www.gelora.co - Situasi keamanan di Afghanistan benar-benar mencemaskan setelah sebuah bom kembali meledak di Kabul, Sabtu (27/1). Masyarakat Afghanistan mulai frustasi dengan kondisi keamanan negara mereka yang tak kunjung aman. Teror dan bom terus terjadi. amun, situasi keamanan yang mencekam tak membuat Presiden Jokowi gentar untuk berkunjung ke sana hari ini.
Meski disarankan membatalkan kunjungan ke Afghanistan karena alasan keamanan, Jokowi dipastikan tetap melanjutkan lawatannya hari ini. Seskab Pramono Anung sampai geleng-geleng kepala, Jokowi kok gak ada takutnya.
Di Twitter, Pram berkicau ada banyak pihak yang menyarankan agar Jokowi menunda kunjungannya karena adanya ledakan bom ambulans. Tapi saran tersebut rupanya dikesampingkan saja dan memastikan tetap. "Presiden nggak ada takutnya," kicau Pram di akun @pramonoanung.
Kekhawatiran Pram sangat beralasan. Dalam sebulan terakhir, ada tiga serangan teror yang terjadi di Kabul, Ibukota Afghanistan. Serangan teror pertama terjadi di Hotel Intercontinental, Sabtu 20 Januari lalu dan menewaskan 22 orang termasuk 14 warga asing. Tak sampai sepekan, serangan kembali terjadi di kantor organisasi kemanusiaan Save the Children. Teror terbaru terjadi Sabtu kemarin. Dalam serangan bom ambulans ini dilaporkan 95 orang tewas dan melukai sedikitnya 191 orang. Bom ambulans meledak di pusat kota, yang terdapat kantor lembaga asing termasuk perwakilan Uni Eropa. Bom meledak tak jauh dari kantor KBRI di Afghanistan. Hanya 500 meter.
Kantor berita AFP melaporkan, serangan demi serangan yang terjadi di Kabul ini bikin masyarakan Afghanistan mulai frustasi. Berbagai kicauan kecemasan dan ungkapan kekecewaan kepada pemerintah berseliweran di jagat Twitter. Mereka merasa Kabul bukan lagi tempat yang aman. "Kami benar-benar remuk, kami tidak tahu bagaimana lagi harus memulai hari," cuit Freshta Karim, di akun Twitter-nya seperti dikutip AFP, kemarin. "Di Kabul memulai hari tanpa ledakan itu merupakan sebuah kejutan. Kami hanya bisa membayangkan akan ada hari seperti itu," kicau Naser Danesh.
Pemilik akun Naweed Qaderi, menilai pemerintah begitu memalukan. "Mereka berulang kali gagal melindungi warga. Para pemimpin harus kehilangan anak dulu untuk bisa merasakan sakitnya perasaan masyarakat yang malang ini," tulisnya di Facebook.
Kekhawatiran rakyat Afghanistan akan serangan bom itu rupanya tak bikin Jokowi gentar. Jokowi dipastikan berkunjung ke Afghanistan meski situasi keamanan di sana sangat rawan.
Kunjungan Jokowi ke Afghanistan adalah rangkaian kunjungannya ke lima negara di Asia Selatan yang dimulai sejak awal pekan kemarin. Lima negara itu adalah Sri Lanka, India, Pakistan, Bangladesh dan terakhir Afghanistan. Agenda Jokowi, kemarin, masih berada di Bangladesh yakni mengunjungi salah satu lokasi pengungsian Rahkhine State yang ada di Kamp Jamtoli, Sub Distrik Ukhiya, Distrik Cox's Bazar, Bangladesh. Ikut mendampingi Menlu Retno Marsudi, Seskab Pramono Anung dan Dubes RI untuk Bangladesh Rina Soemarno.
Dalam kunjungan tersebut, Jokowi bersama Ibu Iriana meninjau salah satu fasilitas kesehatan hasil kerja sama pemerintah bersama-sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi serta masyarakat Indonesia. Jokowi juga sempat berinteraksi dengan para pengungsi seraya memberikan bantuan kemanusiaan seperti klinik pengobatan, farmasi hingga pompa air.
Dari Bangladesh, Jokowi dijadwalkan terbang ke Afghanistan hari ini. Tentu saja standar pengamanan Presiden saat mengunjungi negara zona merah atau rawan berbeda dengan negara biasa-biasa saja. Prosedur pengamanan yang dilakukan saat Jokowi berkunjung ke India tentu berbeda dengan prosedur pengaman di Afghanistan. Prosedur tambahan biasanya adalah mengenakan rompi anti-peluru.
Apakah dalam kunjungan ke Afghanistan nanti juga Jokowi akan mengenakan rompi anti-peluru? Jubir Presiden Johan Budi SP saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka tadi malam tidak bisa memastikan. Dia bilang, prosedur pengamanan untuk Jokowi di Afghanistan tentu saja berbeda. "Saya harus cek dulu (memakai rompi atau tidak). Soalnya saya tidak ikut di lapangan," kata Johan, tadi malam.
Sebenarnya bukan kali ini saja Presiden RI berkunjung ke negara konflik. Tahun 1995, Presiden Soeharto pernah mengunjungi Sarajevo, Ibukota Bosnia Herzegovina di tengah konflik Balkan yang memusnahkan ribuan rakyat Bosnia. Dalam buku "Pak Harto The Untold Stories" yang diterbitkan 2011, diceritakan bagaimana Soeharto berkunjung ke Bosnia di tengah adu tembak.
Saat itu PBB membolehkan Soeharto berkunjung ke Bosnia setelah menandatangani surat pernyataan risiko. Artinya, PBB tak bertanggung jawab jika terjadi apa-apa dengan Soeharto di Sarajevo. Komandan Grup A Paspampres Sjafrie Sjamsoeddin tak bisa menutupi kecemasannya. Soalnya suasana di sana mencekam karena di tengah medan konflik. Saat mendarat di Sarajevo, Sjafrie melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk menembak jatuh pesawat terbang terus bergerak mengikuti pesawat yang ditumpangi rombongan Presiden. Di lapangan, kecemasan Sjafrie bertambah. Soalnya, Soeharto menolak mengenakan helm baja dan rompi anti-peluru seberat 12 kilogram yang dikenakan oleh setiap anggota rombongan. Dandanan Soeharto biasa saja. Jas dan kopiah.
Kepercayaan diri pasukan kembali pulih setelah melihat Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. "Melihat Pak Harto begitu tenang, moral dan kepercayaan diri kami sebagai pengawalnya pun ikut kuat, tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah," kata Sjafrie. Singkat cerita, Soeharto bertemu dengan Presiden Bosnia Herzegovina Alija Izetbegovic. [rmol]