www.gelora.co - Di tengah pertemuan antara Presiden Soeharto dan Presiden Kroasia Franjo Tudjman di Zagreb, 13 Maret 1995, terbetik kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki saat terbang ke Bosnia. Tapi menurut mantan Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin, kabar itu tak menciutkan nyali Presiden Soeharto.
Selaku Ketua Gerakan Non Blok, Soeharto tetap berkeras untuk menemui Presiden Bosnia Alija Izetbegovic sebagai bentuk dukungan moral. "Saya pamit dulu untuk ke Sarajevo," kata Soeharto kepada Franjo Tudjman seperti ditulis Sjafrie dalam buku Pak Harto The Untold Stories.
Dengan menggunakan pesawat sewaan dari Rusia jewnis JAK-40 berkapasitas 24 kursi, Presiden Soeharto terbang ke Bosnia-Herzegovina. Turut dalam pesawat antara lain Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung, Kepala BIA Mayjen Syamsir Siregar, Dan Paspampres Mayjen Jasril Jakub, Ajudan Kolonel Sugiono, dan Juru Foto Kepresidenan Serma Saidi.
Sesuai prosedur keselamatan internasional di medan perang, semua penumpang mengenakan helm baja dan rompi yang bisa menahan proyektil M-16, kecuali Soeharto. Dia cuma berkopiah dan menolak mengenakan rompi seberat 12 kilogram. "Eh, Sjafrie, itu rompi kamu cangking (jinjing) saja. Helmnya nanti masukkan ke Taman Mini (Museum Purna Bhakti) saja," ujar Soeharto.
Menjelang mendarat di Sarajevo, dari jendela pesawat Sjafrie yang kala itu menjabat Komandan Grup A Paspampres melihat senjata 12,7 mm yang biasa digunakan untuk merontokkan pesawat terbang terus mengikuti rombongan. Tak heran, sebab lapangan terbang Sarajevo dikuasai dua pihak: Wilayah dari ujung ke ujung landasan milik Serbia yang tentaranya di bawah kendali Jenderal Ratko Mladic, sedangkan sisi kanan-kiri dikuasai Bosnia.
"Pak Harto turun dari pesawat dan berjalan dengan tenang. Kami sebagai pengawalnya pun ikut tenang dan mantap. Presiden saja berani, mengapa kami harus gelisah," tulis Sjafrie.
Soeharto kemudian naik panser VAB (mirip panser Anoa buatan Pindad) yang disediakan PBB. Rombongan melewati sniper valley, lembah yang biasa diisi para penembak jitu dari kedua pihak yang bertikai. Untungnya tidak ada apa-apa selama perjalanan. Soeharto pun bertemu Izetbegovic di istana yang kala itu kondisinya amat memprihatinkan. Selama pertemuan, Sjafrie melaporkan ada tembakan meriam tak jauh dari istana.
Setelah meninggalkan istana, Sjafrie pun bertanya pada Soeharto mengapa nekad mengunjungi Bosnia yang berbahaya. "Kita ini pemimpin Negara Non Blok tetapi tidak punya uang. Ada negara anggota kita susah, kita tidak bisa membantu dengan uang ya kita datang saja. Kita tengok. Yang penting orang yang kita datangi merasa senang, morilnya naik dan mereka menjadi tambah semangat," jawab Soeharto.
[dtk]