www.gelora.co - Sejumlah kebijakan pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla dinilai sejumlah kalangan memakmurkan warga negara asing (WNA) di negeri ini dan menghambat kesejahteraan rakyat. Padahal saat ini masih banyak rakyat yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.
Kebijakan tersebut antara lain terlihat dari dibolehkannya
WNA untuk mengisi jabatan dirut BUMN, dikeluarkannya Perpres Nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA). Perpres ini memberi kemudahan kepada TKA bekerjadi Indonesia.
Sebelumnya membolehkan WNA punya rumah disini dan mendirikan ormas. Bahkan memberikan kemudahan bagi asing untuk mengelola Migas.
Kebijakan Jokowi ini dikritisi berbagai kalangan karena seharusnya sebagai presiden, Jokowi membuat kebijakan yang bisa memakmurkan rakyat dan mengurangi kemiskinan di negeri ini.
“Kebijakan membolehkan orang asing jadi dirut BUMN dan kemudahan bagi TKA bekerja di Indonesia tentu bisa berdampak pada situasi yang tidak diharapkan, yaitu dapat memakmurkan orang asing dan menghambat kesejahteraan rakyat. Padahal saat ini masih banyak rakyat yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Perpres itu harusnya dicabut supaya tidak menimbulkan polemik dan tidak berdampak negatif bagi peningkatan kesejahteraan rakyat,” kata Suparji.
Hak Angket
Kritik terhadap kebijakan pemerintahan Jokowi yag terkesan memakmurkan orang asing itu juga disampaikan Presidium Persatuan Pergerakan, Andrianto SIP. Menurutnya, WNA dibolehkan menjadi dirut BUMNmerupakan konsekwensi logis dari lahirnya Perpres Nomor 20 tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing (TKA).
“Kebijakan ini semakin terlihat jelas policy neo liberalis yang utamakan kepentingan pasar demi investasi yang akhirnya semua terlanjur liberalisasi termasuk terhadap TKA. Saya yakin WNA yang mau kerja di sini dari tingkat KW. Karena yang unggul tentu akan lebih memilih kerja di negeri asal," jelas Andrianto kepada Harian Terbit, Jumat (20/4/2018).
Andrianto menegaskan, kebijakan WNA boleh menjabat dirut BUMN maka DPR sebagai wakil rakyat harus bertindak cepat. DPR harus menggulirkan hak angket untuk memintai tanggung jawab Jokowi atas keluarnya Perpres No 20/2018. Harus ada matchvorming (kekuatan) dari civil socety untuk presure Jokowi agar Perspres tersebut dicabut. Sehingga tidak merugikan pekerja lokal.
"Kita juga akan galang elemen buruh, pemuda dan elemen demokratis untuk membuat petisi untuk cabut Prespres. Petisi segera mungkin untuk dibuat," tegasnya.
Kecaman juga disampaikan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean. Menurutnya, kebijakan pemerintahan Jokowi selama ini memang terkesan hanya untuk memakmurkan WNA hidup di negeri ini.
“Kebijakan itu, antara lain orang asing boleh jadi dirut BUMN, patut kita sesalkan dan sangat disayangkan. Saya pikir dengan banyaknya SDM kita yang sudah hebat, tak perlu lah harus mengimpor TKA. Yang paling janggal dan menjadi rentan penyeludupan intelijen asing,” paparnya.
Ferdinand mengaku tidak mengerti kenapa harus impor tenaga kerja. “Tenaga kerja di bidang apa yamg tidak kita punya? Jika bicara alih teknologi, mestinya kan bukan mengimpor TKA tapi kerjasama dalam bidang tertentu dengan syarat transfer teknologi. Menurut saya pemerintah keliru dan sangat mengabaikan kemampuan anak-anak bangsa. Ini bentuk pelecehan pemerintah kepada rakyatnya,” ujar Ferdinand dihubungi terpisah.
Profesional
Pengamat hukum Prof Suparji Ahmad lebih lanjut mengatakan, sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka TKA yang masuk ke Indonesia hanya yang profesional dan sebagai pioner. Perpres sebagai bagian dari peraturan perundang - undangan pada dasarnya bisa dicabut oleh Presiden atau dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) jika tidak sesuai nilai-nilai filosofis, sosiologis dan yuridis.
"Suatu peraturan perlu berfungsi secara efektif dan efisien sebagai sarana social enginering dan social control maka harus dapat diterima masyarakat, tidak menimbulkan polemik dan kontroversi," paparnya.
Suparji menilai, ada beberapa hal yang membuat Perpres tentang tenaga kerja perlu dicabut. Pertama, secara sosiologis telah menimbulkan polemik dan tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat. Harusnya Perpres tersebut memberikan legal certainty, stability dan fairness. Kedua, secara filosofis Perpres tersebut kurang memiliki korelasi dengan perwujudan kesejahreraan rakyat karena cenderung memanjakan atau memberi kemudahan bagi TKA.
"Karena, secara yuridis Perpres tersebut bertentangan dengan UU Ketenegakerjaan," tegasnya.
Sebelumnya, saat Menko Perekonomian dijabat Sofyan Djalil, mengemukakan, wacana merekrut warga negara asing untuk duduk di jajaran direksi atau Direktur Utama (Dirut) di perusahaan BUMN merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Sofyan mengatakan, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan mempekerjakan WNA di tubuh perusahaan pelat merah, karena adanya kebutuhan akan sosok ekspatriat (tenaga kerja asing) dalam bidang-bidang tertentu.
(Direksi BUMN asing) boleh, bukan hal yang tabu dalam bidang-bidang tertentu tidak menutup kemungkinan cari ekspatriat karena Presiden Joko Widodo enggak keberatan," ucap Sofyan di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2014). [htc]