www.gelora.co - Ketika ribut-ribut soal tenaga kerja asing asal China yang tertangkap melalui foto kamera di beberapa bandara, tetiba saja pemerintah ingin menjual beberapa bandara dan pelabuhan kepada pihak swasta dengan alasan merugikan pemerintah yang selama ini mengelola bandara.
Ada 10 bandara dan 20 pelabuhan yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah yang rencananya akan dijual. Kenyataan ini semakin membuat masyarakat marah dan mulai menuding pemerintah jika rencana penjualan tersebut diberikan kepada pihak cukong dan taipan bahkan kecurigaan tersebut ditujukan kepada para pembeli yang berasal dari negara luar khususnya China.
Dapat dibayangkan bagaimana mereka akan semakin bebas untuk memasukkan barang-barang ilegal dan palsu untuk diedarkan di Indonesia. “Para mafia ini sudah capek berurusan dengan petugas yang selalu berhasil membongkar kejahatan mereka, ketika mengirim barang palsu dan ilegal,” ujar Darwis salah satu tokoh muda asal Maluku Utara.
Pihak BNN saja harus melakukan beberapa cara dan taktik agar dapat membongkar kejahatan pengiriman narkoba melalui berbagai cara, seperti yang disimpan dalam tiang pancang dan berbagai barang lainnya. Belum lagi peristiwa lolosnya penumpang Air Asia asal China yang melalui pintu domestik untuk menghindari pemeriksaan petugas bandara.
Bisa dibayangkan bagaimana bebasnya para warga dari negara lain, terutama dari China yang selama ini selalu bisa lolos untuk masuk ke Indonesia dan akhirnya bermukim di Indonesia secara ilegal.
“Bandara masih dijaga (pemerintah) saja sudah bikin repot, apalagi kalau sampai pintu-pintu masuk itu dijaga oleh mereka sendiri, bisa-bisa masyarakat Indonesia tinggal di pulau-pulau kecil karena di usir,” ujar Darwis yang heran dengan alasan pemerintah yang mengatakan merugi.
Darwis mengatakan, jika selama ini memang merugi, namun pemerintah sebelumnya tidak ada niat sekalipun ingin menjual, ” Karena mereka bisa memperbaiki sistim dan cara untuk menjadikan untung, bukannya malah dijual.”
Sementara jika dikelola oleh pihak swasta sudah tentu yang dipikirkan adalah mencari keuntungan semata, bukan untuk kepentingan negara, apalagi jika nantinya yang membeli dan mengelola adalah perusahaan yang dimiliki oleh pihak dari luar, “maka semakin runyam urusannya !”
Beberapa warga masyarakat yang sempat dihubungi oleh pihak redaksi pembawaberita.com yang bekerja di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, mengatakan jika keinginan pemerintah untuk menjual karena rugi dianggap sebagai banyolan yang tidak lucu.
“Yang namanya daerah pelabuhan dan bandara itu, adalah daerah Dollar, jadi kalau mau dijual karena rugi, itu alasan yang dibuat-buat,” ujar Haris salah satu pegawai yang bekerja di sebuah Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut, yang telah memakai jasa pelabuhan Tanjung Perak selama puluhan tahun.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi merencanakan untuk menjual 10 bandara dan 20 pelabuhan ke perusahaan BUMN dan BUMD, sementara itu dilain rencana, Presiden Jokowi memerintahkan untuk menjual anak perusahaan milik BUMN, walaupun belum jelas pembelinya, namun rencana tersebut sudah mendapat pertentangan di masyarakat.
“Selama pemerintahan Indonesia berlangsung, yang pernah menjual aset negara hanya di jaman Megawati menjadi Presiden, dan kini PDIP berkuasa kembali rencana penjualan aset negara mau dijual,” ujar Darwis heran dengan sikap pemerintah.
Bahkan Darwis melihat jika aset negara yang akan dijual untuk menutupi utang yang semakin membengkak, karena untuk membayar bunga saja pemerintah harus banting tulang, dengan berbagai kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan menaikan pajak serta mengenakan pajak baru.
“Yang beli emas kena pajak, sementara perusahaan tambang emas malah dapat keringanan pajak, aneh !” ucapnya heran. Sementara itu Mantan Staff Khsusus Menteri ESDM Muhamad Saididu juga ikut berkomentar.
“Ide untuk menjual BUMN yang asetnya menguntungkan kepihak swasta kemudian bangun baru lagi, sama saja dengan BUMN makan tulang, swasta makan daging, ini pelanggaran rasionalitas kita,” ujar Saididu dalam sebuah diskusi di Gado-gado Boplo Jakarta beberapa waktu lalu. [pbw]