Rachmawati: Pernyataan Ketua KPK soal Kasus BLBI Bikin Orang Keblinger

Rachmawati: Pernyataan Ketua KPK soal Kasus BLBI Bikin Orang Keblinger

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri menilai pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Agus Rahardjo soal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) tidak benar.

"Tadi pagi saya baca koran, kasus BLBI, apa kata ketua KPK kebijakan itu tidak bisa dikriminalisasi. Ini kan bikin keblinger orang. Justru kebijakan itulah yang membuat kita ini salah," ujar Rachmawati saat menjadi pembicara kunci di diskusi bertajuk "2019 Presiden Harapan Rakyat", di kawasan Buncit Raya, Jakarta Selatan, Jumat (20/4/2018).

Menurut Rachmawati, Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 yang terbit di era Presiden Megawati Soekarnoputri merupakan akar dari kasus BLBI. Sementara, ia menilai, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung bukanlah pelaku utama.

"Menurut saya bukan Syafruddin yang harus diperiksa, tapi bonggolnya. Siapa yang memberikan kebijakan Inpres no 8 tahun 2002, ini pada waktu Presiden Megawati," tuturnya.

Rachmawati pun menegaskan, jika figur presiden baru pada Pilpres 2019, maka pemerintah harus tegas dalam menuntaskan kasus yang merugikan negara hingga triliunan rupiah itu.

"Maka koreksi harus dilanjutkan dengan penegakan hukum terhadap siapa yang memberikan SKL dan penerbitan Inpres, pengampunan terhadap obligor-obligor hitam itu," ucapnya.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, pihaknya tak menutup kemungkinan akan mengembangkan perkara korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) terkait pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada pengusaha Sjamsul Nursalim.

Dalam waktu dekat, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung akan segera disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Meski landasan dikeluarkannya SKL mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002, KPK tidak akan menyelidiki soal kebijakan itu.

"Kita, kan, tidak selalu menyoroti policy, kita menyoroti pelaksanaan. Policy pada waktu itu kita tidak permasalahkan," ujar Agus di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Jakarta, Kamis (19/4/2018).

Inpres itu dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat presiden RI.

Isi Inpres tersebut yakni Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

Agus memberikan sinyal bahwa pengembangan perkara bisa mengarah pada korporasi. KPK disebut mengincar PT Gajah Tunggal, perusahaan milik pengusaha Sjamsul Nursalim.

"Insya Allah. Saya tidak perlu sebutkan nama," kata Agus. Syafruddin merupakan tersangka kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.

Kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN.

SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.

KPK menduga, Syafruddin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.

Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 25 Agustus 2017 terkait kasus ini menyebutkan, kerugian keuangan negara Rp 4,58 triliun.

Nilai kerugian negara ini lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan KPK sebesar Rp 3,7 triliun. [kompas]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita