Terbitkan Sprindik Baru Novanto, Pimpinan dan Penyidik KPK Bisa Ditangkap

Terbitkan Sprindik Baru Novanto, Pimpinan dan Penyidik KPK Bisa Ditangkap

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menerbitkan sprindik baru, menentang putusan praperadilan Setya Novanto. Namun hal itu dapat dianggap melawan putusan hukum dan berpotensi dijerat pidana.

Pakar hukum pidana Dr.Fredrich Yunadi mengatakan, putusan praperadilan adalan putusan hukum terahir dan mengikat semua pihak. Artinya, putusan praperadilan adalah putusan yang tidak bisa dikasasi maupun mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

"Itu kan sudah inkrah, berlaku seketika dan mengikat semua pihak. Jika Penyidik KPK nekat dengan arogan menerbitkan Sprindik baru, serta merta baik penyidik maupun pimpinan KPK bisa dijerat pasal pidana," kata Fredrich saat dihubungi wartawan, Senin (2/10).

Teknisnya, kata Fredrich para pimpinan KPK berpotensi dijerat pasal 216 KUHP, pasal 220 KUHP, pasal 421 KUHP jo pasal 23 UU 31/1999 Jo UU 20/2001 UU tindak pidana korupsi, tentang melawan putusan hukum dengan penyalahgunaan kekuasaan, itu ancamannya 6 tahun penjara.

Selain itu, penyidik pun bisa langsung ditangkap dan dilimpahkan ke Jaksa untuk disidangkan. Termasuk, semua pihak yang mengeluarkan sprindik. Mulai dari penyidiknya, Direktur Penyidik (Dirdik), serta seluruh komisionernya, juga bisa dijerat pidana.

"Semua turut serta dan itu harus dilakukan demi penegakan hukum yang hakiki," tambahnya.

Untuk itu, Fredrich mengingatkan agar KPK tidak bermain-main dalam memproses suatu kasus. Apalagi, kasus yang sudah diputus pengadilan, tidak bisa dibuat sprindik baru. Jika KPK menerbitkam sprindik baru, maka dapat diproses hukum.

Dengan kata lain, KPK tidak bisa menetapkan kembali SN sebagai tersangka, karena berlawanan dengan aturan hukum.

"Kita sudah punya prosedur dan sudah punya koridornya masing-masing, jadi hormatilah hukum. Kalau dia (KPK) merasa tidak terima silakan, carikan bukti-bukti yang lain yang bukan kasus e-KTP. Karena dalam kasus e-KTP sudah final dan tidak berhak diusut lagi. Seseorang tidak bisa diperiksa dua kali meski karena obyek dan subyeknya sama, kendati belum sampai di pokok perkara," pungkasnya. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita