Wakil Ketua MPR: Mayoritas Ormas Islam Moderat yang Lebih Tua dari NKRI Tolak Perppu Ormas

Wakil Ketua MPR: Mayoritas Ormas Islam Moderat yang Lebih Tua dari NKRI Tolak Perppu Ormas

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Berdasarkan fakta, mayoritas ormas-ormas Islam moderat yang usianya lebih tua dari NKRI menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No.2 Tahun 2017 tentang Ormas (Perppu Ormas). Ormas Islam moderat itu antara lain, Muhammadiyah, PUI, Mathalaul Anwar, Persis dan lainnya.

Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid terkait sidang paripurna soal Perppu Ormas.

“Faktanya, Perppu tentang Ormas ini selain ditolak oleh PKS, juga ditolak oleh Ormas-ormas  Islam Moderat yang lebih tua usianya dari NKRI; Muhammadiyah dll. Faktanya, mayoritas ormas-ormas   Islam Moderat yang lebih tua dari NKRI, seperti Muhammadiyah, PUI, Mathalaul Anwar, Persis dll, juga  tolak Perppu tentang Ormas,” tegas Hidayat Nur Wahid (HNW) di akun Twitter @hnurwahid.

Soal sikap F PKS terkait Perppu Ormas, HNW juga membeberkan fakta lain di luar ormas Islam moderat. Yakni, LSM ataupun ormas dan Parpol ‘Pancasilais”.

“Faktanya, Perppu tentang Keormasan ini selain ditolak oleh PKS, juga ditolak oleh Fraksi Partai Gerindra yang berasaskan Pancasila, juga oleh FPAN. Faktanya, Perppu tebtang ormas ini bukan hanya ditolak oleh FPKS, tapi juga oleh KomnasHAM, LBH, Imparsial dll yang Pancasilais itu,” tegas @hnurwahid.

Pada saat rapat dengar pendapat Perppu Ormas di Komisi II DPR, Muhammadiyah dengan tegas menolak Perppu tersebut. Hal tersebut dikatakan oleh Perwakilan PP Muhammadiyah Iwan Satriawan yang mengatakan penetapan Perppu Ormas tidak relevan.

"Saya mewakili PP Muhammadiyah kita berpendapat, menurut kita tidak ada kepentingan hukum makanya penetapan Perppu tidak relevan," kata Iwan (17/10).

Iwan mengatakan pemerintah bisa melakukan pembinaan ormas tanpa harus menerbitkan Perppu Ormas. Walaupun Presiden punya hak penetapan Perppu tetapi ada syaratnya.

Menurut Iwan, Mahkamah Konstitusi (MK), membuat putusan memberi pagar kapan Presiden diperbolehkan menggunakan hak subjektifnya tersebut. Kegentingan tersebut terdapat pada tiga kategori. Iwan menjelaskan kegentingan tersebut mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat. [ito]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita