www.gelora.co - Kasus penerbitan surat keterangan lunas (SKL) terhadap obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) masih jalan ditempat.
Meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memeriksa sejumlah saksi termasuk Budiono, mantan Menteri Keuangan era Presiden Megawati Soekarnoputiri. Namun titik terang pengungkapan aktor penerbitan SKL belum terjawab.
Di sisi lain KPK belum pernah memanggil Megawati selaku pihak yang menandatangani Inpres 8/2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.
Inprea tersebut jugalah yang dijadikan acuan mantan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung mengeluatkan SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
Pakar Hukum Pidana, Yenti Gernasih menilai tidak masalah KPK memeriksa Ketua Umum PDIP itu sebagai saksi dalam proses pengungkapan kasus yang disebut telah Merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,58 triliun.
"Ya itu kalau kita ngomong dari politic before the law ya siapa saja ya nggak masalah sih seharusnya diperiksa saja (Megawati). Pak Boediono sudah beberapa kali datang juga tidak masalah," ujarnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (16/3).
Yenti menilai dalam pengungkapan kasus siapapun yang terlibat atau mengetahui rangkaian kasus bisa diperiksa untuk dimintai keterangannya.
Menurutnya, pihak yang dimintai keterangan bukan berjung pada dugaan keterlibatan.
"Kan diperiksa itu belum tentu dia terlibat suatu. Pemeriksaan itu belum tentu terlibat suatu kejahatannya tentu harus dipatuhi seharusnya hadir," ujar Yenti.
Sejauh ini KPK baru menetapkan Syafruddin sebagai tersangka sejak 25 April 2017. KPK menduga, Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.
Kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan SKL terhadap Sjamsul Nursalim. Dikeluarkannya SKL itu mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. [rmol]