www.gelora.co - Artidjo Alkostar telah pensiun per 22 Mei kemarin. Namun cerita fenomenalnya sebagai hakim agung seakan tiada akhir. Salah satunya ia pernah menolak gajinya selama 9 kali berturut-turut. Kenapa?
Artidjo dilantik menjadi hakim agung pada September 2000. Tidak lama setelahnya, ia mengambil short course di Northwestern University, Amerika Serikat selama 9 bulan. Ia mendapatkan beasiswa dari Fullbright. Nah, sepulangnya ia lalu disodori gaji hakim agung selama 9 bulan yang belum diambilnya.
"Artidjo sama sekali tak merasa bekerja sehingga ia merasa tak berhak mendapatkan gaji. Apalagi ia masih mempunyai cukup uang dari hasil beasiswa yang ia terima sebelumnya," demikian tulis buku 'Alkostar, Sebuah Biografi' di halaman 86 yang dikutip detikcom, Selasa (29/5/2018).
Namun, idenya itu dinilai akan berimbas negatif. Dikhawatirkan para hakim agung lain akan tersinggung. Akhirnya Artidjo mengambil gajinya, tapi tidak ia gunakan. Uang itu disumbangkan ke pembangunan masjid di lingkungan Mahkamah Agung (MA). Mengetahui hal itu, Ketua MA Bagir Manan menasihati.
"Jangan semua dikasihkan ke masjid," kata Bagir.
Sebab, pembangunan masjid itu juga disumbang oleh para hakim lain seluruh Indonesia. Akhirnya, Artidjo menyetujui saran itu. Akhirnya 9 bulan gaji miliknya sebagian dibagikan ke masjid di kampung halamannya di Situbondo dan Madura.
Hakim agung lainnya, Dudu Duswara juga menceritakan saat Artidjo diundang jadi pembicara di kampus Langlangbuana, Bandung. Artidjo menolak menerima fasilitas hotel menginap di Bandung dan memilih berangkat pagi-pagi dari Jakarta. Seusai jadi pembicara, Artidjo menolak menerima honoriarium dari panitia.
"Kenapa Pak tidak diterima? Ini kan bukan uang dari APBN/APBD," bisik Dudu membujuk Artidjo.
Tapi Artidjo tetap menolak dengan halus. Meski yang menyodorkan amplop honor itu adalah koleganya sendiri.
Kesederhanaan Artidjo juga diceritakan Ketua MA 2009-2012 Harifin Tumpa. Ia menjadi saksi mata Artidjo makan di warung Padang di samping gedung MA.
"Kenapa Pak Artidjo mau makan di tempat yang sederhana ini, apakah beliau tidak malu, karena saat itu beliau sudah menjabat sebagai hakim agung. Saya melihat kesederhanaan beliau tidak pernah berubah sampai sekarang," ujar Harifin di halaman 86.[dtk]