www.gelora.co - Bimata Politica Indonesia (BPI) melihat bursa calon presiden yang akan bertarung pada 2019 masih didominasi dua nama yaitu Joko Widodo (Jokowi) sebagai petahana dan rivalnya Prabowo Subianto.
Pasalnya dukungan kepada dua nama tersebut cenderung masih kuat dan solid.
Hasil survei yang dilakukan oleh BPI periode November 2017 di seluruh wilayah Indonesia menghasilkan jika pemilihan presiden digelar hari ini, suara dukungan kepada Prabowo jauh meninggalkan Jokowi dengan angka 58, 36 persen. Sedangkan Jokowi sendiri berada di angaka 33, 72 persen, dan sisanya belum menentukan pilihan.
"Sementara untuk pilihan partai politik persaingan masih akan didominasi tiga partai besar pemenang Pemilu 2014 yaitu PDIP 28,24 persen, Gerindra 26,43 persen, Golkar 18,16 persen, sedangkan sisanya terbagi untuk partai lainnya," jelas Direktur Eksekutif BPI Panji Nugraha, kepada wartawan, Senin (27/11).
Dia menjelaskan, beberapa indikator semakin menguatnya dukungan kepada Prabowo adalah, pertama Pilkada DKI Jakarta efek, isu agama yang terjadi di dalamnya berdampak kepada semakin solidnya tokoh-tokoh Islam yang selama ini cenderung diam dalam menanggapi isu politik. Kiprah Prabowo sendiri yang melakukan turun gunung sebagai king maker dalam Pilkada DKI dengan mengusung pasangan Anies-Sandi mendapatkan keuntungan berlebih yaitu semakin menaikkan popularitasnya.
Kedua, lemahnya penegakan hukum. Selama pemerintahan Jokowi-JK penegakan hukum cenderung lemah dan terkesan lamban, kasus yang menimpa Novel Baswedan menjadi indikator pertama kekecewaan masyarakat kepada pemerintah yang dinilai lemah dalam penegakan hukum.
"Kemudian kebijakan pemerintah yang menaikan tarif dasar listrik menjadi indikator paling kuat kekecewaan masyarakat kepada pemerintah, dampak dari kebijakan ini terbukti membuat biaya hidup masyarakat semakin tinggi. Hal ini juga menjadi indikator terjadinya peralihan dukungan kepada Prabowo," papar Panji.
Terakhir, pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat. Selain itu, rencana pemerintah yang akan menjual berbagai asset penting negara dianggap sebagai kebijakan keliru.
Survei BPI sendiri digelar November 2017 menggunakan metode multistage random sampling kepada 2.000 responden di seluruh Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih. PPenelitian mendapati tingkat kesalahan sebesar 5 persen.
[rmol]