www.gelora.co - Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaen menyebut Pemerintah sekarang ugal-ugalan menumpuk utang.
Selain itu dia juga membandingkan jumlah hutang pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Jokowi.
Dari pantauan TribunWow.com, hal tersebut ia tuangkan dalam unggahan video di Twitternya, Jumat (12/5/2018).
Dalam video yang diunggahnya tersebut Ferdinand menjelaskan bila pembangunan insfrastrukur di era SBY dibiayai dengan APBD dan APBN.
"Contohnya adalah kereta api bandara yang akan segera beroperasi. Itu sudah dimulai dari 2011. Anggarannya perpaduan dari APBN dan APBD sehingga waktu untuk selesai butuh agak panjang," kata Ferdinand.
"Dan itu bukan mangkrak, kalau ada yang bilang mangkrak, perlu dipertanyakan kesehatan jiwanya," lanjutnya.
Sementara itu menurutnya pemerintah sekarang ugal-ugalan berutang namun kondisi ekonomi merosot.
"Bukan hutang seperti yang sekarang. jadi kalau bicara hutang, pemerintah sekaranglah yang ugal-ugalan berutang," tandasnya.
"Kita bingung nanti siapa yang bayar. Anda mau bayar? kalau saya enggak," tambahnya.
"Untuk yang masih ngomongin utang sekarang warisan dari SBY.
SBY ber utang 10 tahun sekitar 1300 T. Jumlah itu kecil sekali dibanding dgn yg didapat rakyat dlm bentuk Subsidi dan Program.
Hanya pemerintah skrg yg ugal2an menumpuk utang, tapi ekonomi justru merosot," cuit Ferdinand lewat akun twitternya, @LawanPoLitikJKW.
Diketahui, berikut daftar utang luar negeri Indonesia dari waktu ke waktu, sejak era Soeharto hingga era Jokowi.
1. Soeharto (Rp 551,4 triliun dengan rasio utang 57,7 persen) tahun 1998.
2. BJ Habibie (Rp 938,8 triliun dengan rasio utang 85,5 persen) tahun 1999.
3. Gus Dur (Rp 1.491 triliun dengan rasio utang 77,2 persen) tahun 2001.
4. Megawati (Rp 1.298 triliun dengan rasio utang 56,6 persen) tahun 2004.
5. SBY (Rp 2.608,8 dengan rasio utang 24,7 persen) tahun 2014.
6. Jokowi (Rp 4.777,24 triliun dengan rasio utang 34 persen) tahun 2017.
Meski pertambahan utang di era Jokowi cukup tinggi, namun sebenarnya tingginya utang era Jokowi tak akan mengancam stabilitas ekonomi Indonesia.
Hal tersebut disebutkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengatakan jika utang tidak akan mengancam stabilitas Indonesia.
Menurut Kemenkeu, rasio utang Indonesia per Februari 2018 sebesar 29,2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Hal itu menunjukkan apabila jumlah utang tersebut masih dalam batas aman, yang diperbolehkan UU No. 17 Tahun 2003 sebesar 60 persen dari PDB.
Kemenkeu juga mengungkapkan jika tiga lembaga pemeringkat di dunia Fitch, S&P dan Moody's menilai bahwa perekonomian Indonesia saat ini sehat.
Diketahui, utang tersebut berdasarkan undang-undang masih tergolong dalam batas wajar.
Dalam Pasal 12 ayat 3 UU No 17 Tahun 2003 tetang Keuangan Negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar 3% dan utang maksimal 60% dari PDB.
Meski masih wajar, utang yang menumpuk membuat Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Riza Annisa Pujarama angkat bicara.
Hal itu karena suku bunga utang pemerintah lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Dikutip dari Kontan, menurutnya, tingkat beban pembayaran utang sudah sangat tinggi.
"Namun, suku bunga utang pemerintah lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat beban pembayaran kewajiban utang sudah sangat tinggi.
Konsekuensinya justru semakin menggaruk kemampuan ruang fiskal pemerintah guna mendorong stimulus fiskal.
Apalagi jika tax ratio justru semakin menurun," kata Riza.[tn]