Sandiaga Sedih Buruh tak Terima Keputusan UMP

Sandiaga Sedih Buruh tak Terima Keputusan UMP

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Sikap serikat buruh yang tak terima dengan besaran upah minimum provinsi (UMP) yang ditetapkan Gubernur DKI Anies Baswedan mengetuk hati Wakil Gubernur Sandiaga Uno. Ia mengaku sedih dan terenyuh mendengar rencana mereka menyelenggarakan aksi 10 November mendatang.

"Yah ini yang kadang membuat sedih dan terenyuh karena tentunya pengambil keputusan ini sudah mempertimbangkan berbagai faktor," kata Sandi di Gedung Balai Kota DKI, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis malam (2/11).

Menurut Sandi, pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan telah berusaha mengambil jalan tengah. Awalnya, survei yang dilakukan dan telah disepakati oleh dewan pengupahan menunjukkan hasil Rp 3,1 juta. Dewan pengupahan terdiri dari perwakilan pemerintah, pengusaha, dan buruh.

Dari hasil ini, dewan pengupahan menghitung besaran UMP 2018 sesuai dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Skema kenaikan upah yang dipakai yaitu UMP tahun berjalan sebesar Rp 3.355.750 x laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebesar 8,71 persen. Dengan rumus ini, diperoleh besaran UMP 2018, Rp 3.648.305.

Belakangan serikat buruh merasa ada beberapa komponen yang nilainya tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, yaitu biaya sewa rumah, biaya transportasi, dan biaya listrik. Serikat buruh lalu melakukan survei sendiri dan mengaku telah menunjukkan bukti-bukti berupa nota kontrakan, rekening listrik, dan uang transportasi.

Ketiga komponen ini memang tidak ditentukan melalui survei, melainkan kesepakatan bersama tiga belah pihak. Tak heran, keputusan buruh untuk melakukan survei sendiri sempat menimbulkan perdebatan.

Tak ingin menjadi semakin pelik, piha pemerintah dan pengusaha menyetujui perubahan nilai pada beberapa komponen. Biaya sewa rumah yang awalnya tertulis Rp 850 ribu menjadi Rp 1 juta. Biaya transportasi awalnya hanya ditulis Rp 450 ribu. Namun, hasil survei menunjukkan biaya mencapai Rp 600 ribu. Selain itu, ada juga biaya listrik yang hanya tertulis Rp 175 ribu, padahal sebenarnya mencapai Rp 300 ribu. Maka, hasil akhir survei KHL berubah dari Rp 3.149.631 menjadi Rp 3.603.531.

Tak sampai di situ, serikat buruh tak mau menggunakan PP Nomor 78 tahun 2015. Mereka ingin penghitungan UMP tidak didasarkan pada besaran UMP berjalan, namun berdasarkan survei KHL. Dengan KHL Rp 3.603.531 dikali inflasi dan pertumbuhan ekonomi 8,71 persen, besaran UMP yang dituntut buruh mencapai Rp 3.917.398.

Dewan pengupahan akhirnya memutuskan mengajukan dua alternatif angka kepada Anies. Rabu (1/11), Sandi mengumumkan UMP DKI Jakarta senilai Rp 3.648.305, sesuai usul dari Dewan Pengubahan.

Sandi mengatakan kronologis ini telah ia jelaskan kepada Said Iqbal. Ia menegaskan Anies-Sandi tidak akan pernah lari dari komitmen menyejahterakan pekerja. Ia juga menekankan perlunya hubungan industrial yang baik antara dunia usaha dan para pekerja dengan pemprov DKI sebagai fasilitator.

Keputusan ini menimbulkan reaksi penolakan di kalangan buruh. Menurut mereka, Anies-Sandi telah berjanji tidak berpedoman pada PP No 78 tahun 2015. Keputusan itu dianggap sebagai kebohongan dan ingkar janji.

Melalui keterangan tertulis, Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan buruh telah mengajukan nilai kompromi sebesar Rp 3,75 juta atau naik 13,9 persen dari UMP 2017. Bagi mereka, ini merupakan langkah awal agar secara bertahap upah buruh di Jakarta bisa setara dengan Bekasi, Karawang, bahkan Vietnam dan Malaysia. [rci]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita