www.gelora.co - Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean menantang pemerintah membuka data utang negara.
Dilansir TribunWow.com, melalui akun Twitter pribadinya @LawanPoLitikJKW yang ia tuliskan pada Sabtu (7/4/2018).
Diketahui Jokowi memberikan pidatonya saat menghadiri Konvensi Nasional Galang Kemajuan Center atau GK Center di Bogor, Jawa Barat.
Saat itu, Jokowi menanggapi soal isu utang negara selama dia menjabat Presiden RI.
Dia menjelaskan, sedari awal dia dilantik, utang negara sudah ribuan triliun.
Jokowi mengatakan dirinya sadar 'diserang' oleh berbagai isu. Saat ini, dia 'diserang' isu utang negara yang membengkak.
Jokowi menjelaskan, sejak dirinya dilantik, Indonesia sudah memiliki utang sebesar Rp 2.700 triliun. Nilai itu kemudian terus membengkak akibat adanya bunga.
"Saya dilantik utangnya sudah Rp 2.700 triliun. Saya ngomong apa adanya. Bunganya setiap tahun Rp 250 triliun. Kalau 4 tahun sudah tambah 1.000," kata Jokowi.
"Ngerti nggak ini?" tambah Jokowi.
Dia pun meminta masyarakat berpikir jernih terkait isu utang negara selama dia memimpin. Dia menegaskan tidak mungkin menambah utang negara dalam jumlah besar.
"Supaya ngerti, jangan dipikir saya utang segede itu. Enak aja," katanya
Menanggapi pernyataan Jokowi yang sebut utang Indonesia sudah Rp 2.700 triliun saat dirinya dilantik, Ferdinand Hutahaean memberi kritik.
Menurut Ferdinand, pernyataan Jokowi itu aneh.
"Sy dilantik utangnya sdh Rp.2.700 T. Sy bicara apa adanya.Bunganya setiap@tahun Rp.250T. Kalau 4 thn sdh tambah Rp.1000 T. Mengerti ngga ini? Spy menegerti, jgn pikir sy utang sebesar itu.” Begitulah pernyataan pak @jokowi ,yg aneh bg sy, mmg bunga utang itu jd utang baru pak?
“Sy dilantik utangnya sdh Rp.2.700 T. Sy bicara apa adanya.Bunganya setiap@tahun Rp.250T. Kalau 4 thn sdh tambah Rp.1000 T. Mengerti ngga ini? Spy menegerti, jgn pikir sy utang sebesar itu.”Begitulah pernyataan pak @jokowi ,yg aneh bg sy, mmg bunga utang itu jd utang baru pak?
— FERDINAND HUTAHAEAN (@LawanPoLitikJKW) 7 April 2018
Ferdinand menyebut bahwa Bunga utang dan cicilan pembayarannya sudah ada dalam perjanjian dan tata cara pembayarannya.
"Bunga utang dan cicilan pembayarannya sdh ada dlm perjanjian dan tata cara pembayarannya. Bunga & cicilan sdh ada skema pembayarannya dan posnya dr mana, bkn menjadi utang baru. KEGAGALAN PEMERINTAH MEMENUHI TARGET PENERIMAANLAH YANG MEMBUAT UTANG JD BERTAMBAH, BKN BUNGA UTANG," tulisnya.
Bunga utang dan cicilan pembayarannya sdh ada dlm perjanjian dan tata cara pembayarannya. Bunga & cicilan sdh ada skema pembayarannya dan posnya dr mana, bkn menjadi utang baru.KEGAGALAN PEMERINTAH MEMENUHI TARGET PENERIMAANLAH YANG MEMBUAT UTANG JD BERTAMBAH, BKN BUNGA UTANG
— FERDINAND HUTAHAEAN (@LawanPoLitikJKW) 7 April 2018
Ferdinand menantang Jokowi untuk membuka data utang negara.
"Kalau bunga utang jd utang, berarti pak @jokowi tdk prnah bayar cicilan dan bunga utang negara sehingga di konversi jd utang? Trus utang2 yg bertambah di era bapak itu bkn utang negara? Mk itu perlu pak Presiden membuka data utang kita secara terbuka," tulisnya.
Kalau bunga utang jd utang, berarti pak @jokowi tdk prn bayar cicilan dan bunga utang negara sehingga di konversi jd utang?Trus utang2 yg bertambah di era bapak itu bkn utang negara?Mk itu perlu pak Presiden membuka data utang kita secara terbuka. @KemenkeuRI
— FERDINAND HUTAHAEAN (@LawanPoLitikJKW) 7 April 2018
Ferdinand menyebut, tantangan darinya itu tidak bermaksud membuat gaduh, jsutru membuka pikiran publik agar tidak saling tuduh.
"Spy tdk menjadi gaduh ttg utang ini, spy tdk saling tuduh dan spy publik tau kebenaran faktual. Ini penting, saya tantang PEMERINTAH MEMBUKA DATA UTANG MEGARA SECARA TERBUKA, SEJAK INDONESIA ADA. Publik jgn disuguhi retorika yg tdk jujur," tulis Ferdinand.
Spy tdk menjadi gaduh ttg utang ini, spy tdk saling tuduh dan spy publik tau kebenaran faktual.Ini penting, saya tantang PEMERINTAH MEMBUKA DATA UTANG MEGARA SECARA TERBUKA, SEJAK INDONESIA ADA.Publik jgn disuguhi retorika yg tdk jujur@jokowi @KemenkeuRI
— FERDINAND HUTAHAEAN (@LawanPoLitikJKW) 7 April 2018