Oleh: Tony Rosyid*
Hashtag ABJ (Asal Bukan Jokowi) sekarang bermetamorfosis menjadi Hashtag #2019GantiPresiden. Makin lama makin masif. Baju, kaos, topi, tas, slayer, spanduk, sampai bungkus pepsodentpun bertulis #2019GantiPresiden.
Kata Giant, nama sebuah supermarket, diganti jadi meme “Ganti Presiden.” Tumbuh kreatifitas yang tak terbendung. Meme, kartun, gimic, dan video bersileweran di medsos. Hampir tiap detik. Gerakan tanpa terkordinir. Tak mampu distop. Oleh siapapun.
Di hashtag #2019GantiPresiden, rakyat yang kecewa kepada presiden seolah menemukan saluran. Saluran kekecewaan. Saluran curhat. Bahkan tak sedikit yang menjadikannya sebagai saluran kekesalan.
Mereka kesal, karena harga BBM dan tarif dasar listrik (TDL) terus naik. Kesal, karena ekonomi makin sulit. Kesal, impor beras dan garam mematikan para petani. Kesal, lihat buruh China menyerbu perusahaan dalam negeri. Kesal, lihat ulama dicekal dan ditangkapi.
Kesal, jika ingat janji-janji yang tak dipenuhi. Kesal, karena mobil Esemka tak segera diproduksi. Mereka Ingin kekesalannya berakhir di 2019. Ganti presiden.
Ahad 29 April 2018, ribuan massa berkumpul di bundaran HI. Di sepanjang jalan Soedirman-Tamrin sesak orang memakai kaos dan topi #2019GantiPresiden.
Anehnya, mereka kompak. Tanpa kordinator lapangan. Bukti adanya semangat dan antusiasme yang luar biasa. Seolah presiden mau diganti besok. Tahun besok, 2019 maksudnya.
Tidak hanya di Bundaran HI. Di sejumlah komplek perumahan dan jalan-jalan kecil, sejumlah orang berkeliling menggunakan kaos yang sama. Juga di daerah-daerah lain seperti Jogja, Semarang, Surabaya, Bandung, Makasar.
Bahkan di luar negeri, termasuk di Korea Selatan. Foto TKI Indonesia di Korea Selatan yang berkumpul dengan kaos #2019GantiPresiden beredar di medsos. Sebuah gerakan yang mendunia.
Oleh: Tony Rosyid*
Jakarta, Swamedium.com — Hashtag ABJ (Asal Bukan Jokowi) sekarang bermetamorfosis menjadi Hashtag #2019GantiPresiden. Makin lama makin masif. Baju, kaos, topi, tas, slayer, spanduk, sampai bungkus pepsodentpun bertulis #2019GantiPresiden.
Kata Giant, nama sebuah supermarket, diganti jadi meme “Ganti Presiden.” Tumbuh kreatifitas yang tak terbendung. Meme, kartun, gimic, dan video bersileweran di medsos. Hampir tiap detik. Gerakan tanpa terkordinir. Tak mampu distop. Oleh siapapun.
Di hashtag #2019GantiPresiden, rakyat yang kecewa kepada presiden seolah menemukan saluran. Saluran kekecewaan. Saluran curhat. Bahkan tak sedikit yang menjadikannya sebagai saluran kekesalan.
Mereka kesal, karena harga BBM dan tarif dasar listrik (TDL) terus naik. Kesal, karena ekonomi makin sulit. Kesal, impor beras dan garam mematikan para petani. Kesal, lihat buruh China menyerbu perusahaan dalam negeri. Kesal, lihat ulama dicekal dan ditangkapi.
Kesal, jika ingat janji-janji yang tak dipenuhi. Kesal, karena mobil Esemka tak segera diproduksi. Mereka Ingin kekesalannya berakhir di 2019. Ganti presiden.
Ahad 29 April 2018, ribuan massa berkumpul di bundaran HI. Di sepanjang jalan Soedirman-Tamrin sesak orang memakai kaos dan topi #2019GantiPresiden.
Anehnya, mereka kompak. Tanpa kordinator lapangan. Bukti adanya semangat dan antusiasme yang luar biasa. Seolah presiden mau diganti besok. Tahun besok, 2019 maksudnya.
Tidak hanya di Bundaran HI. Di sejumlah komplek perumahan dan jalan-jalan kecil, sejumlah orang berkeliling menggunakan kaos yang sama. Juga di daerah-daerah lain seperti Jogja, Semarang, Surabaya, Bandung, Makasar.
Bahkan di luar negeri, termasuk di Korea Selatan. Foto TKI Indonesia di Korea Selatan yang berkumpul dengan kaos #2019GantiPresiden beredar di medsos. Sebuah gerakan yang mendunia.
Pencapresan masih sangat dinamis. Gelombang #2019GantiPresiden akan menjadi faktor penting. Elektabilitas dan dukungan partai akan sangat dipengaruhi oleh gelombang #2019GantiPresiden.
Diprediksi, gerakan #2019GantiPresiden akan semakin membesar. Sulit dihentikan, apalagi dilawan. Pendekatan hukum? Justru akan menjadi bensin bagi api. Akan semakin membara. Blunder!
Gelombang perlawanan #2019GantiPresiden nampak akan terus membesar. Seperti bola salju yang akan membentuk suara mayoritas. Akan ada kejutan-kejutan yang tak terduga. Unpredictable.
Dan puncaknya, pada saat survei meyakini bahwa Jokowi sulit menang, alias “akan kalah”, maka sejumlah partai dan para penyedia logistik akan berpamitan. Tak menutup kemungkinan. Mereka akan berkata: Goodbye Pak Jokowi. Kita berpisah sampai di sini. [swa]
*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa