www.gelora.co - Partai Gerindra telah membentuk tim pemenangan guna mencari kandidat calon wakil presiden yang akan mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2019. Tim yang dipimpin anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno, ini nantinya juga bertugas melobi partai lain untuk bergabung memenangkan Prabowo.
"Ini bukan tim penjaringan, tapi tim pemenangan," kata sebuah sumber itu kepada merdeka.com, Kamis (29/3) malam.
Meski belum diungkap Gerindra, tiga orang disebut-sebut telah berhasil dijaring oleh tim ini sebagai kandidat cawapres Prabowo. Salah satu nama yang diyakini masuk daftar yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
Selain Anies, nama mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo belakangan juga santer masuk dalam bursa Pilpres 2019. Gatot bahkan mengaku ditawari masuk Gerindra saat bertemu Prabowo.
"Enggak ada (pesan khusus), hanya beliau menyampaikan kalau nanti mau bergabung saya terbuka," kata Gatot di Apartemen Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (29/3) tadi malam.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo bahkan mengakui nama Gatot masuk dalam daftar cawapres pendamping Prabowo Subianto. Namun, kepada Prabowo, Gatot mengaku belum bisa bicara soal politik lantaran masih aktif menjadi prajurit TNI.
Pengamat politik dari Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), Djayadi Hanan menilai selain Anies Baswedan, nama ketua umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) lebih cocok dipasangkan dengan Prabowo Subianto, ketimbang nama Gatot Nurmantyo. Dia melihat Gatot tidak akan mampu mengerek elektabilitas Prabowo yang saat ini masih stagnan.
Direktur Eksekutif SMRC ini melihat Prabowo dan Gatot berada dalam irisan pemilih yang sama. Sebab, apabila keduanya dipasangkan tidak akan mampu menambah variasi pemilih.
"Dari segi kombinasi pasangan kan milter-militer, Jawa semua juga jadi agak kurang secara konvensional kurang pas pasangan itu, pemilihnya juga sama itu dan dia agak sulit untuk menang jika dikombinasikan," ujar Djayadi kepada merdeka.com, Jumat (30/3).
Sedangkan, ujar dia, Prabowo perlu mempertahankan dan merebut suara yang direbut Jokowi pada 2014 lalu. Djayadi menuturkan cawapres yang cocok adalah yang bisa melengkapi kekurangannya.
"Maka dia harus ambil dari pemilih Jokowi enam persen lagi, harus dibantu calon wapresnya harus tidak dari asal sama, apalagi tantangan lebih berat partai yang dulu dukung Prabowo pada dukung Jokowi, sekarang tinggal PKS saja," ujarnya.
Dia menilai figur dan latarbelakang Anies menjadi salah satu yang cocok mengisi kekurangan Prabowo. Namun dia mencatat kekurangan Anies hanya memiliki basis suara dari pemilih yang sama.
Karena itu, dia berpendapat, nama Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dapat merangkul basis suara yang Prabowo tak dapat dalam Pilpres 2014 lalu. Menurut dia, apabila bersanding dengan Cak Imin, Prabowo bisa merangkul suara Islam NU.
"Jadi Anies sama Muhaimin bisa cocok. Kalau dari segi hitungan Anies tidak menambah suara NU. Sementara Islam non NU banyak di Prabowo, jadi ambil Muhaimin lebih menguntungkan bagi Prabowo," kata Djayadi.
Meski begitu, dalam survei, belum ada hitungan matang Prabowo-Cak Imin. Dibandingkan dengan Prabowo-Anies yang seringkali muncul dalam survei.
Dalam survei dilakukan (SMRC) pada Desember 2017 lalu, Joko Widodo masih menjadi kandidat yang paling diunggulkan menjadi Presiden jika Pemilihan Umum (Pemilu) digelar saat ini. Elektabilitas Jokowi saat pertanyaan diajukan secara spontan sebesar 38,9 persen.
Di urutan kedua disusul Prabowo Subianto dengan 10,5 persen. Lalu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dengan 1,4 persen. Elektabilitas Jokowi terus menguat dari kandidat-kandidat lain sebesar 53 persen jika pertanyaan dilakukan dengan semi terbuka.
Sementara di posisi kedua ditempati oleh Prabowo dengan 18,5 persen, dan SBY di posisi ketiga dengan 2,6 persen. Di bawah Prabowo dan SBY, berturut-turut ada nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan 1,7 persen, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo dengan 1,3 persen.
Kemudian, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dengan 1,2 persen, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wali kota Bandung Ridwan Kamil dengan 0,9 persen.
SMRC juga membuat simulasi elektabilitas dari 3 nama capres yakni Jokowi, Prabowo dan Anies. Lagi-lagi, Jokowi mengungguli Prabowo dan Anies dengan angka 61,4 persen. Prabowo mengantongi suara 25,7 persen dan Anies 3,9 persen pada Desember 2017.
Kemudian, SMRC membuat simulasi 2 nama capres, Jokowi dan Prabowo. Hasilnya Jokowi tak terkalahkan dari Prabowo dengan 64,1 persen. Prabowo berada di angka 27 persen.
Survei SMRC ini dilakukan pada 7-13 Desember 2017 dengan melibatkan 1.220 responden. Metode survei yang dipakai adalah multistage random sampling dengan margin of errornya 3,1 persen. (ma)