www.gelora.co - Pemberontak Rohingya siap berdamai dengan pemerintah Myanmar. Tentara Pembebasan Rohingya Arakan (ARSA) bertekad menghentikan tirani dan penindasan terhadap etnis Rohingya.
“Jika pada tahap apa pun pemerintah Burma cenderung berdamai, maka ARSA akan menyambut kecenderungan tersebut dan timbal baliknya,” demikian pernyataan kelompok tersebut seperti yang dilansir Reuters, Sabtu (7/10).
Sementara juru bicara pemerintah belum bersedia memberikan keterangan ketika ARSA mengumumkan gencatan senjata yang dimulai 10 September itu. Pemerintah Myanmar pun justeru memperkeruh suasana dengan mengatakan tidak memiliki kebijakan untuk berunding dengan teroris.
Pemberontak melakukan serangan tergalang terhadap sekitar 30 pos keamanan dan markas tentara pada 25 Agustus dengan bantuan ratusan penduduk desa Rohingya. Mereka membawa banyak kawat las atau parang, dan menewaskan sekitar belasan orang.
Sebagai tanggapan atas aksi tersebut, militer melepaskan serangan di utara Negara Bagian Rakhine, yang menewaskan lebih dari setengah juta penduduk desa Rohingya ke Bangladesh yang dicap oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai “pembersihan etnis”.
Myanmar menolak dikatakan seperti itu. Negara tersebut mengatakan lebih dari 500 orang yang tewas dalam pertempuran tersebut, sebagian besar merupakan “teroris” yang telah menyerang warga sipil dan membakar desa-desa. ARSA tampaknya tidak mampu menahan perlawanan terhadap serangan militer yang dicetuskan pada Agustus lalu.
Tak dapat dipungkiri lagi, terdapat keraguan tentang bagaimana pemberontak dapat bergiat di daerah di mana militer telah mengusir penduduk sipil, membatasi pemberontak dari perekrut, makanan, dana dan informasi.
ARSA menuduh pemerintah Myanmar menggunakan pembunuhan, pembakaran dan pemerkosaan sebagai “alat pengusiran”. [akt]