www.gelora.co - Saat ini ada penggiringan opini bahwa Islam di Indonesia tidak toleran. Salah satu indikasinya penyelesaian kasus penyerangan Gereja Santa Lidwina di Sleman, Yogyakarta.
Sinyalemen itu disampaikan aktivis Tionghoa, Agnes Marcellina (14/02). “Yang menyedihkan adalah reaksi yang berbeda, ada penggiringan opini publik bahwa Islam itu tidak toleran di negeri," kata mantan Sekjen APCI itu.
Agnes menyesalkan perbedaan sikap kepolisian terhadap pelaku penyerangan rumah ibadah. “Saat terjadi penyerangan terhadap ulama, kiai, ustadz maupun masjid, pelakunya dinyatakan sebagai orang gila. Bahkan Kapolri pun menyatakan bahwa serangan terhadap ulama adalah kriminal biasa. Sedangkan ‘persekusi’ kepada biksu dan penyerangan di gereja Santa Lidwina, pelakunya dinyatakan terkena pengaruh radikalisme," beber Agnes.
Menurut Agnes, ada penggiringan opini publik yang memang disengaja untuk memecah belah bangsa. "Bisa saja oknum-oknum yang memicu kegaduhan-kegaduhan adalah orang-orang yang dibayar, yang demi uang melakukan apa saja," jelas Agnes.
Tak hanya itu, Agnes menilai, Islam di Indonesia sedang disudutkan, di mana Umat Islam diyakini akan menjadi kekuatan politik yang sangat besar.
"Pemegang kekuasaan takut akan gelombang kekuatan umat Islam. Faktanya, gerakan-gerakan bela Islam mampu mempersatukan umat Islam yang juga akan menjadi kekuatan besar di hadapan kekuasaan," papar Agnes.
Terkait adanya upaya pecah belah bangsa, Agnes meminta non Muslim untuk tidak terpancing, dengan terus menjaga sikap penuh kasih dan terus menjalin silaturahimi dengan sesama anak bangsa.
"Jika ada hal hal yang tidak berkenan dan melanggar hukum, laporkan dan musyawarahkan. Sekarang jamannya medsos jadi kebenaran tetap kita perjuangkan," pungkas Agnes.[ito]