Menyinggung Peran Pribumi, Anies Tidak Salah

Menyinggung Peran Pribumi, Anies Tidak Salah

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Jika dicermati dan diikuti dengan baik tak ada yang salah dengan penggunaan istilah pribumi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat pidato semalam. Anies sejatinya ingin mengingatkan bahwa masih banyak pribumi yang papa belum menikmati kesejahteraan dan keadilan meski negaranya sudah 72 merdeka.

Rasanya realitas tersebut tidak bisa ditutupi. Terlebih lagi terjadi di ibukota Jakarta yang dia katakan tempat kolonialisme yang dulunya ada di depan mata. Kaum pribumi yang secara ekonomi masih terpinggirkan itu adalah bagian dari generasi yang paling depan menentang penjajahan dan merebut kemerdekaan di jaman perjuangan.

"Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, saatnya kita jadi tuan rumah di negeri sendiri." Jangan sampai terjadi di Jakarta ini apa yang dituliskan dalam pepatah Madura, “Itik se atellor, ajam se ngeremme.” Itik yang bertelur, ayam yang mengerami. Seseorang yang bekerja keras, hasilnya dinikmati orang lain."

Secara kesejarahan,seperti di tulis oleh Prof Yusril Izha Mahendra,sangat jelas bahwa saat era Hindia Belanda penduduk Indonesia (Hindia Belanda) dalam tiga golongan, yakni Golongan Eropa, Golongan Timur Asing (terutama Tionghoa dan Arab) dan Golongan “Inlander” atau pribumi atau “orang Indonesia asli” yang pada umumnya beragama Islam dan sebagian menganut agama Hindu, Buddha dan lainnya.

Penggolongan tersebut menyangkut soal status sosial, ekonomi maupun politik dan budaya. Kalangan Eropa dan Inlander Kristen dan Timur Asing tunduk pada hukum Eropa. Selain itu memiliki perekonomian yang mapan dan tempat tinggal di kawasan elit, seperti Lapangan Banteng dan Polania. Sedang golongan Cina di Glodok. Itu untuk di ibukota Jakarta.

Golongan paling rendah adalah Inlander atau pribumi yang sebagian besar beragama Islam serta sebagai kecil beragama Budha dan Hindu. Golongan inilah yang diatur oleh hukum adat, tertekan secara ekonomi dan politik serta tidak ada lembaga pemerintah Hindari Belanda yang mengurusinya.

Tekanan maupun diskriminasi inilah yang membuat golongan pribumi paling keras menantang penjajahan atau kolonialisme Hindia Belanda. Bahkan muatan kata 'pribumi' untuk jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD 1945 yang asli tidak bisa dilepaskan dari realitas sejarah ini.

Pada titik inilah pidato Anies seharusnya dipahami. Sebab kemerdekaan yang diperjuangkan adalah 'jembatan emas' menuju kesejahteraan dan keadilan. Tak berlebihan jika para pemimpin, seperti juga Anies, bertanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu yakni mewujudkan kesejahteraan dan keadilan, terutama bagi yang belum ikut menikmati yaitu kaum pribumi yang papa.

Sebagai pemimpin Anies toh sudah menyadari bukan Gubernur bagi pemilihnya. Namun juga untuk seluruh warga ibukota. Bahkan dia mengutip Bung Karno, “Kita hendak membangun satu negara untuk semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tapi semua untuk semua.”

Kita ingin mengingatkan agar Anies-Sandi sebagai Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta bekerja keras dan terukur mewujudkan janji dan tekadnya itu. Masyarakat ibukota juga harus tetap kritis terhadap sepak terjang Anis-Sandi yang tidak di jalur yang benar. Sebagai pemimpin yang terpilih secara demokratis, Anies-Sandi berhak diberikan kesempatan mewujudkan tekadnya membangun ibukota Jakarta. [tsc]

Aryadi Achmad
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita