www.gelora.co - Komisi VI DPR kemarin, menggelar rapat dengan Menteri Perindustrian Enggartiasto Lukita perihal impor beras. Dalam rapat yang berlangsung lima jam itu, Enggar kelabakan karena dicecar habis soal keputusannya mengimpor 500 ribu ton beras. Meski begitu, Enggar memastikan akan tetap mengimpor untuk mengamankan stok nasional.
Rapat yang digelar di kompleks gedung DPR ini berlangsung panas sejak dimulai pukul 10 pagi. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi VI Teguh Juwarno. Selain Mendag dan jajarannya, sejumlah perwakilan mitra Komisi VI DPR juga terlihat hadir. Mereka adalah Deputi Bidang Usaha Kementerian BUMN Agro Wahyu Kuncoro, Dirut PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Agus Andiyani dan Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti.
Membuka rapat, Teguh langsung meminta penjelasan kepada Mendag terkait keputusan mengimpor beras di akhir bulan Januari ini.
Apa jawaban Enggar? Dia bilang, impor merupakan opsi terakhir untuk bisa memenuhi stok dan meredam kenaikan harga beras yang terjadi belakangan ini. Dia bilang, bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk bisa meredam harga beras, salah satunya dengan menggelar operasi pasar bersama Perum Bulog, tapi harga beras tak juga stabil.
Sebagai contoh, harga beras di daerah lumbung beras seperti Jawa Timur masih tinggi dan stok di gudang swasta rata-rata mengalami penurunan yang tajam. Enggar mengakui memang ada panen. Hanya saja jumlah panen saat ini tak bisa menutupi kebutuhan pasar. Lalu setelah rapat dengan Menko Perekonomian dan Menteri Pertanian, diputuskanlah langkah-langkah untuk mengisi kekosongan dan menjaga tren kenaikan harga. "Sesudah kami umumkan impor beras itu, tren kenaikan berhenti, bahkan ada beberapa yang turun. Diharapkan sampai dengan pertengahan Februari beras impor sudah bisa masuk," tuntasnya.
Anggota Komisi VI DPR rupanya tak puas dengan penjelasan Enggar tersebut. Anggota Komisi VI Abdul Wahid misalnya mempertanyakan data stok beras yang tersebar di masyarakat yang isinya antara lain perbedaan data stok yang dimiliki Kementan dan Kemendag. Menurut dia, Kementan selalu mengklaim stok beras yang dimiliki pemerintah aman karena panen selalu terjadi. Akan tetapi, data dari Kemendag justru menunjukkan data stok beras yang menipis sehingga mengharuskan impor. "Ada simpang siur antara Kemendag dan Kementan. Akibat statement Menteri Pertanian, sebenarnya ada masalah harga. Contoh data Kementan tidak akurat. Harus ada rapat gabungan," ujarnya.
Rieke Diah Pitaloka dari Fraksi PDIP juga mempertanyakan simpang siurnya data stok beras. "Saya menolak impor beras selama data yang disampaikan kepada publik belum jadi satu data yang utuh dan alirannya," ujarnya. Dia juga mempertanyakan keputusan pemerintah untuk melakukan impor. Apalagi, kebijakan impor beras ini dilakukan pada saat mendekati masa panen raya. Sehingga dia curiga ada maksud lain dari keputusan impor ini. Dia bilang, pada November 2017 Mentan bilang, stok aman sampai Mei 2018. Pada 7 Desember 2017 Bulog mengatakan stok 1,1 juta akan cukup sampai April 2018. "Jadi persoalan (impor beras) jangan ditarik pada siapa yang boleh impor, PPI atau Bulog. Harusnya betulkah kita tidak ada stok beras," ujarnya.
Wakil Ketua DPR Azam Asman lebih keras lagi. Dia meminta Kemendag menyiapkan data yang jelas terkait dengan persediaan atau stok beras pemerintah. Data itu diperlukan agar pemerintah bisa membuat suatu kebijakan dengan benar. "Di mana data gudang seluruh Indonesia? Kalau enggak punya data bagaimana mau ambil keputusan," kata Azam dengan nada yang tinggi. Jika tidak ada data, Azam mengatakan, bisa menimbulkan kecurigaan. Menurut Azam, di era perkembangan teknologi saat ini seharusnya bukan hal yang sulit untuk menyediakan data. "Ini sudah era teknologi. Ini sebagai dasar pengambilan keputusan. Berapa panen yang laku. Disimpan di mana barang ini, berapa stoknya, kalau tidak ada kita kan patut curiga," kata Azam. Mendengar itu, Enggar manggut-manggut. Sementara jajarannya sibuk mencatat.
Sampai berakhir, rapat belum menghasilkan keputusan. Hanya ada sejumlah pandangan terkait keputusan impor tersebut. Antara lain, Komisi VI akan membentuk tim pengawas atau tim monitoring untuk menyikapi kebijakan impor beras. Apalagi ada hal yang kontradiktif. Kementan mengatakan Indonesia swasembada beras, sementara Kemendag menilai perlu impor beras karena stok menipis dan harga di pasaran sudah merangkak naik.
Teguh pun memutuskan menutup rapat untuk kemudian dilanjutkan lagi setelah 28 Januari. Rapat akan kembali dilanjutkan agar DPR bisa terus memantau dan mengikuti perkembangan dari langkah pemerintah dalam memutuskan untuk melakukan impor beras. "Kita juga ingin memastikan bahwa impor apabila terjadi enggak akan buat petani kita tidak bisa menikmati harga yang layak. Kita ingin ada tim yang turun untuk evaluasi sebenarnya. Kita data soal ketersediaan beras juga enggak jelas. Menteri tadi akui banyak gudang yang belum melapor. Pemerintah punya kewenangan untuk itu. Tim akan turun untuk investigasi itu," tuntasnya. [rmol]