www.gelora.co - Madun Hariyadi, pria yang mengaku merupakan pegiat antikorupsi, melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo ke polisi.
Saat dihubungi Jawa Pos, Madun menuturkan dirinya melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pada tujuh item pengadaan di KPK dikarenakan adanya kejanggalan.
Kejanggalan tersebut terlihat dari data Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di situs resminya. "Data itu saya print dari LPSE Kementerian Keuangan," ujarnya.
Kejanggalan tersebut berkutat pada regulasi pelelangan atau pengadaan tersebut, yakni hanya ada satu atau dua perusahaan saja yang bisa memasukkan penawaran. "Itulah indikasi kuat adanya korupsi," paparnya kemarin.
Lelang yang hanya bisa diikuti segelintir perusahaan itu menguatkan dugaan adanya konspirasi untuk memonopoli lelang. Sekaligus menunjukkan adanya unsur pemufakatan jahat.
"Untuk bisa mengungkap itu, dibutuhkan penyidik yang berkualitas dan berpengalaman," jelasnya.
Bukankah ada data tambahan yang diminta petugas agar bisa mendapatkan nomor laporan?
Menurutnya, berkas itu akan segera dilengkapi. Namun, dia membutuhkan waktu dan kondisi yang tepat agar bisa melakukannya. "Saya harus fokus untuk melengkapi itu," ujarnya.
Latarbelakang pelaporan yang dilakukan Madun, diklaimnya bukan untuk melemahkan KPK. Namun, justru merupakan bentuk upayanya menyelamatkan KPK agar tidak disusupi maling uang rakyat.
"Jangan sampai lembaga yang dicintai rakyat ini tidak disusupi pengusaha-pengusaha nakal,"paparnya.
Madun mengaku sebenarnya sudah banyak pengalaman dalam membongkar kasus korupsi. Tempatnya belajar untuk melakukannya adalah KPK. "Saya tidak mau tempat saya belajar itu masuki orang yang ingin mencuri,' jelasnya.
Malahan, Madun menginginkan KPK juga turut serta untuk menyelidiki dugaan korupsi pada tujuh item pengadaan tersebut.
"Saya berharap KPK juga turut menyelidiki ini," terang ketua LSM Gerakan Penyelemat Harta Negara Republik Indonesia (GPHNRI) tersebut.
Dia juga ingin meluruskan terkait kasus yang pernah menimpa dirinya. Menurutnya, dalam kasus tersebut dirinya divonis sebagai orang yang mengaku sebagai anggota KPK alias anggota KPK gadungan.
"Sebagai orang yang juga berupaya membongkar korupsi, saya malah difitnah. Orang yang memfitnah saya sekarang sudah terkena azab, dia cacat seumur hidup dan ada pula yang sudah mendekam dalam penjara," tuturnya lalu menyebut tidak bisa mengungkap nama orang yang memfitnahnya.
Saat itu, lanjutnya, ada seseorang yang mengundang makan siang. Namun, ternyata disergap beberapa orang dan alat komunikasi dirampas. Semua data kerjasama dengan KPK dirampas.
"Pernah saya dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung diikuti orang bermobil. Karena saat itu di mobil banyak data-data korupsi, saya masuk area Polda Jawa Barat," paparnya.
Dia juga meminta agar Indonesian Corruption Wacth (ICW) dan Pukat UGM untuk jangan terkesan memihak terlapor. Sebab, laporan ini merupakan dugaan kasus korupsi.
Harusnya, laporan kasus korupsi itu didukung agar bisa diungkap dan membersihkan Indonesia dari kejahatan luar biasa tersebut.
"Kalau mengetahui adanya korupsi, sebagai warga negara Indonesia itu wajib melaporkannya. Tidak bisa korupsi ditangani sendirian, harus melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan bahwa hingga saat ini permintaan petugas untuk melengkapi dokumen awal belum dilengkapi.
