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil di dua tahun (2017 dan 2018) yang berpotensi menjadi skandal KTP-el selanjutnya," tutur Jajang.
Untuk 5 proyek ini anggaran yang disiapkan Kemendagri mencapai Rp299.095.142.409. Uang ratusan miliar ini digunakan untuk 3 proyek Annual Technical Support Aplikasi Biometric KTP-el. Di mana dua proyek dijalankan tahun 2017 dan satu proyek dijalankan tahun 2018, untuk tiga proyek ini anggaran yang dihabiskan sebesar Rp129.718.900.000.
Ada juga dua proyek Pengadaan Blangko KTP-el yang dijalankan di tahun 2017 dengan anggaran yang dihabiskan sebesar Rp158.643.900.000.
Untuk lima proyek ini CBA mencatat beberapa temuan. Yaitu, dua proyek Pengadaan Blangko KTP-el selalu dimenangkan oleh perusahaan yang sama. Perusahaan tersebut adalah PT Pura Barutama yang beralamat di Jl. AKBP Agil Kusumadya 203 Kudus. PT Pura Barutama mendapatkan Rp158.643.900.000 dari Kemendagri.
"Selalu dimenangkannya PT Pura Barutama, menurut kami sangat janggal mengingat dalam proses lelang masih terdapat perusahaan lain yang menawarkan harga efisien. Contohnya yang ditawarkan PT Trisakti Mustika Graphika dalam pengadaan blangko KTP-el. Harga yang diajukan lebih rencah Rp 2,7 miliar tapi tetap digugurkan," ujar Jajang.
Selain itu, dalam proyek Annual Technical Support Aplikasi Biometric KTP-el Tahun 2017 juga ditemukan kasus yang sama. Di mana perusahaan yang dimenangkan Kemendagri yakni PT Telekomunikasi Indonesia dengan nilai kontrak sebesar Rp10.255.300.000, jauh lebih mahal dibanding penawar terendah yakni perusahaan Cahaya Anugrah Firdaus yang menawarkan Rp 8,9 miliar.
"Secara keseluruhan dalam lima proyek di atas, CBA menemukan potensi kebocoran uang negara sebesar Rp 4,8 miliar. Hal ini sangat disayangkan, karena ternyata Kemendagri hingga kini belum juga beres dalam menjalankan proyek KTP-el," sebut Jajang.
Untuk itu CBA mendorong pihak berwenang khususnya KPK, tidak hanya fokus dengan mega skandal KTP-el sebelumnya, namun juga membuka penyelidikan dengan proyek KTP-el yang disebutkan alias skandal KTP-el jilid II.
"Temuan ini juga menjadi catatan penting bagi KPK untuk terus mengawasi proyek KTP-el yang sedang dijalankan Kemendagri karena tidak menutup kemungkinan masih banyak penyimpangan yang dilakukan," demikian Jajang.
[rmol]