Novanto Menang Praperadilan, Apa Tanggapan Jokowi?

Novanto Menang Praperadilan, Apa Tanggapan Jokowi?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Presiden Joko Widodo (Jokowi) enggan menanggapi kemenangan Setya Novanto dalam praperadilan melawan KPK. Jokowi meminta agar perihal itu ditanyakan langsung ke KPK.

"Itu, tanyakan ke KPK," kata Jokowi saat ditemui wartawan usai menjadi Inspektur Upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur, Minggu (1/10/2016).

Pada Jumat (29/9), status tersangka Novanto di KPK dinyatakan tidak sah oleh hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Cepi menilai alat bukti yang didapatkan KPK untuk menjadikan Novanto tersangka tidak sah karena berasal dari alat bukti terhadap tersangka lainnya yaitu Irman dan Sugiharto.

Selain itu, Cepi menilai KPK seharusnya melakukan penetapan tersangka di akhir tahap penyidikan untuk menjaga harkat dan martabat seseorang. Meski demikian, status cegah ke luar negeri masih disandang Novanto karena tidak dikabulkan Cepi.

Berikut pertimbangan Cepi yang dirangkum detikcom:

1. Penetapan tersangka harus dilakukan di tahap akhir penyidikan

Cepi berpendapat penetapan tersangka seharusnya dilakukan di tahap akhir penyidikan. Cepi menyebut hal itu dilakukan untuk menghindari ketergesa-gesaan serta menghormati hak asasi manusia.

"Menimbang bahwa dari hal tersebut di atas, hakim praperadilan berpendapat proses dan prosedur penetapan tersangka di akhir penyidikan sehingga hak seseorang dapat dilindungi sebelum ditetapkan sebagai tersangka," ucap Cepi.

2. Penyitaan barang bukti yang dianggap tidak sah

Cepi menganggap penyitaan barang bukti yang dilakukan KPK tidak sah. Hal itu pun berimbas pada penetapan Novanto yang dianggap Cepi tidak sah.

Ia mengatakan dalam proses penyitaan harus dilakukan dalam proses penyidikan bukan dalam proses penyelidikan. Sebab dalam proses penyidikan, penyidik yang berwenang melakukan penyitaan.

"Menimbang bahwa penetapan yang dilakukan termohon untuk menetapkan pemohon jadi tersangka tidak sesuai prosedur atas ketentuan UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan KUHAP, SOP KPK. Maka penetapan pemohon Setya Novanto sebagai tersangka tidak sah," ujar Cepi.

3. Alat bukti dari penyidikan seseorang tak boleh dipakai di perkara orang lain

Cepi menilai alat bukti dari proses penyidikan orang lain tidak boleh digunakan untuk perkara orang lain. Hal itu karena bukti dan saksi harus diperiksa dari awal dengan proses dari awal terlebih dahulu.

Misalnya pemeriksaan saksi dan pengumpulan bukti itu harus dilakukan ulang dalam tahap penyidikan baru dan terpisah dengan perkara orang lain seperti Irman dan Sugiharto.

"Termohon harus ada prosedur dalam perkara a quo . Jika ada tindakan upaya paksa bukan dalam tahap penyelidikan dan prosedur lainnya. Harus diperiksa ulang di tahap penyidikan, termohon menurut hakim nggak boleh diambil langsung tapi harus prosedur. Kalau mau upaya paksa dalam tahap penyidikan dan harus penyeldiikan dan memeriksaan ulang mencari dokumen lain. Nggak boleh langsung diambil alih," ujar Cepi.

4. Sprindik atas nama Novanto tidak sah

Cepi menyebut Sprindik tertanggal 17 Juli 2017 dan SPDP tanggal 18 Juli harus dicabut. Hal itu karena tidak berlandasan hukum.

Hal itu sesuai dengan permohonan Novanto yaitu menyatakan batal demi hukum dan tidak sah penetapan tersangka kepada Setya Novanto yang dikeluarkan KPK dan menghentikan penyidikan atas surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017.

Putusan ini juga menambah daftar panjang kekalahan KPK dalam praperadilan. Putusan ini membuat KPK kalah 5 kali dalam praperadilan. [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita