www.gelora.co – Pasca Soeharto menyatakan mundur dari jabatan presiden tertanggal 21 Mei 1998, publik menganggap sosok Habibie yang paling pantas menggantikan jabatan presiden pada waktu yang mendesak tersebut.
Namun, kabijakan yang diciptakan Habibie semasa pemerintahannya dianggap memunculkan permasalahan baru sehingga pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak oleh MPR.
Kisah ini diangkat kembali oleh Mantan Staf Khusus Menteri ESDM Muhammad Said Didu.
Melalui akun twitter pribadinya, @saididu, dirinya mengatakan menjadi saksi mata saat peristiwa tersebut.
Menurut Said Didu, sikap yang ditujukan oleh Habibie merupakan sikap negarawan.
Said Didu juga menerangkan jika pada kondisi tersebut sebenarnya Habibie masih sangat berpeluang tepilih jika maju pilpres.
Pasca ditolaknya Habibie, MPR menetapkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke empat saat itu.
Pasca ditolaknya Habibie, MPR menetapkan Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke empat saat itu.
Pasca kejadian tersebut, beberapa tokoh lantas mengadakan rapat gabungan di rumah Habibie, di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Rapat itu dihadiri tokoh-tokoh Golkar seperti Ginandjar Kartasasmita, Akbar Tandjung, Marzuki Darusman, Jenderal Wiranto, Jenderal Widodo, Hamzah Haz, Nurmahmudi Ismail, dll.
Sebelumnya, Said Didu juga sempat menerangkan perihal krisis kebangsaan.
Menurutnya, krisis tersebut muncul lantaran sebagian rakyat diberikan karpet merah oleh penguasa untuk menghantam rakyat lain yang bukan kelompoknya.
Terakhir, Said Didu memuji Habibie dan Mahathir yang menurutnya sudah berjuang di atas landasan value hidup yang kokoh dan konsisten untuk kemajuan negerinya.
[tn]