www.gelora.co - Setelah Peninjauan Kembali (PK) ditolak Mahkamah Agung (MA), bisakah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan grasi ke Presiden?
Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar, Prof Suparji Ahmad mengatakan, Ahok, terpidana penista agama mengajukam grasi maka Presiden Jokowi hendaknya bersifat obyektif bukan pertemanan.
Apalagi, lanjutnya, sudah menjadi rahasia umum antara Ahok dan Jokowi merupakan teman karib. Padahal dari pengadilan tingkat pertama sampai tingkat MA sudah menyatakan Ahok bersalah. Oleh karena itu ada bukti kuat dan meyakinkan ada kesalahan Ahok ketika menistakan agama.
"Fakta hukum ini (menista agama) harus diperhatikan Presiden sehingga tidak ada alasan yang dapat memberikan ampunan terhadap Ahok. Selama ini Ahok juga belum pernah mengaku salah dan Ahok dalam kondisi bisa menjalani hukuman penjara sehingga tidak perlu diberi ampunan," kata Suparji kepada Harian Terbit, Jumat (30/3/2018).
Suparji mengakui, peluang Ahok mendapat grasi dari Jokowi terbuka luas mengingat keduanya berteman baik. Namun pemberian grasi oleh Jokowi terhadap Ahok sulit direalisasikan. Karena jika menggunakan modal pertemanan untuk mendapatkan grasi maka dapat mempersulit posisi Jokowi dan menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum Indonesia karena intervensi terhadap putusan hukum terjadi didasari perkoncoan atau pertemanan.
Menurutnya, grasi menjadi bagian dari hak prerogratif presiden untuk mengurangi, menghapus, peringanan hukuman. Meski menjadi hak prerogratif namun memberikan grasi, presiden harus mendasarkan pertimbangan obyektif yakni keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum.
"Dengan demikian subyektitas presiden dalam memberikan grasi harus dibingkai dengan konstruksi hukum," ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Ustadz Slamet Ma'arif mengakui, presiden memang bisa memberikan grasi kepada siapapun karena termasuk hak prerogatif presiden. Namun yang penting dalam pemberian grasi ada prosedur yang harus sesuai dengan aturan dan UU yang berlaku. Terhadap Ahok yang diusulkan mendapatkan grasi, Slamet tidak bisa memperkirakan akan mendapatkan atau tidak dengan alasan grasi merupakan hak prerogatif presiden.
Namun Slamet menyakini grasi terhadap Ahok tidak akan diberikan walaupun keduanya telah menjadi teman baik. "Saya menyakini Presiden akan berpikir dua kali untuk mengeluarkan grasi buat Ahok kecuali Jokowi ingin menunjukan bahwa dirinya betul melindungi penista agama," tegasnya.
Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Novel Bamukmin mengatakan, dalam kasus Ahok, Presiden memang termasuk yang selalu mendukung Ahok, yang sekarang tidak tahu keberadaanya dimana setelah PKnya ditolak. Jika grasi diberikan maka akan menimbulkan reaksi keras dari umat Islam.
Novel mengakui peluang Ahok mendapat grasi dari Jokowi terbuka lebar. Apalagi keduanya berteman baik. Namun memberikan grasi kepada Ahok bisa mengancam keutuhan bangsa. Pemberian grasi juga akan sangat merugikan untuk elektabilitas Jokowi. Apalagi dalam perkara Ahok vonis hukumannya sangat ringan. Padahal yang dilakukan Ahok telah melukai umat Islam yang tidak hanya bukan di Indonesia tetapi juga dunia. [htc]