Perppu Ormas Disahkan, Indikasi Munculnya Rezim Otoriter Layaknya Orba

Perppu Ormas Disahkan, Indikasi Munculnya Rezim Otoriter Layaknya Orba

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-Undangan (Perppu) menjadi undang-undang melalui rapat paripurna di DPR, kerap menjadi kontroversi. Berbagai kalangan menilai, pengesahan tersebut berdampak pada timbulnya rezim otoriter layaknya rezim Orde baru.

‎Pengamat Politik dari Budgeting Metropolitan Watch (BMW) Amir Hamzah, menilai, dengan mengubah Undang-undang yang sudah ada mengenai Organisasi Kemasyarakatan tahun 2013, Perppu yang merupakan produk Jokowi ini akan  memperluas kekuatan pemerintah Indonesia dalam menghadapi kelompok-kelompok garis keras dengan tiga cara.
"Pertama, Perppu tersebut memberi pemerintah Indonesia kekuatan untuk menilai apakah sebuah organisasi masyarakat (ormas) mengancam Pancasila, dan pemerintah dapat melawan ormas bila ditemukan benar ormas tersebut bertentangan dengan Pancasila," katanya di Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Undang-undang tahun 2013, kat dia, menekankan bahwa ormas yang sudah terdaftar tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi, namun hanya menyebut atheisme, komunisme, dan Marxisme-Leninisme sebagai ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Perppu baru ini, lanjutnya, memperluas daftar tersebut dengan menambahkan 'dan ideologi lainnya yang bertujuan untuk menentang Pancasila dan UUD 1945'.

Yang kedua, menurutnya, Perppu tersebut tidak lagi mengharuskan pemerintah Indonesia untuk meminta persetujuan pengadilan untuk membubarkan sebuah ormas dan menggunakan segala cara. Bahkan, hingga sanksi administratif.

"Undang-undang tahun 2013 mengharuskan pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai peringatan, menghentikan subsidi pemerintah dan memberhentikan aktivitas ormas selama 6 bulan, sebelum mencabut status hukum suatu organisasi. Pencabutan ini, bisa saja membutuhkan persetujuan dari pengadilan," terangnya.

Ia menambahkan, diatur di dalam Perppu ini, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) hanya perlu mengeluarkan satu peringatan terhadap ormas yang bermasalah. Menteri itu kemudian dapat menghentikan aktivitas kelompok tersebut, tujuh hari setelah dikeluarkannya peringatan.

"Dan, pihak berwenang dapat mencabut status hukum organisasi tersebut jika organisasi itu tidak patuh pada perintah penangguhan," jelas Amir.

Yang ketiga, kat dia, Undang-undang tahun 2013 mengandung ketentuan umum bahwa anggota organisasi yang terlibat dalam tindak kriminal atau pelanggaran di masyarakat, akan dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku. Sedangkan Perppu yang baru memberikan hukuman kriminal bagi anggota suatu organisasi yang melakukan kekerasan, vigilantisme (persekusi), vandalisme, atau aksi permusuhan.
"Perppu ini secara luas mengartikan aksi permusuhan sebagai ujaran, pernyataan, tingkah laku atau aspirasi apapun, yang disampaikan dalam bentuk verbal maupun tulisan, melalui media elektronik maupun non-elektronik, yang menimbulkan kebencian terhadap suatu kelompok atau seseorang, termasuk pemerintah negara Indonesia," ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh anggota komisi II fraksi partai Gerindra, Azikin Solthan.

"Perppu ini mampu membawa kita kembali ke rezim orde baru," ujarnya di Jakarta, Selasa (24/10/2017).

Pihaknya beralasan Perppu ini memberi ruang yang luas bagi Pemerintah Joko Widodo untuk bersikap otoriter. Menurut dia, pemerintah akan dengan leluasa melakukan pembubaran ormas tanpa melalui sistem peradilan.

"Karena dengan adanya Perppu ini pemeirntah Jokowi dikasih ruang seluas-luasnya untuk membubarkan ormas tanpa harus peradilan, jadi pemerintah otoriter," demikian Azikin.

Pengesahan

Untuk diketahui, DPR mengesahkan Perppu Nomor 2/2017 menjadi UU. Kini Perppu tentang Ormas resmi menjadi undang-undang menggantikan UU Nomor 17 Tahun 2013.

Pengambilan keputusan pengesahan Perppu Ormas menjadi UU dilakukan dalam rapat paripurna yang digelar di DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/10/2017). Rapat tersebut, sempat berjalan alot karena sikap fraksi mengenai perppu ini terbelah.

Terdapat 3 peta kekuatan terkait sikap fraksi dalam Perppu Ormas. PDIP, Hanura, NasDem, dan Golkar telah menyatakan mendukung perppu itu disahkan menjadi undang-undang pengganti UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Kemudian 3 fraksi, yaitu PKB, Demokrat, dan PPP, juga mengatakan setuju Perppu Ormas disahkan menjadi UU namun dengan catatan. Mereka meminta dilakukan revisi bila UU itu disahkan menjadi UU.

"Agar pemerintah atau Dewan menggunakan hak legislasi dalam waktu sesegera mungkin untuk undang-undang ini direvisi dan dimasukan ke prolegnas (program legislasi nasional) prioritas 2018," kata Juru Bicara Fraksi PPP Firmansyah Mardanoes.

Hal senada disampaikan Juru Bicara Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas. Ia mengatakan, fraksinya setuju untuk menerima Perppu Ormas untuk disahkan sebagai UU dalam Rapat Paripurna pada Selasa besok.

"Fraksi PKB berharap ada pembahasan soal perspektif tentang ormas. Pentingnya asas ormas terhadap Pancasila. Kemudian mekanisme pengadilan," kata Yaqut.

Selain itu, ia juga meminta hukuman dikurangi agar tidak seberat seperti yang tercantum dalam Perppu Ormas sekarang.

Dalam Perppu Ormas, seseorang bisa dipenjara seumur hidup dan paling ringan lima tahun jika terbukti menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila. Ia menginginkan tak perlu ada pengaturan hukuman pidana sebab hal itu telah diatur di KUHP.

Demikian pula Fraksi Demokrat yang menerima dengan catatan agar Perppu Ormas direvisi setelah disahkan menjadi UU. Anggota Fraksi Demokrat Fandi Utomo mengatakan, partainya menginginkan adanya revisi dalam dua hal, yakni dimunculkannya kembali proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas dan pengurangan hukuman pidana yang bisa mencapai seumur hidup.

"Perbaikan itu dua saja, kira-kira berkaitan persoalan peradilan itu, dikembalikannya proses di peradilan. Kalau ini diterima perbaikan itu kira-kira banyak yang diselesaikan, check and balances, ketakutan soal demokratisasi, interpretasi tunggal soal Pancasila oleh pemerintah," kata Fandi.
"Kedua, berkaitan dengan pidana supaya disesuaikan dengan KUHP," lanjut dia.

Tegas Menolak

Sementara itu, Gerindra, PKS, dan PAN masih tegas konsisten sejak awal menyatakan menolak Perppu Ormas.

"Kami fraksi PKS tidak setuju rancangan Perppu Ormas untuk ditetapkan menjadi undang-undang. Sikap fraksi PKS ini diambil melalui kajian matang dan pandangan dari organisasi serta dari masyarakat. Kebanyakan menyampaikan tidak setuju," kata anggota Fraksi PKS Sutriyono dalam rapat.

"PKS menilai undang-undang No. 17 Tahun 2013 bisa dijadikan landasan hukum. Yang diperlukan revisi (undang-undang). Bukan melalui Perppu," lanjut dia.

Adapun dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon ini, sejumlah anggota Dewan menyampaikan pandangan. Sikapnya sama seperti sikap resmi tiap fraksi.

Sidang paripurna ini juga sempat diskors untuk lobi-lobi. Hadir dalam sidang Mendagri Tjahjo Kumolo, Menkum HAM Yasonna Laoly, dan Menkominfo Rudiantara.

Hasilnya, 7 fraksi sepakat dengan Perppu Ormas, namun dengan catatan akan ada revisi setelah disahkan menjadi UU. Namun 3 fraksi, yakni PAN, Gerindra, dan PKS, tetap tegas menolak.

Voting pun kemudian dilakukan. Dengan 7 fraksi melawan 3 fraksi, Perppu Ormas akhirnya disepakati menjadi UU.

"Dari total 445 yang hadir, setuju 314, 131 anggota tidak setuju. Maka rapat paripurna menyetujui Perppu Nomor 2/2017 tentang Ormas menjadi UU," kata Fadli sambil mengetuk palu tanda pengesahan.

Saat awal sidang, hanya ada 293 dari total 560 anggota DPR yang hadir dalam paripurna. Penghitungan voting didasari jumlah anggota tiap fraksi.

Perppu ini mengatur soal ormas. Salah satu aturan yang mencolok dalam perppu ini adalah soal pembubaran ormas yang dianggap radikal atau bertentangan dengan ideologi Pancasila tanpa melalui jalur pengadilan. Sejak bergulir atau diterbitkan pemerintah pada Juli 2017, Perppu Ormas memang telah menuai banyak pertentangan, terutama dari ormas yang berbasis agama Islam.

Satu ormas telah dibubarkan dengan dasar perppu itu, yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Perppu Ormas dibawa ke Mahkamah Konstitusi oleh HTI dalam rangka judicial review. Selain itu, HTI melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas dicabutnya status badan hukum HTI melalui Perppu Ormas.

Lobi-Lobi Revisi

Dalam upaya pengesahan Perppu Ormas menjadi UU, lobi-lobi telah dilakukan antar-fraksi dan oleh pemerintah kepada DPR. Pemerintah sendiri masih membuka pintu dengan berbagai masukan selama poin soal ideologi Pancasila tidak diganggu gugat, termasuk soal revisi bila perppu disahkan menjadi undang-undang.

"Kami dari pemerintah yang penting musyawarah mufakat dulu, apa pun ini menyangkut ideologi Pancasila, negara punya aturan, dan Pancasila itu komitmen bukan hanya pemerintah, tapi juga anggota DPR, seluruh fraksi-fraksi seluruh partai politik saya kira sudah komitmen dengan namanya Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika," tegas Mendagri Tjahjo Kumolo, Senin (23/10/2017).

"Soal mau revisi oke, tapi apa dulu dong revisinya? Oke saja kalau misalnya mengenai hukuman oke. Tapi yang sudah final ya Pancasila. Jangan ada agenda lain di luar Pancasila, harus dicantumkan Pancasila, UUD '45, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, itu prinsip sudah final," imbuh dia.

Berikut ini hasil voting tiap fraksi:
PDIP: 108
Golkar: 71
Gerindra: -
Demokrat: 42
PAN: -
PKB: 32
PKS: -
PPP: 23
NasDem: 23
Hanura: 15 [htc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita