Myanmar Tahan Sejumlah Wartawan untuk TV Nasional Turki

Myanmar Tahan Sejumlah Wartawan untuk TV Nasional Turki

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Lau Hon Meng dan Mok Choy Lin

www.gelora.co - Kepolisian Myanmar menahan dua wartawan yang bekerja untuk stasiun televisi nasional Turki, TRT, beserta penerjemah dan supir mereka, karena menerbangkan ‘drone’ (pesawat nirawak) di dekat kompleks parlemen.

Penahanan itu berlangsung di tengah ketegangan antara Myanmar dan Turki atas krisis Rohingya.

Para wartawan yang ditahan itu adalah Lau Hon Meng dari Singapura dan Mok Choy Lin dari Malaysia. “Mereka menjalani pemeriksaan di sebuah kantor polisi di ibu kota negara Myanmar, Naypyitaw, setelah ditangkap pada Jumat (27/10) pagi,” kata seorang petugas kepolisian, seperti diberitakan Reuters, Sabtu (28/10).

Kemudian pada petang hari, sekitar 25 polisi menggerebek rumah tempat tinggal penerjemah mereka di Yangon. Penerjemah tersebut merupakan seorang wartawan terkenal di daerah itu, Aung Naing Soe. Polisi menyita peranti memori komputer Soe dan menggeledah dokumen-dokumen miliknya.

Lebih dari 600.000 Muslim Rohingya lari menyelamatkan diri dari Myanmar ke negara tetangga, Bangladesh, sejak pasukan keamanan menanggapi serangan para milisi Rohingya pada 25 Agustus dengan melancarkan tindakan keras.

Pada awal September, Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan kematian para warga Rohingya di Myanmar merupakan “pembersihan etnis” yang ditujukan pada masyarakat Muslim di wilayah itu.

Stasiun penyiaran Myanmar, MRTV, mengatakan bahwa para wartawan yang ditahan tidak mempunyai izin untuk memfilmkan parlemen dengan menggunakan ‘drone’.

MRTV memperlihatkan visa jurnalis yang dimiliki para wartawan itu dan mengatakan bahwa kementerian luar negeri telah memberi tahu kedutaan besar Singapura dan Malaysia soal penahanan tersebut.

Stasiun penyiaran TRT belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar.

Aung Naing Soe, yang merupakan wartawan daerah, telah bekerja untuk banyak media internasional tentang peralihan Myanmar menuju demokrasi setelah negara itu berada di bawah kediktatoran militer selama hampir lima dekade. [akt]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita