www.gelora.co - Ketika mendengar nama Garibaldi Thohir alias Boy Thohir pasti terbesit sosok pengusaha yang bergelimang harta. Anak dari Muhammad Teddy Thohir (salah satu founder Astra Internasional) dikenal sebagai pemilik perusahaan batu bara raksasa PT Adaro Energi Tbk.
Sepak terjangnya sebagai pengusaha yang sukses membuat dirinya dinyatakan sebagai orang terkaya ke 23 di Indonesia versi Majalah Forbes di 2017 dengan total kekayaan mencapai US$ 1,41 miliar atau setara Rp 19,03 triliun (kurs Rp 13.500).
Kekayaan Boy seakan terus bertambah. Sebab pada 2014, Majalah Forbes mencatat Boy masih menempati urutan ke 37 sebagai orang terkaya di Indonesia.
Namun ternyata Boy tidak peduli dengan label yang disematkan kepadanya sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Meski berambisi ingin terus membangun kerajaan bisnis, harta bukan tujuan utama dalam hidupnya.
Lantas apa yang menjadi ambisinya? Seperti apa kisah Boy dalam berjuang di dunia usaha? Berikut wawancara khusus detikFinance dengan Boy Thohir di Menara Karya, Jakarta, Rabu (19/4/2018).
Anda disebut sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia, apakah itu pencapaian bagi Anda?
Jujur saya tidak nyaman disebut sebagai orang terkaya nomor berapapun, karena itu bukan tujuan hidup saya. Menurut saya sukses bukan itu, sukses menurut saya bagaimana kita menyeimbangkan semuanya, kita bisa sukses secara komplit. Kita sukses di keluarga bisa mendidik anak-anak kita, sukses di perusahaan dan sukses di masyarakat.
Jujur saya tidak nyaman disebut sebagai orang terkaya nomor berapapun, karena itu bukan tujuan hidup saya. Menurut saya sukses bukan itu, sukses menurut saya bagaimana kita menyeimbangkan semuanya, kita bisa sukses secara komplit. Kita sukses di keluarga bisa mendidik anak-anak kita, sukses di perusahaan dan sukses di masyarakat.
Orang tua saya selalu bilang uang itu bukan segalanya dalam kehidupan. Menurut saya itu benar tapi bukan berarti kita nggak punya ambisi. Uang hanya sebagai tolak ukur keberhasilan sebuah perusahaan.
Lantas, apa tujuan Anda menjadi pengusaha?
Tujuan utama saya adalah saya ingin bisnis saya sukses, tapi bukan melulu soal uang. Saya bahagia lewat bisnis saya bisa membuat lapangan pekerjaan. Mungkin total karyawan dari beberapa perusahaan saya saat ini bisa sampai 100 ribu orang.
Tujuan utama saya adalah saya ingin bisnis saya sukses, tapi bukan melulu soal uang. Saya bahagia lewat bisnis saya bisa membuat lapangan pekerjaan. Mungkin total karyawan dari beberapa perusahaan saya saat ini bisa sampai 100 ribu orang.
Kedua, lewat bisnis kita bisa berkontribusi kembali kepada negara maupun masyarakat. Setiap orang pasti punya tujuan hidup yang berbeda-beda.
Apakah perusahaan-perusahaan yang Anda miliki saat ini sudah cukup bagi Anda?
Saya ingin membuat perusahaan lagi dan menurut saya saat ini belum cukup untuk berkontribusi menyelamatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Mungkin di satu sisi saya melihat diri saya sudah cukup Alhamdulillah. Tapi saudara-saudara saya dari ibu atau ayah saya ada yang masih susah. Cukup banyak orang di sekeliling saya yang belum cukup, untuk itu saya harus membuat suatu lagi untuk mereka bahkan kalau berbicara negara masih banyak masyarakat kita yang miskin.
Saya ingin membuat perusahaan lagi dan menurut saya saat ini belum cukup untuk berkontribusi menyelamatkan perekonomian masyarakat Indonesia. Mungkin di satu sisi saya melihat diri saya sudah cukup Alhamdulillah. Tapi saudara-saudara saya dari ibu atau ayah saya ada yang masih susah. Cukup banyak orang di sekeliling saya yang belum cukup, untuk itu saya harus membuat suatu lagi untuk mereka bahkan kalau berbicara negara masih banyak masyarakat kita yang miskin.
Saya rasa pada mungkin nanti pada saatnya saya merasa oke ini cukup. Mungkin pada saatnya nanti ketika zaman teknologi super canggih dan saya bisa bilang oh ini bukan dunia saya lagi.
Bisa diceritakan secara ringkas kisah Anda dalam meniti karir sebagai pebisnis?
Sebenarnya saya ini bukan terlahir sudah ada sendok emas yang menyuapi saya. Saya bukan berarti miskin tapi bukan berarti ada karpet merah bagi saya untuk menjadi pengusaha.
Sebenarnya saya ini bukan terlahir sudah ada sendok emas yang menyuapi saya. Saya bukan berarti miskin tapi bukan berarti ada karpet merah bagi saya untuk menjadi pengusaha.
Ayah saya awalnya seorang karyawan di Astra Internasional. Saya sempat merasakan naik becak, metromini hingga jalan kaki ke sekolah. Namun karena Astra semakin berkembang dan ayah saya diangkat menjadi partner untuk mengembangkan Astra perekonomian keluarga saya mulai meningkat.
Singkat cerita, saya bisa kuliah di USC Amerika Serikat hingga mendapatkan gelar Master di sana. Sepulangnya dari AS saya ingin bekerja di perusahaan bonafide seperti Citibank, American Express, atau IBM.
Saya tanya dulu ke ayah saya bahwa saya mau kerja di Citibank. Ditanya berapa gajinya, saya bilang lumayan US$ 2.000/bulan sekitar Rp 4 juta saat itu. Dia bilang tidak. Saya bilang apa ayah mau saya kerja di Astra? tapi dia jawab apa lagi di Astra, kamu mulai dari nol mungkin gaji kamu hanya Rp 2 juta, bagaimana kamu bisa balikin duit saya yang sudah habis hampir Rp 1 miliar. Dia mau saya menjadi pengusaha.
Akhirnya saya menemukan ide mendirikan bisnis properti di kawasan Kasablanka. Saat itu jalan tembus dari Sahardjo ke Kuningan baru akan dibangun. Saya mau bangun gedung disana, tapi terkendala syarat minimum pembebasan lahan
Akhirnya saya disuruh presentasikan ke petinggi Astra soal pembebasan lahan itu. Saya pun disuruh untuk membebaskan lahan untuk Astra. Jadi sebenarnya saya basic-nya calo lahan.
Lalu kapan Anda masuk ke industri batu bara?
Pada 1992 ada proposal dari temannya ibu saya yang suaminya orang Australia yaitu batu bara. Saat itu saya join dengan perusahaan Australia punya tambang batu bara di Sawahlunto, namanya PT Allide Indocoal. Kita minoritas hanya 20%.
Pada 1992 ada proposal dari temannya ibu saya yang suaminya orang Australia yaitu batu bara. Saat itu saya join dengan perusahaan Australia punya tambang batu bara di Sawahlunto, namanya PT Allide Indocoal. Kita minoritas hanya 20%.
Saat itu saya tidak tahu sama sekali batu bara. Tapi insting saya saya melihat minyak akan habis, tapi batu bara masih banyak di Indonesia. Sayangnya tidak berjalan mulus.
Kemudian di 1997, saya bangkit dengan perusahaan pembiayaannya yang sekarang bernama WOM Finance. Modal saya hanya Rp 5 miliar ditambah dari Ometraco Rp 5 miliar dan sisanya utang dari Bank Tiara Rp 50 miliar. Perusahaan ini semakin berkembang yang akhirnya di sekitar 2003-2004, perusahaan itu ditawar oleh BII dengan angka yang tidak bisa saya tolak. Bayangkan dengan modal Rp 10 miliar ditawar US$ 150 juta.
Uangnya saya mau investasikan lagi. Di 2003 saya dapat tawaran dari BNI terkait kredit macet dari yang punya tambang di Kalsel, Karena pengalaman pahit sebelumnya, saya takut tapi ingin. Akhirnya saya ajak pak Teddy Rahmat. Rupanya alhamdulillah lumayan, meski jatuh bangun.
Kemudian 2005 Adaro dijual, saya masih punya uang US$ 25 juta. Akhirnya saya dan pak Teddy ikut masuk dalam perusahaan ini.
Apa yang membuat bisa bangkit lagi dari kegagalan?
Semua itu tidak ada yang instan, semua harus ada proses dan saya bilang bisnis itu susah kalau gampang semua bisa jadi pebisnis.
Semua itu tidak ada yang instan, semua harus ada proses dan saya bilang bisnis itu susah kalau gampang semua bisa jadi pebisnis.
Jadi harus kerja keras, itu semua butuh proses. Seperti naik tangga tak terasa sudah tangga ke-100. Tapi kalau lompat dari satu ke empat ya bisa jatuh. Kalau tidak ulet dan gampang menyerah ya susah jadi pebisnis.
Bisa berbagi tips dalam mengejar kesuksesan?
Kalau kita mau sukses ada ada 5 faktor penting, pertama karakter. Contoh, jangan anggap bahwa uang itu segalanya. Kalau sebaliknya karakter kita buruk.
Kalau kita mau sukses ada ada 5 faktor penting, pertama karakter. Contoh, jangan anggap bahwa uang itu segalanya. Kalau sebaliknya karakter kita buruk.
Kedua, bahwa tidak ada yang instan. Sehingga harus kerja keras. Ketiga baru pintar, ini harus. Keempat networking, bisnis di Indonesia susah kalau enggak punya teman
Kelima menurut saya kita harus bertakwa kepada Tuhan. Kalau bukan rejeki mau kerja dari pagi sampai malam ya tidak akan bisa.[dtk]