Muhaimin dan Din |
Oleh: Makmun Murod Albarbasy
Menjelang tahun politik 2019, perbincangan soal calon presiden tampaknya tak semenarik membincang calon wakil presiden. Padahal banyak yang berpandangan bahwa calon presiden paling juga akan berkisar antara Jokowi dan Prabowo.
Misalnya, soal calon alternatif yang mencoba digagas oleh beberapa elit partai juga belum berani dan tegas menyebut figur. Karenanya, tak terlalu menarik membincang calon presiden.
Justru yang menarik membincang adalah soal siapa calon wakil presiden. Sebab calon presiden yang terpilih pada Pilpres 2019 akan sangat potensial dan berpeluang besar untuk menjadi presiden untuk lima tahun berikutnya.
Lalu sosok siapa yang pantas diusung menjadi cawapres" Jawabnya, banyak pihak yang tak langsung menyebut nama. menghendaki agar cawapres nanti harus orang yang paham Islam sekaligus Pancasila. Namun jelas banyak pula orang yang berani mengatakan saya Muslim tapi saya juga Pancasilais.
Maka siapa menjadi jelas bila di sini tak boleh dibiarkan orang yang tak paham Islam dan Pancasila menjadi cawapres. Sebab kalau cawapres sebatas Muslim, tapi tidak paham Pancasila atau bahkan anti-Pancasila itu sangat berbahaya dan tak layak diusung.
Dalam konteks dialektika, Pancasila harus dipahami sebagai sintesis antara dua kutub ekstrem ideologi, yaitu negara sekular dan teokratik. Pancasila itu "ideologi tengahan". Negara Pancasila adalah penegasan dari sebuah negara yang bukan negara agama tapi juga bukan negara sekular, namun juga sebuah negara yang menganggap agama penting.
Letak penting agama jelas secara tegas terdapat pada Sila Pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Pembukaan UUD NRai Tahun 1945, dan Pasal 29. Negara Pancasila itu bukan negara agama tapi negara agamis. Orang yang suka teriak-teriak mengaku paling Pancasila tapi pola pikirnya justru sekular atau skripturalis, sebenarnya cermin dia tak paham Pancasila.
Nah, orang seperti itu tak boleh dan tak layak diusung menjadi cawapres, baik untuk mendampingi Jokowi dan kemungkinan juga mendampingi Prabowo. Sedangkan mengenai soal nama yang layak mendampingi Jokowi maupun Prabowo, akhirnya bermuara dengan menyebut beberapa nama.
Dengan begitu, kalau calon wakil presiden itu berasal dari non partai, maka nama Din Syamsuddin layak diperhitungkan dan dipertimbangkan. Pengalaman dan aktivitasnya dalam masalah-masalah kenegaraan dan sosial kemasyarakatan tak diragukan.
Pergaulannya pun juga sangat luas dan bisa diterima beragam kalangan. Din Syamsuddin bukan saja layak mendampingi Jokowi atau Prabowo. Nama lainnya dari orang non-partai, nama Moh Mahfud MD layak juga dipertimbangkan mendampingi Jokowi maupun Prabowo. Mahfud cukup berintegritas juga bisa diterima beragam kalangan. Berpengalaman juga terlibat dalam pemerintahan, baik sebagai anggota DPR maupun menteri.
Sementara tokoh partai yang bisa dipertimbangkan untuk mendampingi Jokowi maupun Prabowo adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Selain cukup punya pengalaman di pemerintahan, juga pengalaman sebagai aktivis akan banyak membantu dalam menjalin relasi dengan banyak kalangan.
Nama lainnya dari orang partai yang layak diperhitungkan adalah Zulkifli Hasan. Ketua Umum PAN ini selain pernah menjadi menteri juga sekarang menjabat sebagai Ketua MPR. Juga dikenal santun dan supel dan bisa diterima banyak kalangan.
Alhasil, keempat nama itu kiranya sangat memenuhi kriteria sebagai orang yang paham Islam dan juga Pancasila.
* DR Makmun Murod, Aktivis Muda Muhammadiyah dan Direktur PSI Fisip UMJ.