Saat Relawan #2019GantiPresiden Vs #2019TetapJokowi Kopi Darat, Ini yang Terjadi

Saat Relawan #2019GantiPresiden Vs #2019TetapJokowi Kopi Darat, Ini yang Terjadi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Relawan #2019GantiPresiden bertemu dengan relawan #2019TetapJokowi dalam acara diskusi. Saling kritik jagoan masing-masing terlontar saat kedua kubu bertemu.

Mereka bertemu dalam diskusi bertema 'Fenomena Gerakan #2019TetapJokowi VS #2019GantiPresiden', yang berlangsung di Restoran Bumbu Desa, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (21/4/2018). Hadir juga pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti.

Kubu #2019GantiPresiden diwakili Effendi Saman. Sedangkan kubu seberang diwakili Immanuel Ebenezer.

"Saya lihat Jokowi itu presiden yang tidak antikritik, tetapi kita lihat presiden nyaman dengan adanya kritik, beda lagi sama presiden sebelumnya. Kita lihat juga gerakan #2019GantiPresiden nggak ada gagasan baru, kita lihat cuma keluh kesah dan tidak mendidik, yang didapat masyarakat tentang kebohongan-kebohongan. Jadi saya harap dengan diskusi ini apa yang mereka inginkan ayo kita diskusi saja karena bangsa beradab lahir dengan argumentasi," kata Immanuel dalam pemaparannya.

Effendi menyambut pernyataan Immanuel. Dia mengkritik Jokowi soal konflik agraria.

"Deklarasi hari ini cerdas ya untuk bersikukuh agar Jokowi jadi presiden selanjutnya. Saya juga menyampaikan ekspektasi saya... kenapa? Bahwa tahun 2019 ganti presiden itu dengan argumen yang cukup kuat. Jadi sejak awal dia kuasa dari 2014 sampai hari ini kita lihat banyak konflik agraria di daerah," ujar Effendi.

"Konflik agraria tidak dihiraukan, contohnya penggusuran Kampung Akuarium, Penjaringan, dan Kalijodo, dan di Dadap, lalu Muara Angke, Jokowi nggak tampil di saat konflik itu terjadi. Padahal mereka yang digusur adalah pendukung Jokowi," imbuhnya.

Ray Rangkuti bicara menanggapi hashtag yang diusung kedua kubu. Dia menilai perang hashtag tersebut positif, tapi kurang substantif.

"Saya melihat bagus adanya #TetapJokowi dan #GantiPresiden. Perang tagar ini tentu saja positif, tapi masih kurang menarik karena sejauh ini memang langkah ini belum sampai ke arah konstruktif. Yang saya maksud ke arah konstruktif artinya perbincangan relawan yang harus dilakukan Pak Prabowo dan Pak Jokowi seperti apa yang harus dipertahankan, yang kelihatan sekarang itu masih asumsi-asumsi setelah 2014 lalu memuncak di Pilkada 2017, yang dipertahankan untuk Pilpres 2019," ulas Ray.

Ray mencontohkan perbincangan asumsi, seperti adanya isu-isu SARA yang mendominasi sehingga suasana politik menjadi tidak mendidik masyarakat.

"Contohnya si anu komunis, si anu kafir, dan lainnya, oleh karena itu tadi Bung Effendi bilang #GantiPresiden, itu positif. Asumsinya sangat kuat dan pasalnya kuat, itulah yang harus dilandaskan sehingga suasana politik kita sepenuhnya hanya soal bangsa kita, bukan soal 'apakah pilih presiden ini akan masuk neraka?' Bukan soal itu, tapi sepenuhnya tentang apa yang kita akan lakukan nanti sampai 2024," lanjutnya. [bdetik]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita