www.gelora.co - “Jadi ini berawal dari semua permasalahan yang sudah dikumpul-kumpul, diakumulasi oleh ikhwan-ikhwan, dari mulai masalah pembatasan tentang hak-hak: makanan, kemudian masalah besukan, dan sebagainya,” ujar Abu Qutaibah alias Iskandar alias Alexander dalam kronologi penyebab kejadian ricuh di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Selasa malam (8/5).
Abu Qutaibah adalah sosok yang dituakan di antara penghuni tiga blok khusus tindak pidana terorisme di Rutan Mako Brimob. Ia adalah narapidana tindak pidana terorisme (napiter) Bom Kampung Melayu yang ditangkap pada Juni 2017 oleh Densus 88 Mabes Polri.
Rekaman Abu Qutaibah tersebut kami dapatkan secara eksklusif. Rekaman ini menjadi tambahan informasi ihwal penyebab ricuh yang membuat lima personel polisi tewas dan terjadi drama penyanderaan seperti klaim pihak kepolisian.
Versi polisi, ricuh yang bermula sejak Selasa sore (8/5) itu disebabkan persoalan titipan makanan yang tertahan milik salah seorang penghuni tahanan.
Menurut Abu Qutaibah dalam rekaman berdurasi 11 menit 35 detik ini, insiden pemberontakan napi dan terdakwa kasus terorisme itu akumulasi kekesalan para napiter karena barang titipan yang diberikan kolega mereka tak bisa masuk ke ruang tahanan. Selain itu, ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika besuk.
“Akhwat kami ditelanjangi,” ujar Abu Qutaibah.
“Itu terkadang sudah pakai celana dalam, disuruh loncat jongkok. Ini dengan tujuan kalau ada barang terlarang bisa jatuh karena disuruh loncat-loncat. Ini satu hal yang tidak manusiawi menurut kami,” tambah Qutaibah.
Akumulasi kekesalan itu kemudian meledak saat permintaan penjelasan para napiter kepada petugas tak direspons dengan baik. Para napiter mendatangi kantor sipir untuk meminta penjelasan kenapa barang, termasuk makanan yang diberikan oleh keluarga mereka, tidak diantar ke tahanan.
Saat para napiter meminta penjelasan, kata Abu Qutaibah, seorang anggota Densus 88 meletuskan tembakan yang melukai rekan mereka. Tembakan itu tepat mengenai dada kiri seorang tahanan. Belakangan, diketahui tahanan yang tertembak itu adalah Wawan Kurniawan alias Abu Afif.
Petugas kemudian melepas tembakan kembali dan menumbangkan Benny Syamsu, terdakwa tindak pidana terorisme asal Pekanbaru, yang persidangannya satu majelis dengan Wawan di PN Jakarta Barat. Saat mengetahui rekan mereka tumbang, kemarahan memuncak dan situasi tak bisa dikendalikan.
“Ketika mereka sampai dengan kemarahan mereka di kantor sipir ada petugas Densus yang mengeluarkan tembakan, kemudian ikhwan kami terluka. Satu orang,” kata Qutaibah.
“Wallahu a'lam ini semua di luar dugaan kami. Jadi kalau pihak Densus menyalahkan kami, tidak bisa. Karena insiden ini tidak ada rencana sebelumnya.”
Sebelum kami mendapatkan rekaman ini, kami sempat menghubungi Asludin Hatjani, kuasa hukum Aman Abdurahman sekaligus pengacara Wawan dan Benny.
Asludin membenarkan klaim polisi yang menyebut pemantik kerusuhan di Rutan Mako Brimob bermula dari makanan.
“Dia (Wawan) ingin makanan yang dibawa istrinya, tapi tidak bisa masuk,” ujar Asludin via telepon, Kamis malam (10/5).
Sebelum kerusuhan di Mako Brimob itu, Wawan baru saja menjalani persidangan kedua atas kasus kepemilikan senjata api dan rencana jihad ke Marawi. Wawan mengeluhkan perlakuan petugas kepada Asludin.
Pengakuan ini sinkron dengan keterangan polisi. Sebagaimana klaim polisi dalam jumpa pers di Mako Brimob, Rabu pagi (9/5/), pemantik kerusuhan bermula dari makanan yang tak diberikan petugas kepada para tahanan terpidana teroris. Wawan dianggap provokator kerusuhan di Rutan Mako Brimob.
“Pemicunya hal sepele, masalah makanan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Mohamad Iqbal.
Namun, keterangan polisi tak sepenuhnya menjawab penyebab lain soal kericuhan berdarah itu. Banyak yang tak dikatakan polisi mengenai insiden selama 38 jam tersebut.
Akumulasi Kekesalan
Sebelum kami mendapatkan rekaman eksklusif Abu Qutaibah—orang yang dituakan dalam sel di tiga blok Rutan Salemba cabang Mako Brimob, pernyataan serupa juga kami dapatkan dari Muhammad Jibriel Abdul Rahman, mantan terpidana kasus tindak pidana terorisme Pemboman Hotel JW Marriot tahun 2009. Menurut Jibriel, kericuhan berdarah itu merupakan akumulasi dari perlakuan yang selama ini diterima para tahanan.
“Di saat orang divonis masuk ke dalam penjara, dia tidak akan pernah senyaman apa yang dia lakukan. Jadi, ketika kamu merasa dizalimi, itu wajar. Kalau enggak mau, ya bebas aja,” ujar Jibriel di sela-sela rapat persiapan aksi demonstrasi 11 Mei 2018 atau ‘Aksi 115’ di Monumen Nasional hari ini.
“Rentetan-rentetan terjadinya hal tersebut (kerusuhan di Rutan Mako Brimob) ini panjang,” katanya.
Ia menyebut kerusuhan Selasa malam (8/5) itu bermula dari perlakuan petugas di dalam rutan. Salah satunya prosedur pemeriksaan di dalam rutan yang membuat tahanan di blok khusus itu meradang.
Pernyataan serupa dikatakan oleh Firdaus Ghazali, pengacara deportan ISIS yang tertangkap di perbatasan Suriah. Di Rutan Mako Brimob, memang ada perlakuan yang membuat risih pembesuk. Ia pernah mengalami perlakuan yang dianggap melebihi batas ketika menemui kliennya di dalam rutan.
“Saya sampai membuka semua pakaian hingga celana dalam saya,” ujarnya.
Ia menyebut aturan ketat itu mulai berlaku baru-baru ini. Aturan itu, katanya, dibuat oleh Brimob yang menjaga keamanan di area rutan.
Ali Fauzi, mantan terpidana terorisme bom Bali sekaligus adik kandung Amrozi, juga mengatakan hal sama. Ia menilai ada perlakuan yang tak seharusnya diterapkan berlebihan pada prosedur pemeriksaan untuk para pembesuk di Rutan Brimob.
“Dalam beberapa hal, harusnya lelaki yang memeriksa. Ini yang membuat mereka tersinggung. Harusnya sesuai prosedurlah,” kata Ali Fauzi melalui sambungan telepon, Kamis (10/5).
Tirto mencoba mengonfirmasi ihwal pernyataan Abu Qutaibah seperti yang muncul dalam rekaman, bahwa ada perlakuan anggota polisi yang dianggap melecehkan istri mereka ketika membesuk tahanan di Mako Brimob, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto membantahnya.
"Enggak mungkin lah kalau itu. Hoaks itu saya berani jamin kalau yang menjenguk ditelanjangi, nggak mungkin," kata Setyo di Mabes Polri, Jumat (11/5) [tirto]