Banyak Nawacita Belum Tercapai, PDIP Salahkan Birokrasi

Banyak Nawacita Belum Tercapai, PDIP Salahkan Birokrasi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Anggota Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengakui bahwa dalam tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) masih banyak janji-janji Nawacita yang belum tercapai.

Namun, dia tidak menyalahkan Jokowi-JK. Menurutnya, hal itu terjadi karena masalah struktural.

Hendrawan yang juga anggota Komisi VI DPR memastikan bahwa langkah Jokowi-JK dalam mewujudkan janji-janji yang diucapkan pada kampanye Pilpres 2014 masih berada di jalur yang tepat. Sebagian dari janji-janji Nawacita juga sudah tercapai.

"(Langkah Jokowi-JK) pada jalur yang tepat. Capaian realisasinya memang baru sekitar 60-65 persen," katanya di jakarta, Selasa (7/11).

Menurut Hendrawan, masih belum tuntasnya pemenuhan janji-janji itu karena ada beberapa persoalan yang mengadang. Persoalan itu sudah turun-temurun alias struktural. Butuh waktu agak lama untuk membenahinya. Persoalan tersebut mulai dari birokrasi sampai nilai ekspor yang kecil, karena barang yang dikirim ke luar negeri tak memiliki nilai tambah besar.

"Persoalan struktural seperti birokrasi yang belum efisien, kesenjangan produktivitas antar sektor, ketergantungan pada luar negeri, ekspor yang didominasi komoditas bernilai tambah rendah, kepemilikan lahan pertanian yang timpang, dan lainnya," bebernya.

Meski demikian, dia memastikan bahwa sejumlah indikator ekonomi telah menunjukkan perbaikan. Indikator tersebut antara lain posisi daya saing yang terus meningkat, indeks kemudahan berbisnis yang terus membaik, dan perbaikan infrastruktur. Dia pun berharap, program akselerasi terus dilakukan, utamanya program-program produktif yang dapat memicu peningkatan daya beli masyarakat.

"Koordinasi dan sinergi lintas sektoral harus diperkuat. Paket-paket deregulasi yang sudah dibuat yang ada 16 paket harus tetap dimonitor implementasinya. Efisiensi ekonomi harus ditingkatkan," pesan Hendrawan.

Soal penurunan daya beli masyarakat yang banyak diungkap kalangan partai oposisi, Hendrawan tidak membantah. Terlebih, ada laporan Badan Pusat Statistik yang mengungkapkan adanya pelemahan daya beli pada masyarakat. Namun, dia menganggap hal tersebut tidak serta merta menunjukkan kemampuan ekonomi masyarakat turun. Penurunan daya beli itu terjadi lantaran ada beberapa item baru yang membuat alokasi belanja di masyarakat berubah, yakni pengeluaran untuk pulsa dan penggunaan teknologi baru seperti ATM dan m-banking.

"Di kelas menengah ada tren belanja untuk edukasi, kesehatan, dan wisata. Sementara di pedesaan nilai tukar petani hanya naik tipis. Artinya, produk-produk pertanian atau agro belum memiliki nilai tambah yang besar," katanya.

Terhadap angka pengangguran yang meningkat, seperti yang dilaporkan BPS, Hendrawan menganggap sebagai hal biasa. Angka itu terjadi cuma karena siklus. Sebab, survei dilakukan saat sedang terjadi musim paceklik. Saat musim panen tiba, angka tersebut akan berubah dan pengangguran akan berkurang. Saat musim panen akan banyak lapangan kerja baru tercipta. Namun begitu, dia memastikan akan tetap meminta Jokowi-JK mengantisipasi. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita