Blunder Mubalig Kementerian Agama

Blunder Mubalig Kementerian Agama

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Awal Ramadhan menjadi pekan yang berat bagi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Hari masih pagi ketika ia membawa rombongan pejabat kementeriannya ke kantor Majelis Ulama Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (22/5).

Mereka diterima langsung oleh Ketua MUI Ma’ruf Amin. Tak berlama-lama, pembicaraan masuk ke pokok masalah: soal daftar nama 200 mubalig yang direkomendasikan Kementerian Agama.

Daftar nama yang dirilis di hari kedua Ramadhan itu, Jumat (18/5), mendatangkan badai. Kemenag digempur kritik, dituding diskriminatif dan politis. Inilah yang kemudian membuat sang menteri pontang-panting.

Para pemimpin ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, KAHMI, dan Syarikat Islam, mengemukakan ketidaksetujuannya terhadap Kemenag. Dan para politikus dari partai pendukung pemerintah bersikap sama seperti oposisi: melontarkan kecaman.

Pukulan telak mendarat kala sejumlah mubalig yang masuk daftar rekomendasi seperti Abdullah Gymnastiar, Yusuf Mansur, Fahmi Salam, dan Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan merasa tak nyaman dengan status ‘rekomendasi’ mereka.

“Ini memunculkan syak wasangka dan cenderung memecah belah di antara mubalig dan di antara umat,” kata Dahnil, Minggu (20/5).

Ucapan Lukman bahwa “para mubalig yang belum masih daftar bukan berarti tidak memenuhi kriteria (punya kompetensi ilmu mumpuni, reputasi baik, dan komitmen kebangsaan tinggi), sehingga daftar bersifat dinamis dan (penambahan nama) akan di-update secara resmi” tak mempan menangkal gejolak yang terlanjur timbul.

Pula, keterangan Lukman bahwa “Sumber nama-nama (yang masuk daftar rekomendasi) itu datangnya dari ormas-ormas Islam dan sejumlah pengurus masjid” malah dimentahkan oleh sejumlah ormas Islam.

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama mengatakan tak dilibatkan dalam menyusun daftar 200 nama mubalig yang direkomendasikan.

“Tidak ada (keterlibatan NU),” kata Ketua PBNU Robikin Emhas. Serupa, Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas juga mengatakan, “Tidak ada sama sekali (ajakan dari Kemenag untuk menyusun daftar mubalig).”

Api keributan terus menjalar.



Lukman berkoordinasi cepat dengan MUI. Ia mengatakan, “MUI juga ingin ikut memperbaiki mekanisme akses masyarakat untuk bisa mendapatkan para penceramah yang baik, dan dilakukan juga dengan cara baik.”

Menurut Lukman, kontroversi muncul karena miskomunikasi. Sehari sesudah ia bertemu Ketua MUI, Rabu (23/5), pertemuan lanjutan membahas perkara mubalig kembali digelar di MUI. Kali ini dihadiri Dewan Masjid Indonesia dan perwakilan sejumlah ormas Islam.

Pertemuan yang dimulai bakda isya hingga pukul 21.00 itu merupakan upaya tabayun atas kegaduhan soal rekomendasi mubalig, sekaligus memutakhirkan daftar nama.

“Per hari ini sudah 565 (nama mubalig yang direkomendasikan). Jadi nggak ada masalah, kan pendataan,” kata Ma’ruf.

Tapi tak masalah buat MUI dan Kemenag, belum tentu tak masalah buat yang lain.

Pula, kini muncul rencana sertifikasi mubalig. “Untuk memberikan perlindungan dan legitimasi bahwa mubalig ini bagus dan tidak bermasalah,” ujar Ma’ruf. Menteri Lukman di awal merilis daftar nama mubalig yang direkomendasikan sempat menegaskan, kementeriannya membuat kebijakan itu sebagai maksud baik.

Kemenag ingin memenuhi permintaan sejumlah kelompok masyarakat yang butuh referensi mubalig.

“Selama ini Kementerian Agama sering dimintai rekomendasi mubalig oleh masyarakat. Belakangan, permintaan itu meningkat sehingga kami merasa perlu untuk merilis daftar nama mubalig,” kata Lukman di laman resmi Kemenag.

Di antara nama itu, beberapa tak asing di telinga. Sebut saja Yusuf Mansyur, Abdullah Gymnastiar, Arifin Ilham, Mamah Dedeh, Emha Ainun Najib (Cak Nun), Quraish Shihab, Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah), dan Said Aqil Siraj (Ketua Umum PBNU)

Namun, beberapa nama lain yang selama ini punya massa loyal tak masuk di daftar. Misalnya Rizieq Syihab (Imam Besar FPI), Bachtiar Nasir (Ketua GNPF MUI), Adi Hidayat, dan Abdul Somad yang kerap disebut dai sejuta umat layaknya julukan yang dulu disandang Zainuddin MZ.

Hal ini, menurut Sholeh Mahmoed Nasution yang lebih dikenal dengan sebutan Ustaz Solmed, membuat para ustaz saling ledek di grup WhatsApp.

