Menasihati dan meluruskan pemimpin dengan rahasia. Etika ini hendaknya diperhatikan bagi siapa saja yang ingin menasihati pemimpin.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin menasihati pemimpin maka janganlah ia memulai dengan terang-terangan, namun hendaknya ia ambil tangannya, kemudian bicara empat mata. Jika diterima maka itulah (yang diharapkan), jika tidak maka ia telah melaksanakan kewajibannya.” (HR. Ahmad 3/303. Ath-Thabrani 17/367, dishahihkan oleh Al-Albani)
Sementara Imam Malik mengatakan, “Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang telah diberikan Ilmu oleh Allah dan pemahaman untuk menemui penguasa, menyuruh mereka dengan kebaikan, mencegahnya dari kemungkaran, dan menasihatinya. Sebab, seorang alim menemui penguasa hanya untuk menasihatinya, dan jika itu telah dilakukan maka termasuk keutamaan di atas keutamaan.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah fi Bayani Haqqi ar-Ra’i war Ra’iyyah, hal. 66)
Menasehati pemimpin dengan nasihat yang baik dan cara yang bijak adalah ibadah yang sangat mulia. Bahkan ketika Nabi ditanya jihad apa yang paling utama? Beliau menjawab, “Kalimat kebenaran di sisi pemimpin yang dzalim“. (HR. Nasai, Ibnu Majah dan dishahihkan al Albani dalam Ash Shahihah: 491)
Banyak orang salah paham tentang hadits ini dan menjadikannya dalil bolehnya membeberkan aib pemimpin di media umum. Ini tidak benar. Hadits ini menganjurkan untuk menasihati pemimpin tapi di hadapannya secara langsung. Perhatikanlah lafadz ‘di sisi pemimpin’.
Oleh karenanya Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun untuk mendatangi Firaun secara langsung dan menasehatinya dg lembut. (QS. Thoha: 43-44).
Adapun kita menyebut kejelekan pemimpin di forum umum seperti facebook, mimbar umum dll yang jauh dari pemimpin maka ini bukanlah nasehat karena yang dinasehati aja belum tentu membaca atau mengetahuinya bahkan ini bisa memprovokasi rakyat untuk benci pada pemimpin sehingga menimbulkan kerusakan dan pembrontakan (lihat Syarh Arbain Nawawiyah hal. 121 oleh Ibnu Utsaimin).
Anehnya, banyak para pengkritik pemimpin dari jarak jauh tadi jika berhadapan langsung dengan pemimpin mereka justru menjadi manusia pengecut. Hal seperti ini dinilai oleh ulama salaf dahulu sebagai suatu kemunafikan sebagamana kata Ibnu Umar dalam riwayat Al Bukhori (7178).
Jadi menasehati langsung di hadapan pemimpin dengan cara yang bijak adalah kemulian dan keberanian. Adapun mengungkap aib dari kejauhan dan di media umum adalah penghinaan dan kemunafikan.
Namun, apakah bertemunya pihak penasihat perlu diceritakan ke khalayak, jika itu terjadi maka yang pihak yang menginformasikan adanya pertemuan itu sebagai ciri-ciri dari sikap riya’.
Namun janganlah ia menceritakan kepada khalayak bahwa ia telah menasihati pemimpin, karena itu termasuk ciri-ciri riya’ dan lemahnya iman. (A-Riyadhun Nadhirah 49-50).
Rakyat wajib membantu pemimpinnya dalam kebaikan, sekalipun haknya dikurangi. Karena menolongnya akan membuat agama dan kaum muslimin menjadi kuat, lebih-lebih kalau ada sebagian rakyat yang ingin meneror dan memberontak kepadanya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi kalian, ingin mematahkan kekuatan kalian atau memecah belah kalian, sedangkan kalian mempunyai pemimpin, maka bunuhlah.” (HR. Muslim: 1852). [swa]
Dari berbagai sumber