www.gelora.co - Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) merilis sikapnya terkait penetapan Koordinator Pusat BEM SI Wildan Wahyu Nugroho dan Presiden Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Panji Laksono sebagai tersangka pasca aksi unjuk rasa mengevaluasi 3 Tahun Jokowi-JK.
Dalam rilisnya yang bertajuk "Satu Dibungkam, Seribu Melawan" itu BEM SI mengatakan bahwa telah terjadi wujud nyata penindasan terhadap perjuangan dan pembungkaman gerakan mahasiswa.
"Sekali lagi kita dihadapkan pada wujud nyata penindasan. Perjuangan ribuan mahasiswa yang tergabung dalam barisan aksi 3 Tahun Jokowi-JK Aliansi BEM Seluruh Indonesia berujung pada pembungkaman. Tak kurang dari itu, beberapa diantaranya mendapat perlakuan represif dengan dituduh telah melakukan tindak pidana," kata Menko Eksternal BEM UNS Solo, Addin Hanifa melalui rilisnya, Ahad (22/10).
Addin pun mengungkapkan bahwa pihak kepolisian kembali menetapkan tersangka kepada dua mahasiswa lainnya, setelah dua mahasiswa sebelumnya, Ardy dari IPB dan Ihsan Munawwar dari STIE SEBI.
"Tepat pada hari ini (Ahad, 22/10) berdasarkan surat panggilan yang bernomor S.Plg/11738/x/2017/Ditreskrimum dan S.Plg/11739/x/2017/Ditreskrimum yang dikeluarkan oleh Polda Metro Jaya menyatakan bahwa saudara kita Wildan Wahyu Nugroho selaku Koordinator Pusat BEM Seluruh Indonesia resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya," ungkap Addin.
"Status tersangka juga ditetapkan kepada Panji Laksono selaku Presiden Mahasiswa IPB sekaligus Koordinator Isu Agraria BEM Seluruh Indonesia," lanjutnya.
Selanjutnya, BEM SI menyesalkan tindak kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian sehingga menyebabkan sejumlah mahasiswa mengalami luka-luka.
"Kepada seluruh mahasiswa Indonesia, mereka telah berjuang kawan, disayat panas matahari, dihujam pentungan polisi, lebam wajahnya, dihantam sepatu tepat dikeningnya, dan sebegitu jahatnya dikau jikalau mengeroyok saudaramu sendiri atas perjuangan yang telah ia ikhtiarkan," tutur Addin. Dia mengkritik cara penanganan unjuk rasa oleh kepolisian yang dinilainya tidak bisa menghargai pemikiran mahasiswa.
"Kalaupun ada yang merasa kurang tepat caranya, kritisi substansi pemikirannya, bukan dengan menghakimi orangnya. Sekali lagi, mereka telah berjuang!," tegas Addin.
BEM SI mengingatkan kepada publik bahwa sejarah mahasiswa adalah sejarah transaksi pikiran dan perkelahian pemikiran, bukan perkelahian tubir-tubiran.
"Laiknya apa yang terjadi dan membekas sebagai sejarah bangsa, kita dibentur-hantamkan oleh konflik horizontal dengan tujuan mereduksi kekuatan gerakan. Sehingga kita lalai atas kezaliman yang menimpa saudara kita sendiri," ujar Addin.
Lebih lanjut Addin menyampaikan, sejarah kemerdekaan Indonesia adalah sejarah terjalinnya simpul-simpul perjuangan dalam persatuan.
"Kami tetap berdiri pada khittah perjuangan untuk senantiasa mempersamai kaum-kaum yang ditindas dalam memperjuangkan keadilan," tutur Addin.
Dia mengatakan, tujuan rilis ini adalah sebagai bentuk dukungan moril kepada rekan-rekan mahasiswa yang namanya tertulis di atas dan tak luput dari setiap doa-doa perjuangan.
"Semoga Tuhan menguatkan bahumu kawan. Kebenaran terlebih perjuangan demi tegaknya kebenaran dan keadilan memang berharga mahal. Sekali lagi kami menegaskan bahwa kita telah dibentur-hantamkan dalam konflik horizontal," tandasnya.
Untuk itu, BEM SI mengajak segenap mahasiswa Indonesia agar senantiasa merapatkan barisan demi perlawanan yang jauh lebih kuat dan besar.
"Bagaimana mungkin kita berdiam diri melihat penindasan yang teramat nyata pada saudara kita. Bagaimana mungkin kita hanya berpangku tangan atas ditetapkannya dua rekan perjuangan kita yang telah berjuang menyerukan pada tegaknya keadilan," pungkas Addin. [smc]