www.gelora.co - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti adanya dugaan penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK) yang digunakan untuk registrasi nomor telepon seluler (ponsel).
DPR berencana memanggil Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menjelaskan informasi tersebut. "Kami meminta agar Komisi I meminta penjelasan dari Kemenkominfo mengenai isu bocornya data tersebut. Hal ini bisa membahayakan kepentingan nasional negara ini," ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo, di Gedung DPR, kemarin.
Dia menjelaskan kebijakan mengenai kewajiban registrasi kartu seluler yang NIK dan KK sempat menimbulkan polemik di masyarakat. Apalagi saat ini ada informasi jika data pribadi yang dikirimkan pengguna ponsel disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Tentu sangat berbahaya apalagi data pribadi pengguna ponsel digunakan oleh oknum tak bertanggung jawab,” ujarnya.
Bamsoet mengatakan informasi penyalahgunaan data pribadi pengguna ponsel ramai beredar di media sosial. Salah satu pengguna twitter yang kebetulan pelanggan Indosat Ooredoo misalnya sempat berkicau NIK dan nomor KK dipakai oleh 50 nomor sedangkan ia hanya mengaku memiliki satu nomor.
"Ini satu hal yang mengejutkan bahwa niat baik kita sebagai warga negara yang patuh terhadap peraturan untuk memenuhi permintaan pemerin tah untuk melakukan pendataan ulang terhadap kepemilikan nomor handphone, dimana kita mempunyai data yang sangat penting yaitu NIK dan No. KK, bisa diakses dan bisa bocor kemana-mana, itu merupakan pelanggaran yang harus diselidiki," jelasnya.
Anggota Komisi I DPR Sukamta meminta pemerintah memberi penjelasan terkait informasi penyalahgunaan data pribadi pengguna ponsel ter sebut. Pemerintah juga harus bertanggung jawab jika hal itu memang benar terjadi.
"Kita minta pertanggungjawaban pemerintah atas tersalahgunakannya NIK ini. Sejak awal kami sudah berulang kali menegaskan pemerintah agar menjamin perlindungan dan keamanan data pribadi masyarakat sebagai mana sudah diatur dalam Undang-undang kependudukan. Pemerintah terkesan over confident untuk selalu menjamin tidak akan terjadi tersalahgunakannya data masyarakat," ujarnya. (sn)