Saat dihubungi Jawa Pos, Madun menuturkan dirinya melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pada tujuh item pengadaan di KPK dikarenakan adanya kejanggalan.
Kejanggalan tersebut terlihat dari data Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di situs resminya. "Data itu saya print dari LPSE Kementerian Keuangan," ujarnya.
Kejanggalan tersebut berkutat pada regulasi pelelangan atau pengadaan tersebut, yakni hanya ada satu atau dua perusahaan saja yang bisa memasukkan penawaran. "Itulah indikasi kuat adanya korupsi," paparnya kemarin.
Lelang yang hanya bisa diikuti segelintir perusahaan itu menguatkan dugaan adanya konspirasi untuk memonopoli lelang. Sekaligus menunjukkan adanya unsur pemufakatan jahat.
"Untuk bisa mengungkap itu, dibutuhkan penyidik yang berkualitas dan berpengalaman," jelasnya.
Bukankah ada data tambahan yang diminta petugas agar bisa mendapatkan nomor laporan?
Menurutnya, berkas itu akan segera dilengkapi. Namun, dia membutuhkan waktu dan kondisi yang tepat agar bisa melakukannya. "Saya harus fokus untuk melengkapi itu," ujarnya.
Latarbelakang pelaporan yang dilakukan Madun, diklaimnya bukan untuk melemahkan KPK. Namun, justru merupakan bentuk upayanya menyelamatkan KPK agar tidak disusupi maling uang rakyat.
"Jangan sampai lembaga yang dicintai rakyat ini tidak disusupi pengusaha-pengusaha nakal,"paparnya.
Madun mengaku sebenarnya sudah banyak pengalaman dalam membongkar kasus korupsi. Tempatnya belajar untuk melakukannya adalah KPK. "Saya tidak mau tempat saya belajar itu masuki orang yang ingin mencuri,' jelasnya.
Malahan, Madun menginginkan KPK juga turut serta untuk menyelidiki dugaan korupsi pada tujuh item pengadaan tersebut.
"Saya berharap KPK juga turut menyelidiki ini," terang ketua LSM Gerakan Penyelemat Harta Negara Republik Indonesia (GPHNRI) tersebut.
Dia juga ingin meluruskan terkait kasus yang pernah menimpa dirinya. Menurutnya, dalam kasus tersebut dirinya divonis sebagai orang yang mengaku sebagai anggota KPK alias anggota KPK gadungan.
"Sebagai orang yang juga berupaya membongkar korupsi, saya malah difitnah. Orang yang memfitnah saya sekarang sudah terkena azab, dia cacat seumur hidup dan ada pula yang sudah mendekam dalam penjara," tuturnya lalu menyebut tidak bisa mengungkap nama orang yang memfitnahnya.
Saat itu, lanjutnya, ada seseorang yang mengundang makan siang. Namun, ternyata disergap beberapa orang dan alat komunikasi dirampas. Semua data kerjasama dengan KPK dirampas.
"Pernah saya dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung diikuti orang bermobil. Karena saat itu di mobil banyak data-data korupsi, saya masuk area Polda Jawa Barat," paparnya.
Dia juga meminta agar Indonesian Corruption Wacth (ICW) dan Pukat UGM untuk jangan terkesan memihak terlapor. Sebab, laporan ini merupakan dugaan kasus korupsi.
Harusnya, laporan kasus korupsi itu didukung agar bisa diungkap dan membersihkan Indonesia dari kejahatan luar biasa tersebut.
"Kalau mengetahui adanya korupsi, sebagai warga negara Indonesia itu wajib melaporkannya. Tidak bisa korupsi ditangani sendirian, harus melibatkan banyak pihak," ujarnya.
Sementara Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menjelaskan bahwa hingga saat ini permintaan petugas untuk melengkapi dokumen awal belum dilengkapi.
"Ya, kita tunggu dulu. Orang melapor harus disertai itu kan,' papar jenderal berbintang tiga tersebut. [jpnn]