“Itu jadi bahan candaan. Guyon, ‘Woy, yang jadi ustaz Kemenag, diganji berapa sama pemerintah?’” Tapi kalau di kalangan bawah, khawatir bisa jadi perpecahan,” ujar Solmed kepada kumparan.

Soal nama-nama dai kondang yang tak masuk daftar, Lukman kembali menekankan, jumlah mubalig yang direkomendasikan tak berhenti di angka 200, dan masyarakat bisa mengusulkan secara langsung via hotline WhatsApp di nomor 08118497492.

Lukman mengatakan, ia paham bahwa 200 nama saja belum merepresentasikan keseluruhan mubalig, pun tak mewakili keseluruhan umat Islam Indonesia. Itu sebabnya jumlah nama di daftar akan bertambah.

Ketua Umum Pengurus Besar NU Said Agil Siraj berpendapat, Kemenag sesungguhnya tak perlu melabeli mubalig yang dianggap ‘baik’, karena yang diperlukan adalah pedoman atau rambu-rambu, bukan intervensi berupa pelabelan.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, Busyro Muqoddas, bahkan melayangkan kritik pedas. Ia meminta Kemenag membatalkan rekomendasi ulama.

“Alasannya tidak jelas, kriteria pengambilan 200 nama juga tidak jelas. Selain itu juga berindikasi diskriminatif, adu domba, dan menciptakan kecurigaan sebagian umat kepada dai yang tidak masuk daftar 200 itu,” ujarnya, keras.

Terakhir, kata Busyro kepada kumparan, “Yang saya khawatirkan, jangan-jangan ini berimplikasi pada kepentingan politik.”

Kecemasan Busyro tak berlebihan. Sertifikasi mubalig yang akan dikeluarkan MUI misalnya memasukkan komitmen kebangsaan sebagai indikator penting. Pertanyaannya: komitmen kebangsaan seperti apa?

“Pertama, dia memang memiliki kompetensi sebagai mubalig, bukan orang nggak paham agama (yang mendadak) jadi paham. Kedua, tidak bermasalah dengan pemerintah--nggak ada masalah hukumlah,” kata Ketua MUI Ma’ruf Amin.

“Ini langkah awal agar kita semua mendapatkan penceramah yang kompeten, memberi pencerahan, dan sesuai ajaran Islam,” imbuh Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis.

Daftar mubalig yang direkomendasikan dan rencana sertifikasi mubalig muncul, antara lain, akibat kemunculan organisasi macam Hizbut Tahrir dengan visi negara Islam di mimar-mimbar keagamaan. Selain itu, ragam ujaran kebencian tak jarang masuk dalam khotbah, membuat jemaah jadi tak nyaman.

“Kondisi objektifnya, realitasnya, memang ada penceramah-penceramah yang seperti itu,” ujar Ketua PBNU Robikin Emhas.

Bagaimana pun, niat ‘meningkatkan mutu penceramah’ itu tak bisa lepas dari nuansa politik menuju Pemilu 2019 yang kian hangat--atau bahkan panas.

Kelompok oposisi memperoleh kesan Kemenag tengah mengelompokkan para mubalig. Ketiadaan nama Rizieq Syihab dalam daftar, misalnya, ditafsirkan sebagai upaya untuk memisahkan mubalig yang mendukung pemerintah dengan yang tidak.

“Ini membuktikan pemerintah menerapkan politik belah bambu, bahkan sampai pada urusan dakwah,” kata Juru Bicara Front Pembela Islam, Slamet Maarif.

Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais--yang beberapa waktu lalu mengimbau pengajian disisipi politik--menganggap kebijakan Kemenag soal mubalig itu keliru.

“Jadi kalau Pak Lukman Hakim atau di atasnya, Pak Presiden, melihat ada aspirasi masyarakat, lebih baik kemudian apinya dihilangkan, jadi cabut but, dihilangkan,” kata dia.


Daftar nama 200 mubalig alhasil jadi amunisi bagi oposisi untuk menembak peluru ke pemerintah. Wasekjen Gerindra Ferry Juliantono meminta Lukman dicopot dari jabatan menteri karena mengeluarkan kebijakan politis yang ia anggap melanggengkan kekuasaan pemerintah Jokowi.

“Hancur, sudah. Terus terang saja, ini mau bikin lis mubalig yang dukung Jokowi,” kata Ferry.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah turut menyambar dengan kembali menggunakan istilah ‘otoriter’. “Otak apa kan kayak gini? Otak otoriter.”

Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB--partai pendukung pemerintah saat ini--mengamini. “(Kebijakan ini) sangat disayangkan. Bisa muncul disparitas, pembelahan.”

Dihantam cacian akibat kebijakannya yang jadi blunder, Kemenag tak surut. Alih-alih mencabut kebijakan kontroversial itu, deretan nama terus ditambahkan ke dalam daftar mubalig yang direkomendasikan.

Rilis (nama mubalig yang direkomendasikan) bukan di Kemenag lagi. Semua kami serahkan pada MUI.

- Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama

------------------------

Ikuti rangkaian ulasan mendalam soal Blunder Mubalig Kemenag di Liputan Khusus kumparan. [kumparan]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita