Grenade Launcher |
www.gelora.co - Urusan 280 pucuk pelontar granat dan 5.932 peluru yang dibeli Mabes Polri dari Bulgaria, masih menarik disimak. Kapuspen TNI Mayjen Wuryanto menjelaskan, 5.932 peluru yang saat ini disimpan di Mabes TNI itu, punya kekuatan dahsyat, mematikan dan lebih canggih. Bahkan, TNI pun tak punya peluru sehebat dan sekeren itu.
Sebelumnya, pihak kepolisian baik disampaikan oleh Kepala Divisi Humas maupun Kepala Brimob, senjata yang diimpor mereka itu, cuma untuk menimbulkan efek kejut saja. Tidak mematikan.
Secanggih apa peluru tersebut, kemarin, di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta, Mayjen Wuryanto secara khusus menggelar jumpa pers.
"Saya melanjutkan apa yang dijelaskan Kadiv Humas Polri, tanggal 6 Oktober setelah penjelasan Menkopolhukam Wiranto," ujar Wuryanto memulai penjelasannya.
Dia menegaskan, berdasarkan katalog yang disertakan, amunisi yang dibeli sepaket dengan 280 senjata pelontar granat (stand-alone granede launcher/SAGL) itu, tajam dan mematikan. Amunisi ini memiliki radius mematikan 9 meter dan jarak tembak mencapai 400 meter.
Wuryanto juga membeberkan, amunisi yang dibeli untuk Korps Brimob itu istimewa. Ada dua keunggulan yang dimiliki peluru tajam itu. Pertama, amunisi tersebut bisa meledak dua kali.
"Setelah meledak yang kedua, menimbulkan pecahan-pecahan dari tubuh granat berupa logam kecil yang melukai maupun mematikan," bebernya.
Keunggulan kedua, amunisi tersebut bisa meledak sendiri tanpa ada impact atau benturan setelah 14-19 detik dilepaskan dari laras.
"Jadi ini luar biasa. TNI sampai saat ini tidak punya senjata dengan kemampuan seperti itu," ucapnya.
Karena keistimewaannya itu, amunisi ini biasa digunakan untuk menyerang musuh yang bersembunyi di belakang benteng pertahanan. "Orang-orang di belakang perkubuan bisa dihancurkan dengan amunisi seperti ini," imbuh Wuryanto.
Amunisi dalam 71 kotak kargo itu sudah dipindahkan dari gudang UNEX Area Kargo Bandara Soetta ke gudang amunisi Mabes TNI, Senin (9/10) malam.
Penyimpanan amunisi tersebut, kata Wuryanto, telah disepakati setelah rapat bersama antara Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan, dan Menkopolhukam Jenderal (Purn) Wiranto.
Amunisi itu hanya dititipkan. Sampai kapan? Wuryanto bilang, belum ada batasan waktu penyimpanan amunisi tajam tersebut. Hal itu masih menunggu aturan baru yang akan dibuat pemerintah. Saat ini, TNI masih menggunakan aturan dasar penyimpanan amunisi seusai Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976 tentang Peningkatan dan Pengawasan Pengendalian Senjata Api.
Mengacu pada Inpres itu, kaliber amunisi Brimob sudah masuk standar militer, yakni 5,56 mm.
Sementara terkait 280 unit SAGL, menurut Wuryanto, sudah diserahkan kepada Korps Brimob. Sebab selain menggunakan amunisi tajam, pelontar granat itu juga bisa digunakan dengan granat asap maupun gas air mata.
Dia memastikan amunisi itu akan aman selama dititipkan di gudang amunisi TNI. "Kami bertanggung jawab selama penyimpanan. Pasti aman karena kami punya standar keamanan," tandasnya.
Sebelumnya, pada Jumat lalu, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyebut, amunisi yang menuai polemik itu bukan amunisi tajam melainkan tabur.
"Yang disebut tajam tadi, tajam hanya untuk mengejutkan dengan butiran kecil-kecil. Tidak untuk mematikan, tapi untuk melumpuhkan," beber Setyo.
Namun, dikonfirmasi soal pernyataan Mayjen Wuryanto, Setyo ogah menanggapi. Yang pasti, korps baju coklat menuruti instruksi Menkopolhukam. "Saya tidak mau bikin gaduh lagi. Saya sangat menghormati Menkopolhukam. Sudah diputuskan demikian, kami hormati dan kami mengikuti beliau," ujar Setyo, singkat. [rmol]