www.gelora.co - MENJELANG Pemilu 2019 rasa nasionlisme pemerintahan Jokowi tengah diuji.
Bagaimana tidak! Sebagian besar kontrak migas akan berakhir dan dapat diperpanjang atau diakhiri dalam sisa waktu satu setengah tahun pemerintahan yang terpilih pada pemilu 2014 ini.
Tidak main main, jumlah kontrak yang berakhir tersebut seluruhnya memasok 80 persen produksi minyak national, dengan nilai kontrak sekitar 137 trilliun.
"Indonesia’s expiring PSCs: $10 billion of potential upstream value, Wood Mackenzie valued Indonesia's expiring oil and gas production licenses or production sharing contracts (PSCs) at close to $10 billion." (sini)
Salah satu blok migas terbesar yang akan berakhir kontraknya adalah Rokan Blok Riau. Berdasarkan loporan PWC Blok Rokan yang dimiliki Chevron Pacific Indonesia memproduksi 33 persen minyak mentah Indonesia, yang merupakan basis produksi terbesar. Pada nomor kedua adalah Blok Cepu yang dikuasai oleh Exxon Mobil yang memproduksi 28 persen produksi Minyak mentah Indonesia.
Tentu saja pemerintahan Jokowi dihadapkan pada dilema yang tidak mudah di tahun politik dan menjelang Pemilu 2019 yang menentukan nasib pemerintahan ini. Berlanjut hingga 2024 atau ganti president 2019.
Pada satu sisi adalah kepentingan nasional untuk melakukan nasionalisasi menemukan kesempatan yakni kontrak perusahaan asing berakhir. Jika nasionlisasi dijalankan maka pemerintah tidak dapat digugat di arbitrase internasional manapun karena merupakan bentuk tindakan nasionalisasi alamiah dengan cara mengakhiri kontrak.
Sementara pada sisi yang lain pemerintahan Jokowi membutuhkan dukungan politik dan dana yang besar untuk dapat memenangkan Pemilu 2019 mendatang, sehingga menuntut sikap politik Jokowi yang menguntungkan bagi dirinya dan masa depan politiknya.
Begitu besarnya jumlah dan nilai kontrak migas yang akan berakhir dan dapat diperpanjang dalam satu setengah tahun ke depan adalah pertaruhan lahir batin yang besar dari pemerintahan Jokowi.
Pilihannya cuma dua yakni : Akhiri kontraknya lalu kembalikan ke tangan negara untuk dikelola oleh BUMN Migas, atau berkhianat bangsa dan konstitusi negara dengan menyerahkan kembali kepada asing.
OLEH: SALAMUDDIN DAENG
Penulis merupakan Pengamat Ekonomi AEPI [rmol]